Turki Utsmaniah merupakan salah satu kerajaan islam terakhir yang mampu menaklukan tiga benua sekaligus, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika. Kejayaan ini disebabkan negara ini memiliki sistem kenegaraan yang berpegang pada prinsip hidup "Annajahu Bi-shidqi". Artinya kemenangan dapat diraih dengan kejujuran. Konon ceritanya, kebiasaan hidup jujur yang dilakukan orang Turki Utsmaniah tempo dulu, ternyata diinspirasi dari penggalan Surat Al-Lail (QS: 92: 5-7):
"Maka barangsiapa memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (Kebahagiaan)"
Untuk menjadi negara besar, hemat saya harus dimulai dari individu yang jujur. Individu yang jujur akan membentuk komunitas masyarakat yang jujur. Masyarakat yang jujur akan membentuk negara yang jujur dalam setiap aspek kehidupan.
Jujur aslinya adalah berani mengatakan apa adanya. Bukan ada apanya. Dalam Wikipedia sikap jujur mengacu pada aspek karakter, moral, dan berkonotas atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, kejujuran, dan keterusterangan.
Orang jujur di zaman modern seperti sekarang ini mungkin sangat susah ditemui. Sebab sifat jujur sudah menjadi barang langka bahkan antik. Sebaliknya perilaku tidak jujur sangat mudah ditemukan dalam praktik kehidupan di masyarakat. Banyak motif orang melakukan perilaku tidak jujur, misalnya untuk meraih kekuasaan, keuntungan, malu, atau motif yang lain.
Hampir setiap profesi apapun membutuhkan sikap jujur. Dengan jujur maka ia akan mendapatkan banyak kemudahan. Jujur sebagai mahasiswa ketika dia menyampaikan data penelitian apa adanya. Jujur sebaga seorang pejabat, ketika dia tidak korupsi uang rakyat. Jujur sebagai guru ketika dia berani berkata belum paham ketika ditanya muridnya tentang pertanyaan yang belum diketahui jawabannya.
Jujur sebagai seorang pedagang ketika dia tidak menambah atau mengurangi takaran timbangannya. Jujur  sebagai seorang suami tatkala dia berusaha keras untuk menafkahi keluarganya dari pekerjaan yang khalal. Dan jujur sebagai seorang istri manakala dia mampu menjaga kehormatannya. Dan seterusnya dan seterusnya.
Setidaknya ada lima (5) manfaat yang diperoleh ketika orang berperilaku jujur. Yang mana manfaat itu dapat kita rasakan langsung di dunia dan juga dapat diperoleh saat nanti di akhirat. Apa saja?
(1) Dimudahkan masuk surga
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda "Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukan kepada surga".  Janji Allah begitu begitu nyata bagi hamba-Nya yang berani berkata jujur. Sebaliknya  orang yang tidak jujur akan menunjukkan kepada keburukan yang berakhir pada dosa. Maka dalam falsafah Jawa sering kita dengar "Jujur Mujur bakal Makmur" Yakni orang yang senantiasa berbuat jujur akan selalu beruntung dan makmur sebab dapat menjadi panjang umur dan tidak dihantui dengan penyakit uzur (Puja, 2015).                       Â
(2) Memperoleh ketenangan
Ada pepatah "kebohongan akan melahirkan kebohongan baru". Hal ini ada benarnya. Karena pada umumnya orang yang berbohong sekali akan berusaha menutupi kebohongan awal dengan kebohongan yang baru. Hidupnya tidak akan pernah tenang dan diliputi rasa gelisah dan was-was. Maka lebih baik katakan apa adanya meskipun itu pahit.
Tatkala orang berbohong, cepat atau lambat juga akan terbongkar. Dalam ilmu Jawa dikenal paribasan "Becik ketitik olo kethoro" Yang baik akan tertandai dan yang jelek akan terlihat.
(3) Memperoleh pengakuan
Salah kebutuhan manusia menurut Piramida Maslow adalah kebutuhan pengakuan (Self-Esteem). Sebelum Muhammad diangkat sebagai seorang Rasul, dia dikenal sebagai seorang yang jujur. Karena kepribadiannya yang jujur, ia dipercaya untuk meletakkan hajar aswad sebagai tanda peresmian penyelesaian renovasi Ka'bah. Padahal waktu banyak tokoh yang berlomba-lomba untuk mengeksekusi peletakan hajar aswad.
Dan ketika sudah menjadi rasul ia memiliki sifat nabi bernama shidiq. Artinya benar atau jujur. Berkat kejujurannya maka nabi Muhammad SAW dijuluki dengan amanah (dapat dipercaya). Tidak hanya rasulullah yang mendapat gelar al-amin ternyata. Sikap jujur pernah disematkan pada nabi-nabi sebelumnya. Nabi Ibrahim as diberi gelar Shidiq (QS: 19: 41), Ismail as sebagai Shadiqal Wa'd (yang benar janjinya) (QS 19: 54), dan Nabi Idris (QS 19: 56).
(4) Diangkat derajatnya yang tinggiÂ
Siapa sih yang tidak ingin diangkat derajatnya oleh Allah ke tempat yang tinggi? Derajat di mata manusia sebenarnya hanya kamuflase. Justru banyak manusia banyak terjerembab pada wilayah ini, misalnya mengkhalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Manusia hendaknya mengejar derajat yang hakiki yaitu derajat ketakwaan di mata Allah. Karena di mata Allah semua manusia sama, yang membedakan adalah ketakwaannya. Dan salah satu wujud ketakwaan adalah sikap jujur. Hanya dengan jujur kepada diri sendiri dan kepada orang lain, maka derajat tinggi itu bisa kita raih. Namun jujur itu sesuatu yang mudah dikatakan dan sulit untuk dikerjakan.
(5) Memperoleh keberkahan (ziyadatul khoir)
Rasulullah adalah salah satu contoh pedagang yang jujur, sehingga ia memperoleh keuntungan yang banyak saat berdagang. Rasulullah tidak pernah menipu dalam mendeskripsikan barang dagangannya, tidak sumpah yang berlebihan, jujur dalam timbangan dan takaran, serta tidak memonopoli komoditas (Rochmat, 2018).
Berbeda ketika berjualan dengan cara yang curang, meskipun mendapat keuntungan yang berlipat-lipat tetapi tidak akan pernah memberikan keberkahan dalam hidupnya. Misalnya cepat habis, dibelanjakan di jalan kemaksiatan, anak yang dinafkahi jadi bebal, naudzubillah tsumma naudzubillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H