Semarang (16/02) -- Kota Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang menyumbang produksi sampah yang tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, produksi sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang pada sebelum pandemi Covid-19 mencapai 1.200 ton per hari dengan rata-rata produksi sekitar 900-1.000 ton per hari. Sedangkan saat pandemi Covid-19, produksi sampah mulai menurun sekitar 20% dan hanya menghasilkan 600-700 ton per hari sebagai dampak dari adanya program Pembatasan Kegiatan Masyarakat untuk pencegahan penularan virus SARS-Cov-2.
Meski terjadi penurunan pada saat pandemi Covid-19, produksi sampah tersebut masih dibilang cukup tinggi yang diakibatkan oleh adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi dan masifnya urbanisasi dari daerah tetangga. Upaya tersebut tentu untuk segera dilakukan karena apabila tidak segera ditangani maka kapasitas TPA Jatibarang akan penuh dalam 10 tahun. Oleh karena itu, perlu adanya partisipasi oleh masyarakat dalam upaya pengurangan produksi sampah dengan salah satu caranya adalah melalui pembuatan ecobrick.
Ecobrick yang berasal dari kata eco dan brick, merupakan bata yang ramah lingkungan dan menjadi salah satu alternatif batu bata konvensional dalam mendirikan bangunan. Ecobrick adalah botol plastik yang dipadatkan oleh sampah tidak terurai, sehingga memiliki sifat yang kuat dan kokoh. Ecobrick pertama kali diperkenalkan di sebuah desa di Lembah Sagada, Filipina oleh seorang seniman asal Kanada bernama Russell Maier.
RT. 05/RW. 04 Kelurahan Sumurboto merupakan salah satu lokasi penempatan mahasiswa oleh Undip untuk melaksanakan KKN pada tanggal 4 Januari 2021-18 Februari 2021. Warga di lingkungan tersebut ternyata sudah memiliki pengalaman dalam membuat ecobrick sekitar tahun 2019 ketika akan membuat gapura Keluarga Berencana (KB). Namun, program tersebut berhenti di tengah jalan dan sebagian ecobrick yang sudah dibuat itu turut dibuang.
Mendengar dari pengalaman warga tersebut, mahasiswa KKN Undip mulai mencoba menghidupkan kembali kegiatan pembuatan ecobrick dengan melaksanakan empat tahapan kegiatan bersama warga dan dua di antaranya adalah kegiatan inti. Tahap pertama adalah kegiatan kerja bakti mengumpulkan sampah dan botol plastik serta menyelamatkan sisa ecobrick yang belum terbuang pada Minggu, 17 Januari 2021. Tahap pertama ini dilakukan untuk membersihkan sampah dan botol plastik dari kotoran yang menempel sebelum dilakukan penjemuran.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/16/img-20210117-203037-602b2c798ede4805185bef86.jpg?t=o&v=770)
![Gambar 3. Kegiatan pembuatan ecobrick dengan warga (Atas), Hasil perakitan prototipe kerajinan kursi kecil dari ecobrick (Bawah) (Sumber: Dok. Pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/16/img-20210214-135258-602b2c258ede4805185bef82.jpg?t=o&v=770)
Penulis: Gajah Muhammad Merkava (Mahasiswa S1-Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro)