Siapa yang tidak senang anaknya pandai mengaji Al-Qur'an? Semua orang akan senang termasuk sang penulis. Problemnya usaha apa saja yang sudah kita kerjakan  dan berikan untuk anak-anak kita agar pandai Alquran? Tentulah perlu usaha besar dan tidak cukup mimpi saja. Kemampuan membaca dengan fasih pada anak memerlukan dorongan tua agar anak terus semangat menimba ilmu di majlis-majlis Al-Qur'an.Â
Guru ngaji saya yang anaknya telah hafiz di usia SMP, usahanya tidak main-main. Selain anaknya dipondokkan di sekolah Tahfiz juga kebiasaan orang tuanya dalam mewarnai rumah dengan lantunan Alquran tidak pernah terlewatkan.Â
Peran orang tua ternyata sangat berpengaruh. Budaya membaca Alquran sudah mengakar kuat pada keluarga mereka. Tidak hanya di rumah melainkan juga di luar rumah termasuk mencarikan sekolah Al-Qur'an.
Sesungguhnya sekarang ini orang tua tidak menemukan kendala memperoleh tempat yang mengajarkan Al-Qur'an. Lembaga seperti TPA dan TPQ banyak berkembang di surau-surau, di langgar, di mushola, di masjid, hingga di pondok pesantren salaf maupun modern. Mereka seakan berlomba-lomba untuk mencetak generasi Al-Qur'an sejak dini.
Salah satu lembaga yang konsen disana adalah TPA Pangeran Diponegoro Tegalrejo Yogyakarta. Banyak orang tua mengantar anaknya belajar ngaji di TPA Â tersebut pada sore hari setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Bahkan tidak sekadar menemani namun juga ikut menunggu sampai kegitan TPA berakhir.Â
TPA ini berada di area komplek museum Pangeran Diponegoro Tegalrejo Yogyakarta. Dan yang ngaji adalah anak-anak yang tak jauh dari lingkungan masjid.
Puluhan anak antusias mengikuti arahan dan instruksi para wali kelas untuk membentuk dua baris. Pertemuan pertama, kegiatan belajar mengajar (KBM) ditiadakan. Oleh karena itu diganti dengan acara syawalan ke rumah para pengurus masjid Pangeran Diponegoro.Â
Anak-anak dibariskan lalu digiring menuju tempat para sesepuh masjid. Syawalan bertujuan agar tercipta ukhuwah Islamiyyah serta upaya saling memaafkan dan memberi maaf sesama muslim laki-laki dan perempuan.
Di TPA ini, Anak PAUD dan TK dikelompokkan ke dalam kelas A, dimana dihuni oleh kelompok usia 4-5 tahun. Rata-rata orang tua mendorong untuk belajar sejak dini agar bisa menjadi bekal saat usia masa dewasa.
Belajar Alquran membawa kebaikan tidak hanya pada anak, namun akan memberi manfaat kepada orang tua. Bagi yang memiliki anak hafiz, maka kelak akan beruntung mendapat mahkota indah dari anaknya di di akhirat nanti.
Sungguh beruntung memiliki anak yang ahli Al-Qur'an. Namun tentu harus diikuti ikhtiyar dan doa yang sungguh dari orang tua dan anak. Dengan mendorong TPA sejak dini, hemat saya adalah bagian cara untuk memperoleh target tersebut.Â
Yang penting mungkin orang tidak perlu memaksakan kehendak pada anak. Biarlah anak menikmati fasenya sesuai tugas perkembangan anak. Dan saya melihat di TPA Pangeran Diponegoro, dewan guru telah mempraktekkan teori psikologi pendidikan itu.Â
Terbukti di pertemuan pertama tidak langsung tancap gas menuntut anak untuk bisa mengaji dan menghafal huruf Hijaiyah dari Alif sampai yak. Melainkan diisi dengan acara yang ringan-ringan dan selipi dengan ice breaking: tepuk anak sholih dan tepuk satu.
Kegiatan syawalan yang diajarkan di awal pembelajaran TPA ini sungguh dapat menanamkan sikap sosial pada anak. Setelah itu guru bercerita kisah-kisah hikmah dengan membentuk lingkaran di selasar masjid. Anak-anak antusias mendengarkan petuah guru sehingga diharapkan anak-anak terus datang ke TPA untuk belajar Alquran sambil bermain.
Tidak ada perasaan takut atau bosan untuk datang ke TPA karena guru-guru pandai menciptakan suasana yang bahagia pada anak. Orang tua senang dan murid nyaman. Akhirnya TPA Pangeran Diponegoro akan terus diisi dengan lantunan Alquran oleh anak-anak di lingkungan masjid Pangeran Diponegoro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H