Problem klasik yang wajib mendapatkan atensi lebih oleh pemerintah provinsi DKIÂ Jakarta ialah perihal banjir. Senang tidak senang, banjir hingga detik ini belumd dapatditanggulangi secara tuntas.
Tatkala curah hujan tinggi, mudah dipastikan limpahana air akan menghantui penduduk yang tinggal di titik-titik rawan banjir. Khususnya daerah yang menjadi langganan banjir di Jakarta.
Kota Jakarta sebagai etalase Indonesia seyogyanya bebas dari banjir. Namun yang
terjadi adalah jauh panggang dari api. Hampir setiap tahun banjir tidak bosan
menghampiri warga perkotaan Jakarta.
Daerah yang sering terkena dampak banjir
misalnya daerah Green Garden Kebun Jeruk Jakarta. Pun juga pada Bulan Maret 2019 lalu daerah Rawajati, Cawang, dan Kampung Melayu terendam air akibat pintu air Katulampa terbuka.Â
Ketinggianan banjir dari 10 cm sampai satu meter dari aliran sungai Ciliwung. Akibat banjir, warga harus mengungsi di tempat yang lebih amana lantarantempat tinggal terendam air banjir.
Banjir dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit seperti ISPA,
penyakit kulit, limfoid, dan lainnya. Warga yang terkena dampak banjir akan
mengeluh pusing dan gatal-gatal. Belum lagi dampak yang lain seperti pendidikan,
kerusakan jalan, sanitasi, tanah longsor, keselamatan jiwa, hingga dampak psikis.
bergerak dalam aktivitas perbaikan lingkungan air.
Salah satu CSR yang dapat diajak
kerja sama adalah Bank DKI Jakarta. Dengan kerjasama yang baik maka
diharapkan segera teratasi.
Hal yang mendesak dikerjakan adalah dengan jalan mempercepat proses normalisasi sungai di Jakarta.
Di samping itu, warga sekitar sungai hendaknya bersikap kooperatif kepada
petugas satpol PP saat relokasi ke permukiman yang baru agar normalisasi berjalan
mulus.
berkontribusi pada proses pengurangan genangan banjir.
Normalisasi terbukti mendongkrak kapasitas sungai. Namun sayangnya tidak
menjamin seratus persen bahwa banjir tidak akan terulang lagi. Karena normalisasi harus diiringi kepekaan warga akan sebab dan akibat banjir itu sendiri.
Hal serupa diutarakan oleh Guru Besar Undip, Prof Sudharto (2017), bahwa normalisasi sungai
merupakan solusi jangka pendek untuk menanggulangi banjir.
Dengan demikian perlu dicarikan solusi jangka panjang dalam mengatasi
musibah banjir.
Pertama, penguapan yaitu air yang ada di laut, darat, tumbuhan akan menguap ke
atmosfer dan berubah jadi awan yang selanjutnya akan turun dalam bentuk hujan.
Kedua, peresapan ke dalam tanah. Air bergerak ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan batuan hingga sebagian ke air permukaan.Â
Ketiga, Air Permukaan. Air bergerak menuju sungai-sungai utama dan bermuara ke laut.
Siklus air yang tidak berjalan semestinya sejatinya menjadi penyebab utama
banjir. Air hujan yang harusnya mengalami proses peresapan (infiltrasi) ke dalam pori-pori tanah.
Fakta di lapangan menunjukkan air hujan kehilangan daerah resapan. Daerah resapan di Jakarta kian berkurang akibat modernisasi yang melahirkan plesterisasi, pavingisasi, rukonisasi, hingga aspalisasi.
Imbasnya air hujan akan mencari tempat yang lebih landai, kemudian membentuk kubangan air dan ujungnya banjir tak terelakkan.
Proses peresapan air hujan ke tanah
(infiltrasi) semaksimal mungkin merupakan kunci sukses dalam program normalisasi siklus hidrologi. Penyerapan air ke dalam tanah hampir dapat dipastikan akan mengurangi volume air permukaan. Revitalisasi sungai diharapkan dapat menampung air dari daerah hulu, meskipun curah hujan lagi tinggi. Dan
akhirnya banjir pun terhindarkan.
Normalisasi siklus hidrologi pada tataran praktik memang dirasa agak berat.
Pasalnya berhubungan dengan penyadaran pola pikir manusia. Untuk itu dibutuhkan
simbiosis mutualisme antara pemerintah, CSR, dan warga. Jika saling mendukung,
maka tidak ada yang mustahil dalam membangun ibukota bebas banjir.
Wujud normalisasi siklus hidrologi itu beraneka ragam bentuknya. Dari selektif
dalam memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) di daerah perkotaan maupun puncak, meningkatkan luasan ruang terbuka hijau, mempertahankan kawasan hijau di daerah atas, mempopulerkan biopori, hingga menghentikan pembalakan hutan. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H