"Kami akhirinya menumpang ke tempat yang bisa di pakai untuk proses belajar mengajar walau sedikit jumlah muridnya. Semangat anak-anak disini untuk menuntut ilmu sangat tinggi karena itu saya menggelar mereka seperti laskar pelangi," jelasnya.
Dari Cerita Kondisi Sekolah Tersebut, yang Jadi Sorotan Ialah Realitas Keberadaan Perusahan Korporasi
Dari pemaparan kondisi real sekolah di desa terpencil dan terisolir tersebut, keberadaannya dikelilingi perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi tidak memberikan efek membangun dibidang pendidikan bahkan kepada masyarakat binaan. Pasalnya, gedung sekolah dan rumah dinas guru didirikan pada tahun 1998 tidak tersentuh oleh bantuan pihak korporasi.
Bayangkan jika pihak sekolah tidak mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah, sedangkan pihak perusahaan yang mengeruk sumber daya alam tidak menghiraukan kepentingan masyarakat binaan. Tentu saja sangat miris dengan kondisi ini. Padahal Perusahaan berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial ke masyarakat melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR).
Hal itu berdasarkan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan".Â
Di ayat (2) menyebutkan "Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran".
Inilah yang menjadi landasan bagi perusahaan swasta yang beroperasional di Indrgairi Hilir, menyisihkan laba bersih perusahaan yang diraih untuk selanjutnya disalurkan ke tengah masyarakat dengan tepat sasaran melalui berbagai program kesejahteraan masyarakat, meliputi bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang lingkungan, bidang infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, manajemen bencana maupun bantuan Khusus.
Tapi kenapa kontribusi dari pihak perusahaan sangat minim kepada masyarakat binaanya. Inilah salah satu bukti realitas keberadaan perusahaan korporasi hanya menikmati sumber daya alam. Sedangkan dampak negatif seperti hama kumbang, kebakaran lahan serta sengketa lahan, pihak masyarakat yang menanggung beban.
Penulis: Daud M Nur (artikel ini sudah terbit di Gagasanriau)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H