Mohon tunggu...
Eddy Pepe
Eddy Pepe Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Betawi Bekasi Asli.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meningitis (5 Tamat)

27 April 2012   06:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam itu di ruang rawat khsusus, Nesin dan Rosma menjaga Rara. Inilah malam pertama mereka bisa bertiga dalam satu ruangan setelah empat belas hari Rara dirawat. Bunda duduk dibangku di sisi tempat tidur Rara. Kedua tangan Bunda disilangkan di atas kasur pinggir tempat tidur Rara. Bunda terus memandangi Rara. Ayah duduk bersandar di dinding di sebuah ranjang kecil yang ada di pojok kamar tersebut.

"Bunda, Bunda istirahat dulu, biar Ayah yang jaga Rara. Nanti kita bergantian," ujar Ayah sambil berdiri mendekati Bunda yang masih terus memandangi Rara.

Tanpa semangat Bunda beranjak dari tempat tidurnya menuju ranjang dipojok ruang itu. Dihempaskannya badan yang serasa remuk karena kelelahan. Dipejamkan matanya, dicobanya untuk melemaskan seluruh sendi yang terasa sakit karena selama dua minggu kurang gerak dan kurang istirahat. Bunda tak juga bisa tidur, dia tidak berani bermimpi. Perlahan Bunda bisa juga melupakan segala bebannya. Ia terlelap, tapi hanya sejenak. Ia terjaga lagi.

Dilihatnya Ayah masih duduk memandangi Rara dengan tatapan kosong. Penantian ini makin menjemukan, kian mencemaskan. Ternyata sebagai manusia, Nesin dan Rosma tidak bisa pasrah seratus persen. Unsur manusianya masih mendominasi kepasrahannya. Ego masih kuat, mau senang sendiri masih terus membayangi pikiran mereka. Walau telah memasrahkan segalanya pada kehendak yang kuasa, namun keduanya masih menginginkan agar Rara bisa sembuh dan hidup normal kembali.

Bunda bangun dari tidurnya, duduk di pinggir ranjang kecil. Kemudian ia berdiri di sisi Ayah yang duduk terpekur memandang Rara. Ayah menengok ke arah Bunda.

"Lihat, betapa tenangnya Rara," bisik Ayah.

"Rara tidur terlalu nyenyak, kita tidak dihiraukannya lagi," sesak Bunda.

"Tapi dia sayang sama kita."

"Mutira Cinta kita semakin tenang dan damai."

Malam telah bergulir mencapai puncaknya. Nesin dan Rosma masih berjaga menunggu Rara. Di ruang tunggu beberapa keluarga mereka juga ikut menunggu, ada yang tiduran, ada juga yang terus bergadang.

Suara dari monitor jantung Rara mengejutkan Nesin dan Rosma. Gambar yang biasanya menunjukkan grafik bergelombang kelihatan mendatar dan kian rendah. Rosma menekan tombol bel memanggil perawat yang berjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun