Mohon tunggu...
Febriana Galih Mahardi
Febriana Galih Mahardi Mohon Tunggu... pelajar -

http://nuranimanusia.wordpress.com\r\n\r\nyang belajar memanusiakan..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa Nge-Kost

28 April 2010   03:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:32 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudik, cemberut... giliran berangkat, dongkol... mudik lagi, minta maaf... Aroma dongkol, jengkel sempat merasukiku ketika aku telah terbukti membalas kalimat sederhana seorang Ibu, dengan kalimat majemuk bertingkatku bernada tinggi beraromakan jengkel, dongkol. Durasi pertemuanku dengan ibu memang menjadi sangat singkat dengan statusku sebagai mahasiswa yang seharusnya bangga akan pemikiran-pemikiran brilian juga statusku sebagai anak kos yang mendambakan kemandirian. Seingatku semua ini berawal ketika aku berpamitan berangkat menuju kota berlabel taat nan patuh kepada-Nya, Kebumen Beriman, pamitan yang seharusnya aku jadikan momen haru disertai permohnan restu dari Ayah Ibuku, disamping sebagai ajang saat-saat meminta bekal materi berujud uang saku tunai, justru aku tukar dengan momen jengkel, dongkol hanya karena seorang Ibu berniat memberikanku jatah uang saku tidak seperti biasanya, seharusnya saat itu juga aku menyadari betapa kompleksnya kebutuhan hidup orang tua, akan tetapi akal sehatku telah tertutup perasaan jengkelku, padahal tidak begitu banyak selisih uang saku normal dengan rencana uang saku yang akan Ibu berikan untuku pada saat itu. Dengan naluri keibuan seorang Ibuku, sedikitpun Ibu tidak merasa marah menghadapiku yang sekarang ini meraskan sesal atas semua perlakuanku, atas sikapku. Selang tidak lama kemudian Ibupun memberiku uang saku tersebut, kuraih uang yang ada di tangan Ibu dengan kasar ibarat kondektur bus dengan para calo-calonya. Sesi pamitan yang biasanya identik dengan bersalaman disertai cium tanganpun pada saat itu tidak terekspos. Keberangkatankupun seolah-olah sama sekali tidak diketahui orang rumah. Sehari berlalu, hari kedua beranjak di tempat kos termewah bagikupun aku lewati, kuliah yang dimulai siang hari memaksaku mengakhirinya sore hari, karena perutku lapar, niat membeli rames menjadi solusiku, kuambil dompet lusuh berhiaskan kartu ATM koleksiku pemebrian teman-temanku. Serasa budget (bajeet) persediaanku masih tebal, membayangkan makan enak mengalir sejenak dipikiranku, sate kambing, nasi goreng, soda susu, Ajiiibbb . . . .. Terhenyak saatku membuka dompetku, sesuatu yang tidak beres membuatku bertnya-tanya tanpa, sadar kejadian itu telah menimpaku. Kulihat, kutatap tajam ke dalam dompetku, tak ada selembarpun uang yang bersembunyi di dompetku, seingatku ada beberapa lembar pecahan ratusan ribu yang kuselipkan dalam dompetku, sebagi respon atas kejadian itu terbesit kata raib dalam benakku. Saat itu juga tanpa komando kuadakan olah TKP, ternyata memang benar, dapat kupastikan uangku telah raib, akupun merasa terenyuh, lemas. Saat itu juga aku teringat, bermula dari awal keberangakatanku, setelah kutelisik lebih jauh, dapat kusimpulkan di samping faktor ketidak hati-hatianku, ini semua juga berawal dari perilakuku pada seorang Ibu. Rasa bersalah dan ingin segera meminta maaf memenuhi kalbuku. Apa daya belum saatnya mudik, harus bertahan dikos beberapa hari lagi sambil berfikir siapa yang akan menjadi bank duniaku, masih bersyukur merasa beruntung karena masih ada bocah-bocah satu kostan, sudah menjadi hal yang lumrah utang-piutang terjadi dalam dunia anak kost. Sambil menanti saat mudik esok nanti, kubersyukur karena aku masih dikaruniai daya oleh-Nya tuk berusaha perbaiki diri lalui alur cerita hidup ini. Ya itulah sedikit ku berbagi, buat anak kost, aktivitas mudik, berangkat, mudik lagi itu sebagian kecil aktifitas diantara aktivitas rutin lain yang dilalui oleh sebagian kita. Utamakan selamat dan berpamitanlah sebelum berangakat menjadi catatan tersendiri buat kita semua. Buat saya yang statusnya sebagai mahasiswa, semoga semakin bernafsu memperluas loyang pemikirannya biarpun seringkali terbentur oleh sikap inkonsistensinya terutama terhadap diri sendiri. Berusahalah !!!. Biarlah perasaan berdosa tak berujung merasuki diri ini, dalam hati berkata, “Ku merindu rasa bangga, tapi Ku merasa kecewa, terselip asa dalam jiwa, menjadi siapkah Aku agar Ku bisa menggapainya..???” Semua masih menjadi misteri namun sebagian sebenarnya telah berevolusi menjadi sebuah misi, terkadang visi tidak berperan optimal, membuat itu semua seolah hanya sebagai ilusi, kembalilah menatap hati, ternyata masih ada mimpi, anggaplah semua itu bagian-bagian dari sebuah proses yang kudu dilewati, asalkan kita mau berkaca, memperbaiki diri dengan menyikapi setiap jengkal alur dalam kehidupan ini, itu nantinya akan membuat kita mengerti arti indahnya hidup dengan tidak berdiam diri, dengan kata lain bermobilitas. Coblah, cobalah saat itu juga, dan rasakanlah. Kegagalanmu meberi makna akan usahamu, keberhasilanmu menghasilkan inspirasi dan perasaan bahagia bagi orang-orang terdekatmu, terutama bagi diri sendiri, mudah-mudahan juga untuk kebahagiaan orang tua. Aku berusaha menyadari, setelah semua terjadi, kejadian kecil yang aku alami membuatku semakin mengerti akan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi bagi seorang anak untuk menghormati sosok seorang Ibu yang sungguh mulia.
Buat Ibuku, maafkan aku Bu..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun