Kemudian Afrizal pun memperkuat pesan tersebut dengan frasa kelima: “tidurlah kematian” –sebuah frasa yang terkesan begitu bersahaja dan terkesan begitu intim, yang secara tidak langsung menyiratkan sebuah permohonan agar kematian yang memang melekat dengan virus tersebut bisa berhenti bekerja untuk barang sejenak. Sebab mau tidak mau, virus tersebut akan selalu bersama dengan kematian itu –sebagaimana disampaikan oleh Afrizal melalui frasa keenam: “aku selalu bersamamu”.
Ya.. memang.. Virus corona akan selalu bersama kematian itu. Oleh karenanya, kita sebaiknya harus bisa tetap menjaga imunitas tubuh sebagaimana yang dipesankan oleh Afrizal secara tersirat melalui judul puisi yang ditulisnya itu: “Bau Jeruk di Lehermu” –yang kita semua tahu bahwa jeruk memang merupakan salah satu buah yang mengandung vitamin C yang begitu baik untuk menjaga daya tahan tubuh.
Dari sini, kita hanya bisa mengatakan bahwa, Afrizal memang merupakan penyair yang sangat cerdas dan sangat piawai dalam menyuguhkan pesan yang sangat sederhana untuk kemudian diolahnya hingga menjadi sebuah puisi yang terkesan begitu sublim. Sehingga cukup membuat setiap orang yang membacanya terkesima sekaligus merasa tertarik untuk menerka-nerka maksud dan pesan apa yang sebenarnya hendak disampaikan.
Dari sini juga, kita sebetulnya bisa melihat bagaimana sebaiknya puisi disuguhkan. Ya..!! Memang, seperti itulah seharusnya puisi disuguhkan. Tidak terkesan vulgar dalam menyampaikan pesan dan tidak terkesan rewel.
Galih M. Rosyadi, Tasikmalaya 10 Januari 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H