Jaga stand sampai akhir
Dandannya 1 jam, narinya 5 menit. Byuh, begitulah nasib ronggeng dukung Seitingen yang barusan menari, teman-teman. Kalau nggak dari hati, mustahil ini dijalani. Ogah kali, ya.
Badanku basah dari keringat dari menari dan panasnya hawa ruangan, segera saja aku ganti rok di toilet. Kembali ke stand, aku usung kostum yang masuk ke tas kain. Semua aku taruh di dalam koper kecil warna oranye dan masuk di bawah meja.
Kipas-kipas cari angin, aku duduk di atas bangku stand Koteka. Saat dua orang asing mendekat, aku berdiri dan menghampiri mereka. Mata-mata biru mereka menatapi sketsa dan foto yang ada.
"Aku pernah ke Indonesia. Indah!" kata si ibu. Ia menyebut nama Toraja dan Bali.
"Wah, luar biasa. Ibu sudah pernah ke Raja Ampat." Semangat sekali aku mempromosikan surga dunia tersembunyi di sana. Si ibu dan bapak manggut-manggut.
"Buku ini milik kamu?" Si bapak memegang buku-bukuku.
"Iya, ini tentang Jerman. Ada yang tentang perjalanan wisata seantero Jerman, ada yang berisi motivasi bagaimana bisa pergi ke Jerman dan apa yang bisa dilakukan." Aku tersenyum.
"Wah, bagus. Buku berikutnya bagaimana?" Si bapak menanyakan tentang rencanaku. Kemudian, aku mencoba menawarkan sketsa yang dijual Ruang Garasi. Sayang nggak beli. Harganya 50 euro satu sketsa atau Rp 800.000 tapi bisa dinego, sih.
Pengunjung stand memang nggak banyak tapi aku senang sekali menjaganya karena bisa berkomunikasi dengan orang Indonesia, orang Jerman dan orang asing. Ada beberapa mahasiswa asing yang ikut datang. Komunikasinya jadi berbahasa Inggris, nih. Seru banget mempromosikan tempat-tempat wisata nusantara kepada mereka.
Ah, nggak terasa, waktu menunjukkan pukul 17.00. Aku pikir, sudah capek kali, ya, menjaga stand Koteka dari pukul 10.00. Aku memutuskan untuk menutup stand dan memberesi barang-barang. Mbak Siti baru beres-beres standnya satu jam setelahnya.