Inilah realitas yang ada, garis kemiskinan si tukang becak diukur dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran si tukang becak.
Dengan kebutuhan tersebut, tidak jarang ditemukan penarik becak masih berkeliaran sampai malam hari. Padahal usia mereka sudah memperihatinkan, itu semua tuntutan ekonomi yang harus dipenuhi. Artinya nasib pengayuh becak harus ditanggapi dengan serius, masih banyak penarik becak yang lansia.
Untuk meningkatkan pendapatan penarik becak, perlu  inovasi agar lebih manusiawi. Artinya pemerintah Indragiri Hilir harus mencarikan formula, dari becak tradisional menjadi becak modern.
Inovasi tersebut untuk menyelamatkan perekonomian para tukang becak yang dinilai masyarakat ekonomi bawah dengan memodifikasi dan dikemas dengan baik. Bukan tak mungkin becak malah bisa jadi ikon wisata yang menarik di Indragiri Hilir dan tetap eksis.
Jika ada inovasi dari Pemerintah, keberadaan becak akan kembali diterima oleh masyarakat dan menjadi daya tarik para pengguna angkutan becak tersebut, dengan mengkonversinya menjadi becak yang digerakkan mesin tanpa menghilangkan keaslian bentuk becak itu sendiri.
Penulis: Daud M Nur/Gagasanriau (dimuat juga di gagasanriau.com)