Mohon tunggu...
Galeh Pramudianto
Galeh Pramudianto Mohon Tunggu... Guru - https://linktr.ee/galehpramudianto

Pengamat langit-langit kamar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

ASEAN Literary Festival 2014: Pojok Pengarang yang Benderang

19 April 2014   07:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ASEAN Literary Festival 2014 yang telah selesai berlangsung (21-23/03/14) tidak hanya meninggalkan kisah-kisah tentang Wiji Thukul yang menjadi sosok inspirasi dari puisinya “Nyanyian Akar Rumput.” Lebih dari yang gegap gempita itu, di program yang sama di Writer’s Corner ada juga kisah-kisah dari para penulis dan penerbit. Tidak hanya sekedar penulis dan penerbit secara umum, melainkan membahas secara khusus tentang penulis-penulis yang tinggal diarea konflik, penerbit independen serta pergerakan komunitas penulis dan sastra di berbagai daerah.

Berbicara tentang penulis dan karyanya, berbicara juga dengan latar belakang mengapa penulis menuliskan itu, mengapa begini, apa yang menjadi motivasinya? Kenapa seperti itu? Untuk apa dia menulis? Dapat inspirasi dari mana dia? Apa yang hendak diekspresikan dari rangkaian kata tersebut? Menurut Abrams, tentang pendekatan sastra: mimesis, ekspresif, pragmatis dan objektif, oleh hal-hal tersebut, pertanyaan-pertanyaan tadi dapat dijawab.

Ketika Aprilia R. A Wayar hendak membicarakan tentang konflik di papua seperti cerita-ceritanya yang terdapat di buku Mawar Hitam Tanpa Akar. Aprilia yang merupakan novelis perempuan Papua Pertama di era tahun 2000-an berhasil menyuguhkan sebuah kisah keluarga muda kelas menengah Jayapura dengan segala dinamika kehidupan, mulai dari percintaan sampai kaitan-kaitan dengan persoalan-persoalan politik yang dialami masyarakat papua. Dalam hal ini Aprilia menggunakan mimesis yaitu kaitan karya sastra dengan dunia nyata atau tiruan. Disitu ia melihat kenyataan dan kisah-kisah di papua, dan menjadikannya sebagai bahan cerita: latar, karakter dan konflik.

Hal yang sama dilakukan Erni Aladjai yang menulis Kei. Novel ini menceritakan tentang konflik perang saudara yang terjadi di Maluku, spesifiknya di pulau Kei, pada tahun 1999-2001. “Tak ada Islam, tak ada Protestan, tak ada Katolik, yang ada hanyalah Orang Kei. Semua mahluk hidup bersaudara.” Ungkap Erni ketika diskusi berlangsung.

Selanjutnya Arafat Nur penulis novel Lampuki (2010) menceritakan kisah dari novel keduanya Burung Terbang di Kelam Malam. Menurutnya Burung Terbang di Kelam Malam memiliki kisah yang berliku, tapi begitu mudah dicerna dan dinikmati oleh semua kalangan, termasuk oleh mereka yang tidak bisa dengan teks-teks sastra yang rumit. “Saya sengaja menyederhanakan hal yang rumit supaya bisa dicerna oleh kalangan yang lebih luas,” ujarnya.

Novel ini mengisahkan tentang petualangan Fais, seorang juru warta muda yang mengungkap kebusukan seorang pejabat pemerintah, dengan bumbu cinta romantis. Dari situ dapat tergambar tentang elaborasi antara mimesis dan ekspresif. Berdasarkan kenyataan yang ada —digabungkan dengan imajinasi penulis— lalu lahirlah karya tersebut.

Penerbit Independen dan Rahasianya


“Saya ingin membubarkan penerbit. Saya ingin mengembalikan hak-hak yang harusnya di terima penulis, bukan hanya mementingkan sebuah korporasi yang telah berjalan.” Ucapan yang mungkin kontroversial itu keluar dari Irwan Bajang, pendiri Indie Book Corner.

Bersama Diki dari Katabergerak, Damhuri dari Koekoesan, dan Ega dari Nulisbuku menceritakan masing-masing kisahnya tentang buku dan penerbitan indie. Masih menurut Bajang, ia menjelaskan kalau penerbit indie itu bukan industri tapi gerakan. Menurutnya penerbit itu seperti gambling. Ia meragukan bahwa semua buku yang diterbitkan akan habis dalam rentang tiga bulan, dan ia juga mengungkap bahwa hanya 10% royalti yang diterima oleh penulis baru, yang bukunya perdana diterbitkan. Sisanya itu buat penerbit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun