Mohon tunggu...
Galbert
Galbert Mohon Tunggu... Pengangguran -

Mengisi waktu dengan mendeskripsikan situasi Pemerintahan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dugaan Markup Cipta Karya Jatim Berujung Hilangnya Isi Dokumen yang Merupakan Informasi Publik

24 Oktober 2015   15:37 Diperbarui: 31 Oktober 2015   22:21 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melanjutkan Pemberitaan Sebelumnya mengenai dugaan markup pengadaan peralatan perlengkapan kantor dalam lingkungan kerja Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2014, setelah kompasianer melakukan kaji ulang terhadap dokumen CALK yang dipublikasikan di website Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Jawa Timur, ternyata beberapa halaman dalam dokumen yang merincikan jenis inventaris beserta nilai nominalnya tidak dapat ditemukan, kurang lebih sebanyak 18 Halaman telah dihilangkan dari dalam dokumen CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan). Diketahui penggelumbungan anggaran berdasarkan hasil survey dan perhitungan Tim Pengawasan Independen (Pengawasan.com) terhadap item-item yang diadakan berkisar antara 26% - 58% yaitu kurang lebih senilai 400 juta - 900 juta.

Gideon (Anggota Tim Pengawasan Independen) menyayangkan tindakan pihak Dinas PU Cipta Karya yang menghilangkan halaman-halaman dalam dokumen CALK tersebut “bagaimana masyarakat bisa sepenuhnya mempercayai pihak pemerintah kalo perincian penggunaan anggaran ditutup-tutupi seperti itu? Tim kami juga sudah melayangkan surat kepada Pihak Dinas PU Cipta Karya untuk permohonan informasi mengenai rincian nilai anggaran yang terserap pada masing-masing kegiatan, namun balasan surat dari Bapak Baju Trihaksoro selaku sekretaris Dinas PU Cipta Karya sangatlah tidak memuaskan, katanya informasi yang kami minta adalah informasi yang dikecualikan menurut Keputusan Menteri PU Nomor 391 Tahun 2011. ” paparnya kepada kompasianer.

Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Merujuk pada Perpres 54 tahun 2010 diatur mengenai etika pengadaan dimana pada pasal 6 disebutkan salah satunya adalah menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa. Etika pengadaan tersebut menegaskan bahwa rekanan maupun pengelola pengadaan secara tegas dilarang melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dapat mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Semua peristiwa tindak pidana pengadaan barang dan jasa hampir selalu mengakibatkan pemborosan.

Praktek penggelembungan harga ini diawali dari penentuan HPS yang terlalu tinggi karena penawaran harga peserta lelang/seleksi tidak boleh melebihi HPS sebagaimana diatur pada pasal 66 Perepres 54 tahun 2010 dimana HPS adalah dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Diharapkan agar aparat penegak hukum dapat menyikapi dan mengambil tindakan tegas untuk menelusuri dugaan tindak pidana dalam pengadaan peralatan perlengkapan kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur sesuai ketentuan perundang-undangan yang tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang berbunyi : “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan juga tindakan menghilangkan isi dokumen yang merupakan informasi publik sesuai ketentuan dalam UU No. 14 Tahun 2008 Pasal 53 yang berbunyi : “Orang yang sengaja melawan hukum menghancurkan, merusak, dan / atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk apapun dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau Pidana denda paling banyak Rp. 10 Juta rupiah.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun