Mohon tunggu...
Galbert
Galbert Mohon Tunggu... Pengangguran -

Mengisi waktu dengan mendeskripsikan situasi Pemerintahan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dugaan Markup Pengadaan Cipta Karya Jatim Tahun 2014

12 Oktober 2015   21:23 Diperbarui: 31 Oktober 2015   22:20 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan pengadaan peralatan perlengkapan kantor dalam lingkungan kerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2014 kemarin mendapatkan sorotan dari pihak masyarakat, pasalnya kegiatan yang menyerap anggaran sebesar 1.6 Miliar tersebut diduga kuat telah merugikan keuangan negara, hasil survey dan perhitungan Tim Pengawasan Independen (Pengawasan.com) terhadap item-item yang diadakan mengindikasikan telah terjadi markup diluar batas kewajaran yang diterapkan oleh pelaksana kerja/penyedia barang dan jasa, penggelumbungan anggaran hasil perhitungan tersebut berkisar antara 26% - 58% yaitu kurang lebih senilai 400 juta - 900 juta.

Ketika hal ini dikonfirmasikan, pihak Dinas Cipta Karya Provinsi Jawa Timur melalui Sekretarisnya Ir. Baju Trihaksoro,MM menjawab bahwa pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan dan tidak adanya markup dalam pengelolaan keuangan Negara, hal ini telah dibuktikan dengan hasil laporan keuangan tahun 2014 yang telah diaudit oleh BPK. Menanggapi jawaban tersebut, Gideon selaku anggota Tim Pengawasan Independen menambahkan “jika terdapat markup pada nilai anggaran dalam pengadaan dan hal ini tidak ditemukan dalam pemeriksaan BPK, berarti patut dipertanyakan, apakah BPK dalam pemeriksaannya juga melakukan survey terhadap nilai kewajaran harga barang yang diadakan? padahal jelas sekali ketidakwajaran harga pada nilai-nilai item yang diadakan, dan juga patut dipertanyakan peranan PPK dalam melakukan studi kelayakan harga pasar sebagai syarat untuk menentukan HPS, apakah survey dilakukan pada distributor/agen barang sebelum dilakukan perhitungan HPS, ataukah memang disengajakan penentuan HPS jauh diatas nilai kewajaran untuk membuka peluang terjadinya markup yang ujung-ujungnya dapat menguntungkan kedua belah pihak?”

Mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, ketika diwawancarai memaparkan bahwa pada umumnya dalam pengadaan barang dan jasa, tindak pidana korupsi yang terjadi adalah mark up harga barang. Kebanyakan mark up itu terjadi karena penentuan owner estimate atau harga patokan dibuat tidak sesuai dengan prosedur. "Harga sudah dibuat demikian tinggi sehingga memungkinkan untuk terjadi mark up."

Praktek penentuan margin keuntungan diluar batas kewajaran masih saja diterapkan di negeri ini. Padahal, seperti yang kita ketahui tindakan tersebut jelas-jelas merupakan salah satu modus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pejabat pemerintah sepertinya tidak pernah jera ataupun mau belajar dari kesalahan pengelolaan anggaran yang seringkali  terjadi seperti yang ditemukan dalam hasil pemeriksaan BPK dan dapat dikatakan hal ini sudah menjadi tradisi di lingkungan kerja pemerintahan Negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun