Mohon tunggu...
Gagat P. Mulyo
Gagat P. Mulyo Mohon Tunggu... Bankir - Praktisi Keuangan Syariah | Mahasiswa S2 Ekonomi dan Keuangan Syariah - Universitas Indonesia

Topik Favorit : Keuangan Syariah, Makro Ekonomi, Pasar Modal, Digital dan Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kegiatan Ekonomi Syariah dan Pasar Menurut Nabi Muhammad SAW

30 Oktober 2022   19:06 Diperbarui: 30 Oktober 2022   20:46 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ajaran Islam mencakup Akidah, Syariah dan Akhlak

3 Aspek dalam Ajaran Islam

Agama Islam memiliki tiga aspek kandungan utama, yakni aspek aqidah, aspek syariah dan aspek akhlak. Bila kandungan ajaran Islam ini digambarkan dalam skema, maka akan tampak sebagai erikut:

Kata aqidah berasal dari kata Bahasa Arab ‘aqad yang berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, definisi aqidah adalah sesuatu yang dengannya diikatkan hati dan perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikannya pegangan. Jadi akidah merupakan ikatan perjanjian yang kokoh yang tertanam jauh di dalam lubuk hati sanubari manusia.

Syariah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiahnya berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui. Secara terminologi, definisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya,

Akhlak atau etika sering juga disebut sebagai ihsan yang berasal dari bahasa Arab yaitu hasan yang berarti baik. Definisi ihsan dinyatakan oleh nabi dalam hadis berikut : 

“ihsan adalah engkau beribadat kepada Tuhanmu seolah-olah engkau melihatNya sendiri, kalaupun engkau tidak melihatNya, maka Ia melihatMu” HR. Muslim.

 Melalui ihsan seseorang akan merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah. Dengan kesadaran seperti ini maka orang mu’min akan selalu terdorong untuk berperilaku baik dan menjauhi perilaku buruk.

Nabi Muhammad SAW - Sang Ekonom Syariah

Penyebutan Nabi Muhammad SAW sebagai ekonom ulung dan patut ditiru jejak langkahnya, tentu kita harus tahu sepak terjang Rasulullah sebagai pelaku pasar. Rasulullah bisa dijuluki ekonom ulum karena beliau mampu memberi uswah hasanah dalam hal perekonomian umat. Rasulullah tidak sekadar berteori dalam hal perekonomian umat, tetapi juga sudah terbukti sukses dalam ranah praksisnya. Sistem ekonomi Islam yang dibawa beliau telah dipraktikkan dalam rekam jejak serta diteorisasikan dalam sabda-sabda Rasulullah yang telah sampai kepada kita. Pendeknya, Rasulullah sungguh telah berhasil sebagai ekonom, sebagai bussinesman dalam tataran praktis, juga sebagai cendekia dalam tataran teori.

Dalam tataran praktis, dunia bisnis telah Rasulullah lakoni sejak usia kanak-kanak. Dalam Ensiklopedia bertajuk Muhammad sebagai Pedagang yang ditulis Afzalurrahman diceritakan bahwa awal karier Rasulullah sebagai pedagang telah dirintis sejak usia 12 tahun bersama pamannya, Abu Thalib. Tak tanggung-tanggung, jiwa entrepreneur-nya telah dipicu dengan suasana perdagangan pada skala internasional hingga ke beberapa negara, seperti Suriah, Yordania, dan Lebanon.

Bayangkan saja, saat usia belasan tahun itu, Rasulullah telah menjadi pengusaha yang mandiri serta mampu bersaing dengan pengusaha kelas kakap yang sangat berpengalaman. Saat itu Rasulullah tidak hanya berhasil memenuhi kebutuhan hidup dengan kondisi kehidupannya yang sangat serba terbatas, apalagi sebagai anak yatim piatu, tetapi ia juga telah berhasil memiliki reputasi yang tinggi di antara para pedagang saat itu. Puncak kariernya adalah saat ia melakukan kerja sama dagang dengan Khadijah, yakni melakukan ekspansi usaha ke beberapa negara di Timur Tengah, seperti Yaman, Bahrain, dan Oman.

Menurut sejarawan, aktivitas bisnis Rasulullah Saw. Berlangsung hingga beliau berumur 37 tahun. Jika kita hitung karier Rasulullah sebagai pedagang dari usia 12 tahun hingga 37 tahun, berarti karier bisnis Rasulullah dilakoni selama 25 tahun. Tentu bilangan ini lebih panjang dari masa tugas kerasulannya yang hanya 23 tahun, yakni dari umur 40 tahun hingga 63 tahun.

Kubah Hijau Masjid Nabawi
Kubah Hijau Masjid Nabawi

Menobatkan Rasulullah sebagai ekonom dapat kita lihat dalam teori-teori ekonomi yang disampaikan beliau, baik dalam konteks saat ia menjadi pedagang, maupun saat ia menjadi regulator atau pengambil kebijakan (policy) dalam pemerintahan saat itu. Tentu teori ekonomi yang disampaikan sangat terkait dengan konteks saat itu dan bersifat umum, sebab sebuah teori harus dapat mengakomodasi segala persoalan dan kondisi perekonomian yang terus berkembang.

Ekonomi harus dibangun atas dasar asas trust (kepercayaan, kejujuran) yang menjadi value driven business (nilai berjalannya bisnis). Dasar inilah yang menjadikan Muhammad berhasil dan dikagumi semua pedagang dan konsumen. 

Menurut seorang hakim, Rabi bin Badr, Thalhah bin Ubaidillah adalah seorang budak yang pernah melakukan kerja sama dagang dengan Nabi Muhammad Saw. Ketika suatu hari mitra dagang Rasulullah Saw. itu menemuinya, Nabi lalu mengatakan, “Apakah engkau mengenalku?” Ia menjawab, “Kau pernah menjadi mitraku dan engkau adalah mitra yang paling baik sebab engkau tidak pernah menipu dan berselisih denganku.”

Dengan modal kejujuran inilah, Nabi Muhammad Saw. lalu dikenal dan disayang oleh mitra dagang serta menghasilkan laba yang berlipat.

Pasar Menurut Nabu Muhammad SAW

Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Pasar merupakan azas penting dalam bisnis, karena pasar adalah tempat terjadinya jual beli barang dan jasa. Kebebasan pasar adalah dasar dalam membahas bisnis Islam. Itulah sebabnya sejak zaman Nabi hingga para sahabat pasar mendapat perhatian khusus, bahkan pada zaman Nabi dan sahabat pasar memiliki pengawas khusus yang bertugas memastikan bahwa di pasar tersebut tidak terjadi kecurangan dan monopoli.

Rasulullah SAW setelah membangun masjid Nabawi, maka hal pertama yang dibangun ialah Pasar, dan pada waktu Umar bin Khattab setiap pembangunan Masjid, maka di tempat tersebut juga di bangun pasar. Baginda bersabda: 

“Pasar-pasar harus mengikuti sunnah yang sama dengan Masjid, siapa yang mendapat tempat pertama maka dia berhak duduk sampai dia berdiri dan kembali ke rumah atau menyelesaikan perdagangannya”.

Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh syariah. Dalam Islam, transaksi terjadi secara sukarela (mutual goodwill), sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud, at-Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan asy-Syaukani sebagai berikut: Orang-orang berkata:

“Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta.” (H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).

Selanjutnya pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT sebagaimana Q.S. Al-Baqarah: 275 berikut:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Rasulullah adalah seorang pedagang profesional dan selalu menjunjung tinggi kejujuran. Ia mendapat julukan al-amin (yang tepercaya). Pada saat awal perkembangan Islam di Makkah, Rasulullah dan para sahabatnya lebih memprioritaskan perjuangan dan dakwah. Ketika masyarakat muslim hijrah ke Madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi pengawas pasar atau al-muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap dapat berlangsung secara Islami.

Dalam Islam, umat muslim itu dianjurkan untuk berusaha apa saja selama masih dalam koridor syariah, artinya selama usaha itu tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang di syariatkan Allah SWT. Demikian pula dalam hal melakukan kegiatan ekonomi, semua boleh dilakukan asalkan tidak melanggar aturan-aturan tersebut. Salah satu aktivitas ekonomi dapat terlihat dalam pasar, dimana bertemunya antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi atas barang atau jasa, baik dalam bentuk produksi maupun penentuan harga. Transaksi jual beli dibolehkan dalam Islam selama tidak mengandung riba dan hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak, sebagaimana Allah SWT berfiman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275, yang artinya:

“Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Berikut praktik-Praktik dalam Pasar yang Dilarang dalam Islam: Jual Beli Barang Haram, Menimbun Barang (Ikhtikar), Menjual Barang yang Belum Dimiliki, Mencegat Pedagang di Perjalanan (Talaqqi rukban), Menjual Buah yang Masih di Tangkainya (Muzabanah) dan Jual Beli Al Urban.

Mekanisme pasar yang dibangun dalam Islam berdasarkan norma ajaran Islam yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Mekanisme pasar bukanlah suatu hal yang sempurna atau baku sehingga dimungkinkan gagal dalam mencapai tujuan ekonomi. Disinilah dibutuhkan intervensi agar mekanisme pasar berjalan sesuai dengan kepentingan perekonomian yang Islami.

Ilustrasi Pasar. Image by unaihuiziphotography on Freepik
Ilustrasi Pasar. Image by unaihuiziphotography on Freepik

Dalam Islam pasar sangatlah penting dalam perekonomian. Pasar telah terjadi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dan menjadi sunatullah yang telah di jalani selama berabad-abad. Selain itu pasar ditempatkan pada posisi yang proporsional berbeda dengan pandangan kapitalisme maupun sosialisme yang ekstrim. Pasar bukan satu-satunya mekanisme distribusi yang utama dalam perekonomian tetapi hanya merupakan salah satu dari berbagai mekanisme yang diajarkan syariat Islam.

Wujud suatu pasar dalam Islam, merupakan refleksi dan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan bukan sebaliknya. Islam mengatur bagaimana keberadaan suatu pasar tidak merugikan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, keteriibatan produsen, konsumen, dan pemerintah di pasar sangatlah diperlukan dengan tujuan untuk menyamakan persepsinya tentang keberadaan suatu harga. Bila hal itu tercapai maka mekanisme pasar yang sesuai dengan syari'at Islam akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat (Sudarsono, 2003).

Konsep di atas menentukan bahwa pasar yang sesuai aturan Islam harus bisa menjamin adanya kebebasan pada keluar masuknya sebuah komoditas di pasar beserta perangkat dan faktor-faktor produksinya. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya pendistribusian kekuatan ekonomi dalam sebuah mekanisme yang proporsional. Otoritas pasar tidak bisa membatasi elemen pasar pada peran Industri tertentu atau sejumlah industri tertentu, karena hal ini hanya akan membawa kepada adanya perilaku mpnopolistik yang berada pada kondisi produktivitas sebuah industri sehingga bisadibatasi untuk kepentingan kenaikan harga ataupun lainnya. Jika pasar bisa mangakomodasi berbagai bentuk kebebasan yang ada, hal tersebut berarti pasar mempunyai arti keterlibatan peran sebagai Instrumen terstruktur untuk sebuah pendistribusian barang dan jasa, efsisiensi produksi dan distribusl income.

Sumber Pustaka:

  • Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, cet. I, Jakarta: Tazkia Institute, 1999.
  • Rokan, Mustafa Kamal. Bisnis ala Nabi. Yogyakarta: Bunyan, 2o13
  • Shahih Bukhari Muslim, Bandung : Penerbit Jabal, 2021.
  • Suwandi, et.al. 2016. Pasar Islam (Kajian Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW). Al Risalah Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan Vol. 16, No.1 hlm. 131-149.
  • Zainal, Veithzal Rivai, dkk. 2018. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Lidyana, Novita. 2016. Pasar Persaingan Sempurna dalam Islam. Iqtishodiyah, Vol.2, No.2 Hal. 1-14.
  • https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/sejarah-perbankan-syariah.aspx

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun