Mohon tunggu...
Gaguk HeriSetiawan
Gaguk HeriSetiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Nothing is unimportant, whatever God created

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perempuan Selalu Disorot Negatif?

29 Desember 2021   14:30 Diperbarui: 29 Desember 2021   14:52 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakadilan Terhadap Perempuan Dalam Kampanye Politik Yang Sering Disorot Negatif.

Dikutip dari berita yang diterbitkan oleh news.detik.com, bahwasannya ada kasus tentang ketidakadilan gender dalam bidang politik. Kasus tersebut adalah “Menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua dalam ranah politik praktis ini tampak dalam isu pelecehan seksual terhadap perempuan yang mewarnai tahapan awal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Pertama ialah cuitan (tweet) politikus Partai Demokrat (PD) Cipta Panca Laksana. Dalam akun Twitter-nya @panca66, ia menulis, "Paha calon wakil walikota Tangsel itu mulus banget." Pelecehan seksual tersebut dilakukan kepada calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Rahayu Saraswati) atau yang kerap disapa Sara.

Sudut pandang saya terhadap kasus diatas sangatlah wajar jika seseorang berkomentar terhadap postingan orang lain di media sosial, akan tetapi dalam menyampaikan komentar dimedia sosial seharusnya lebih sopan dan tidak merugikan salah satu pihak. Undang-undang ITE sendiri telah mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan media sosial, pasal yang mengaturnya adalah UU ITE pasal 27 ayat 3, yang mana perbuatan yang dilakukan tersebut akan diancam dengan hukuman 4 tahun dan denda Rp 750.000.000. dari Undang-undang tersebut seharusnya orang yang ingin berkomentar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya apalagi ketika mengkritik orang lain di media sosial.

Tanggapan saya dari berita diatas sangatlah tidak adil bagi seorang perempuan yang ingin berargumen atau berkampanye melalui media sosial seperti kasus yang dialami Rahayu Saraswati waktu itu, karena adanya komentar public yang kurang sopan dan cenderung pada pelecehan seksual dapat menimbulkan rasa intimidasi dan pencemaran nama baik calon itu sendiri. Padahal sudah diatur dalam Undang-undang No.68 tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan bahwa, perempuan juga berhak untuk mengikuti pemilihan kepala daerah dan menyampaikan visi misinya tanpa adanya intimidasi dari suatu pihak. Tujuan Pemerintah membuat Undang-undang tersebut adalah untuk menciptakan kesetaraan gender di Indonesia khususnya dalam bidang politik, tetapi pada realita saat ini masih kerap dijumpai kasus intimidasi terhadap kaum perempuan dalam dunia politik.

Aturan yang telah ditetapkan pemerintah melalui Undang-undang ITE pasal 27 ayat 3 dan Undang-undang No.68 tahun 1958 yang bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan untuk berpendapat secara langsung ataupun di media sosial. Dalam prakteknya sendiri masih ditemukan adanya kasus ketidakadilan seperti intimidasi, salah satunya seperti kasus yang dialami oleh calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Rahayu Saraswati) yang akrab dipanggil Sara dalam pilkada 2020. Adanya kasus tersebut membuktikan bahwa tingkat kesetaraan gender di Indonesia belum sepenuhnya tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun