Mohon tunggu...
Galaxi2014 Okepunya
Galaxi2014 Okepunya Mohon Tunggu... -

Galindra Cakra Setiaji , Anak Gunung yang datang ke Ibukota karena ingin melihat Indonesia Lebih Baik Lagi.\r\n\r\nFollow me @Galaxi2014

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Analisa Konspirasi di Balik Pencalonan Budi Gunawan

17 Januari 2015   12:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah serem banget judul tulisannya nih. Hehee. Ane udah lama nggak bikin tulisan di Kompasiana jadi terpaksa ikut-ikutan ngeramein obrolan dunia politik tanah air. Soalnya memang bener-bener rame sih. Jadi pengen ikutan biar makin seru dah.

Jadi pada tulisan ini ane hanya ingin membuat suatu analisa dengan Teori Konspirasi abal-abal alias ngarang-ngarang.Cukup dibaca kalau sempat dan Tidak perlu dipercaya karena tidak ada sumbernya. So Langsung ke Tekape ya mas Bro.

FAKTA DAN LOGIKA TENTANG KARIER JOKOWI

Pada pertengahan tahun 2012 siapa saja yang mengenal Jokowi? Tentu saja hanya warga Solo dan sekitarnya. Hal itu dikarenakan pada awal tahun 2012 Jokowi hanyalah seorang Wali Kota Solo.

Berikutnya pada pertengahan tahun 2013 siapa saja yang mengenal Jokowi? Tentu saja seluruh penduduk Jakarta karena Jokowi sudah menjadi Gubernur DKI.Jokowi pun mulai dikenal mayoritas masyarakat Indonesia yang sering mengikuti berita-berita nasional baik dari media online, media cetak dan televisi.

Sampai disini ada Fakta dan Logika yang tak terbantahkan : Bahwa PDIP secara umum atau Megawati khususnya berjasa besar menarik Wali Kota Solo untuk menjadi Gubernur Jakarta. Fakta yang mengikuti logika itu adalah Jokowi saat itu pada Pilgub DKI didukung oleh banyak pihak di luar Parpol-parpol besar. Baik dukungan moral maupun materil.

Tidak perlu disebutkan pihak-pihak yang menopang kuat pencalonan Jokowi-Ahok. Yang jelas cukup banyak dan berasal dari berbagai kalangan. Bahkan ada kalangan Militer yang mendukung Jokowi maupun dari Kepolisian, dan yang terbanyak mungkin berasal dari kalangan Swasta yang perduli dengan masa depan Jakarta dan menganggap Jokowi mampu membuat Perubahan yang berarti bagi Jakarta.

Selanjutnya pada pertengahan tahun 2014. Kalau saja Prabowo tidak mengajukan Gugatan PHPU Pilpres 2014 ke MK maka pada pertengahan tahun 2014 Jokowi sudah menjadi Presiden Terpilih Indonesia.

Bayangkan saja sendiri. Dalam jangka waktu 2 tahun, fakta berbicara bahwa seorang Wali Kota kecil ternyata bisa menjadi Presiden Republik Indonesia. Ini sulit diterima logika bila kita tidak menyaksikannya sendiri bagaimana perjalanannya dari hari ke hari.Inilah Mukzizat yang dianugrahi Yang Kuasa terhadap seseorang yang bernama Joko Widodo.

Tapi di sisi lain jelas terpapar, terurai dan dapat dibuktikan faktanya bahwa sama dengan yang terjadi pada perjalanan Jokowi dari Solo ke Balai Kota Jakarta, tentu perjalanan Jokowi dari Balai Kota Jakarta ke Istana Negara juga sangat dipengaruhi keterlibatan sangat banyak pihak mulai dari PDIP dan Partai –Partai Koalisi pengusung Jokowi-JK maupun berbagai ragam profesi dan kalangan hingga para Relawan yang benar-benar berjuang tanpa pamrih untuk menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI.

Dan dari berbagai kalangan yang mendukung Jokowi tentu saja banyak juga yang berasal dari kalangan Militer dan Kepolisian. Mungkin bila kita ingin menyebut 1-2 nama dari kalangan Militer bisa saja disebut nama Luhut Panjaitan, Hendro Priyono dan lainnya. Begitu juga dari kalangan Kepolisian mungkin saja bisa disebut nama Budi Gunawan dan lain-lainnya.

ANTARA BUDI GUNAWAN DAN JOKOWI

Fakta berbicara bahwa Budi Gunawan memang berasal dari kota yang sama dengan Jokowi, yaitu Solo. Logikanya kemungkinan besar Budi Gunawan dan Jokowi memang sudah lama akrab. Dan karena satu kampung dan akrab, hampir dipastikan Budi Gunawan secara pribadi mendukung Pencapresan Jokowi.

Dukungan Budi Gunawan kepada Jokowi mungkin saja bukan sekedar dukungan moril saja tetapi bisa saja dengan materi. Sudah menjadi Rahasia Umum bahwa jangankan Pencalonan Presiden, Pencalonan Wali Kota saja butuh dana kampanye Milyaran Rupiah apalagi untuk menjadi Presiden.

Mungkin bisa kita yakini bahwa Budi Gunawan (andai kata memiliki cadangan dana besar) pastilah ikut patungan menyumbang dana kampanye untuk seorang kawan karibnya.

Fakta berikutnya adalah kedekatan Budi Gunawan dengan Megawati dimana Budi pernah menjadi Ajudan Presiden pada saat Megawati memimpin negeri ini. Dan menjadi jelas perkaranya bahwa Megawati sangat mengenal baik Budi Gunawan yang memang cukup berprestasi di Kepolisian.

Mungkin bisa ditebak bahwa pada akhirnya Budi Gunawan mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan PDIP secara keseluruhan, mulai dari hubungan akrab dengan Megawati sebagai mantan ajudannya, hubungan dengan Jokowi karena bersama-sama dari Solo hingga hubungan akrab antara Budi Gunawan dengan Elit-elit PDIP lainnya.

Bahkan ada kabar burung bahwa Budi Gunawan terlibat dalam kegiatan Kampanye Jokowi-JK. Dan kalau tidak salah ada isyu pertemuan Budi Gunawan dengan Timses Jokowi-JK yaitu Trimedya Panjaitan di sebuah Restoran di Bilangan Jakarta dan terpantau oleh Timses Prabowo-Hatta sehingga pertemuan itu dilaporkan ke Bawaslu.

Selanjutnya bila kita berasumsi bahwa Budi Gunawan memang mendukung penuh Pencapresan Jokowi-JK dan ikut menyumbang baik materi maupun non materi, dan kebetulan pada beberapa bulan terakhir Pangkat dan Jabatan Budi Gunawan sudah mencukupi untuk diangkat Presiden untuk menjadi Kapolri, tentu bisa kita pahami mengapa Budi Gunawan yang dipilih oleh Jokowi menjadi Calon Tunggal Kapolri dan diusulkan ke DPR.

Budi Gunawan dipilih Jokowi baik pilihannya pribadi karena Budi adalah seorang kawan akrabnya maupun direkomendasikan oleh Megawati yang sudah sangat mengenal Budi Gunawan. Tidak ada yang salah dengan hal ini.Sangat tidak salah bila Jokowi memilih seorang Kapolri yang secara pribadi dikenalnya dengan baik dan secara umum sosok tersebut sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP dan PDIP secara keseluruhan.

Masalah besarnya kemudian Budi Gunawan ternyata memiliki Track Record yang tidak mulus. Ada informasi (banyak informasi) bertebaran di berbagai media bahwa sebagai Petinggi Polri Budi Gunawan ternyata memiliki Rekening Gendut. (Rekeningnya doyan makan jadi cepat gendut. Heheee).

Masalah itu sebenarnya sudah dipertimbangkan Jokowi maupun PDIP beserta koalisinya. Ada keraguan disana. Tetapi mengingat (mungkin) jasa besar Budi Gunawan pada saat kampanye Pilpres, kemudian ada rekomendasi kuat maupun dukungan kuat dari Kompolnas, ditambah lagi dengan adanya Surat Bersih Korupsi dari Bareskrim Polri pada tahun 2010 yang mematahkan dugaan adanya Rekening Gendut Jokowi, maka Jokowi pun tanpa ragu menjadikan Budi Gunawan sebagai Calon Tunggal Kapolri yang diusulkan kepada DPR.

Sampai disini secara pribadi ane bilang belum ada yang salah dengan langkah Jokowi kecuali bahwa Jokowi kurang mendengarkan suara-suara sumbang di masyarakat tentang sosok Budi Gunawan. Tetapi kalau mau berbicara fakta Hitam diatas Putih, Budi Gunawan sudah ditetapkan Bareskrim Polri sebagai Sosok Bersih dari Korupsi tentu saja Jokowi akhirnya punya alasan untuk mengabaikan suara-suara sumbang yang beredar di masyarakat. Apalagi PDIP dan Koalisi Pendukung memberikan referensi yang sama dengan Kompolnas dan Surat Bareskrim Polri yang ada.

MISTERI SEPUTAR PENETAPAN STATUS BG OLEH KPK

KPK bukan Dewa. Dari sekian banyak prestasi KPK selama sepuluh tahun terakhir, KPK pasti punya kekurangan-kekurangan baik yang kasat mata maupun yang tidak diketahui kalayak ramai.

Ane adalah pendukung KPK sejati. Begitu juga dengan Jokowi. Teman-teman ane di Kompasiana sangat paham itu karena tulisan-tulisan ane yang lalu-lalu sangat intens dalam mendukung baik Jokowi dan KPK. Itu sebabnya ane paling sebal dengan PKS yang selalu Nyinyir pada Jokowi dan KPK. Hehehee.

Betewe, sebagai pendukung fanatic Jokowi dan KPK tentu saja ane tidak percaya 100 persen terhadap keduanya. Pasti ada kesalahan-kesalahan yang sudah dan akan dilakukan baik oleh KPK maupun Jokowi, baik kesalahan kecil maupun kesalahan besar.

Tapi ane yakin bahwa kesalahan-kesalahan tersebut tidaklah dibuat dengan sengaja. Dan kemungkinan besar mereka akan salah langkah atau salah mengambil keputusan bila ternyata sumber informasi yang diterima tidak benar atau tidak tepat. GIGO, Garbage In Garbage Out. Logika umum masbro.

Dari pengamatan ane selama ini, yang menjadi kekurangan KPK adalah : KPK sering tidak siap menjadikan seseorang menjadi Terdakwa.KPK sering terlalu cepat menjadikan seseorang menjadi Tersangka tetapi Terlalu lama untuk menjadikan seseorang sebagai Terdakwa.

Contoh nyata adalah Anas Urbaningrum yang didzalimi oleh KPK dengan status Tersangka selama hampir 2 tahun. Begitu juga dengan SDA dan Hadi Purnomo.

KPK lebay kalau beralasan karena tidak mengenal SP3 sehingga KPK boleh terlambat melakukan Penahanan ataupun mengajukan Tuntutan Jaksa di Pengadilan Tipikor.

Kalau memang tidak yakin bisa langsung melakukan Penahanan maupun mengajukan Tuntutan Jaksa di Pengadilan, mengapa KPK harus buru-buru menetapkan seseorang menjadi Tersangka?

Tentu saja ane sebagai orang awam kurang paham dengan sistim kerja KPK. Tetapi bila hanya dengan alasan agar Calon Terdakwa dapat Dicekal untuk tidak kabur ke LN ataupun dengan alasan Kekurangan Penyidik ataupun dengan alasan Takut bila Calon Terdakwa menghilangkan Barang Bukti, menurut ane tidak seharusnya KPK terburu-buru menetapkan seseorang sebagai Tersangka.

Pasti ada sistim kerja yang lebih baik dari yang ada sekarang agar KPK tidak bekerja dengan cara mendzalimi seorang Calon Terdakwa. Ini tentunya tugas bagi kita semua untuk mendorong DPR membuat aturan-aturan/ undang-undang yang mendukung cara KPK menangani perkara korupsi.

Satu hal yang juga menjadi pertanyaan banyak orang adalah, apa yang terjadi bila KPK sudah lama menyelidiki seseorang tetapi ternyata bukti-bukti belum cukup kuat karena ada pihak-pihak yang menghalang-halangi KPK mendapatkan bukti tersebut? Hal ini juga harus dipikirkan.

Dan kembali berkaitan dengan Budi Gunawan, tidak bisa dipungkiri bahwa penetapan Status Tersangka untuk Budi Gunawan oleh KPK itu memang sungguh terlalu. Mengapa hal itu baru dilakukan setelah Jokowi menjadikan Budi Gunawan sebagai Calon Tunggal dan sedang diusulkan ke DPR?

Mengapa tidak pada saat Jokowi belum mencalonkan Budi sebagai Kapolri? Bukankah penyidikan KPK dikatakan sudah sejak tahun 2012? Dan mengapa penetapan Budi Gunawan sebagai TSK tidak melalui proses pemeriksaan dan pemanggilan saksi-saksi yang berkaitan dengan apa yang dituduhkan kepada Budi?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menyelimuti KPK pada saat ini.

Dan Jawabannya kemungkinan besar ada 2 hal yaitu : Yang Pertama, KPK memang baru saja mendapatkan Bukti Kuat tambahan tentang kasus BG setelah BG ditetapkan sebagai Calon Kapolri. Dan kemungkinan kedua adalah KPK dikendalikan suatu pihak atau mungkin lebih tepatnya adalah KPK telah dijadikan senjata seseorang/ suatu pihak untuk menghajar seseorang/ pihak lain.

PERANG BINTANG DI TUBUH KEPOLISIAN

Jangankan di Institusi Kepolisian, di tempat kerja ane yang isinya cuman belasan pegawai saja sering terjadi sikut menyikut apalagi di Institusisebesar Kepolisian Republik Indonesia.

Dan berbekal dari analisa diatas bahwa kemungkinan yang terjadi di Kepolisian RI saat ini adalah :

1.Selama ini Internal Polri (rahasia dapur Polri) memang sangat tertutup bagi Institusi lain termasuk KPK. Meskipun nyata-nyata ada persaingan diantara Elit Petinggi Polri tetapi tetap yang namanya Solidaritas sesame anggota Polri tetap tinggi. Rasa saling melindungi antara petinggi Polri tetap ada sehingga institusi lain sangat sulit mengetahui bila ada petinggi Polri yang melanggar wewenang dan tugasnya ataupun melanggar hukum sekalipun.

Masih ingat Kasus Cicak Vs Buaya? Masih ingat Kasus Antasari? Dan masih ingat ketika Mobil KPK ditahan tidak boleh keluar dari Markas Korlantas karena ingin membawa berkas kasus Djoko Susilo? Itulah fakta bahwa selama ini Dapur Polri memang sulit ditembus oleh pihak luar. Bahkan oleh Presiden SBY sekalipun. Heheheee.

2.Bahwa di tubuh Polri ane perkirakan ada beberapa Faksi yang ada. Dan yang terkuat pada saat ini menurut ane adalah Faksi Sutarman. Jendral Sutarman yang hari kemarin masih Kapolri sebelumnya adalah Kepala Bareskrim Polri dan sebelum menjadi Kabareskrim jabatan Sutarman adalah Kapolda Jawa Barat.

Bahwa kuatnya Faksi Sutarman Nampak pada saat Timur Pradopo menjadi Kapolri dimana terjadi Ketegangan yang genting memaksa antara Polri dengan KPK (kayak ngomongin Perppu aja) dimana Sutarman sebagai Bareskrim Polri ingin menarik/ menangkap Novel Baswedan salah satu Penyidik KPK yang berasal dari Polri sehingga akhirnya SBY turun tangan menengahi.

Kekuatan Faksi Sutarman juga membuat Komjen Suhardi Alius yang tadinya Kapolda Jawa Barat menjadi Ka Bareskrim Polri. (wah jadi ingat kasus Sisca Yofei. Betewe, tapi sebenarnya tulisan ini hanya ane ngarang-ngarang teori konspirasi sendiri jadi nggak usah diseriusin. Hehehee.)

3.Dan terjadilah peristiwa di luar Polri yaitu Jokowi menjadi Presiden. Dan mungkin, sekali lagi mungkin bahwa Budi Gunawan atau pihak di belakang Budi Gunawan terburu-buru ingin agar Budi Gunawan segera menggantikan Sutarman menjadi Kapolri sementara masa pensiun Sutarman masih lama, akhirnya membuat pendukung Sutarman marah (termasuk Suhardi Alius mungkin). Dan akhirnya bocor..bocor..bocor sudah bukti-bukti baru tentang rekening Gendut Budi Gunawan. Dan bocornya sampai ke tangan KPK dan langsung dimanfaatkan oleh KPK dan terjadilah prahara Calon Kapolri ini.

4.Inilah yang ane bayangin (mengarang-ngarang) telah terjadi Konspirasi dibalik Pencalonan Kapolri yang akhirnya menjadi Tersangka KPK. Telah terjadi Perang Bintang gara-gara Budi Gunawan menyodok Faksi Sutarman dan berimbas pada ditetapkannya Status Tersangka oleh KPK.

5.Selanjutnya tentu saja Jokowi menjadi paham akar masalahnya dan segera memanggil keduanya yaitu Kapolri dan Calon Kapolri dan meminta keduanya saling mengalah demi perdamaian negeri ini. Dan hasilnya kemudian (ini kira-kira loh), Budi Gunawan tidak boleh jadi Kapolri dan di sisi lain Sutarman pun harus menyerahkan Jabatan Kapolri kepada Wakapolri, Badrodin Haiti.

Dan selanjutnya Budi Gunawan juga harus berhadapan dengan kasus hukumnya. Ini sangat merugikan pihak Budi Gunawan. Oleh karena itu Budi Gunawan meminta Jokowi agar menyingkirkan orang yang sudah membocorkan rahasia pribadinya ke KPK yang mungkin saja adalah Suhardi Alius sehingga akhirnya Jokowi meminta teman baik Budi Gunawan yaitu Budi Waseso untuk menjabat sebagai Kabareskrim Polri saat ini.

KESIMPULAN

Dan kesimpulannya adalah silahkan disimpulkan sendiri karangan ini dan ingat bahwa setiap orang punya opini masing-masing dan punya teori konspirasi masing-masing. Heheheee.

Salam Blogger dan Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun