Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kapan Skutis Jadi Transportasi Umum di Indonesia?

9 Oktober 2023   03:17 Diperbarui: 9 Oktober 2023   05:43 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parkirnya yang bener, dong (dok.Gana)

"Seit dem 15. Juni 2019 drfen E-Scooter laut Gesetz in Deutscland im Straenverkehr genutzt werden. Dabei sind jedoch einige Regelen zu beachten. Unter anderem mssen die Elektro -- Roller ber eine Allgemeine Betriebserlaubnis (ABE) verfgen."

Begitu informasi yang di aku baca di internet. Artinya sejak 15 Juni 2019, e-skuter (disebut skuter elektris atau skutis) telah diizinkan untuk digunakan di jalanan Jerman sesuai hukum yang berlaku. Namun, ada beberapa aturan yang harus dipatuhi. Antara lain, skutis tersebut harus memiliki surat izin usaha umum atau ABE.

Sejak Januari hingga September 2022, dilaporkan 7 orang di Jerman meninggal akibat skutis. 5000 orang diantaranya pernah mengalami luka-luka karenanya. Dikatakan bahwa alat itu tidak hanya membahayakan orang lain tapi juga sang pemakainya. Apalagi tanpa helm.

Di Paris, Montreal dan Barcelona, skutis memang sudah dilarang. Selain dianggap berbahaya bahkan menyebabkan kematian, voting dari masyarakat tentang larangan penggunaannya menguatkan aturan baru itu. Di Jerman sendiri sedang ada pro dan kontra apakah ini akan dilarang. Untuk sementara di kota kami, masih bisa bebas pinjam.

Pengalaman naik Skutis

Di rumah kami, ada satu skutis premium untuk anak nomor dua yang harus PKL di taman kanak-kanak dua minggu per bulan. Selama ini belum pernah terjadi kecelakaan atau sejenisnya yang membahayakan. Nah, dalam pemakaiannya, tidak diharuskan memakai alat pengaman seperti helm atau pelindung lutut atau tulang punggung. Aku takut, anakku nggak takut naik skutis. Idih, aku penakutttt.

Makanya sampai tanggal 30 September 2023, aku belum pernah sekalipun naik skutis.

Sampai suatu hari, kami berada di Helsinki. Aku sudah cerita sedikit mengapa aku ke sana, ya. Di sini. Yup. Akhirnya aku mengendarai skutis juga. Terpaksa.

Awalnya, kami hendak jalan-jalan mengelilingi Helsinki. Aplikasi HSL, sudah kami download. Di sana, kami bisa membeli tiket kereta dan bus. Sayang, setelah diutak-utik dan mengisi form, tetap saja nggak berhasil. Putus asa, kami memandang jalanan. Banyak skutis berserakan!

"Naik e-scooter saja, ya?" Suamiku usul. Ia sudah beberapa kali naik di kota-kota di Jerman yang kami kunjungi. Ia nge-fans banget sama transport tunggal ini.

"Aku belum pernah seumur hidupku. Aku takut. Apalagi jalanan ramai, ah." Walaupun aku bisa main ski, aku sporty, tetap saja aku takut mengendarainya di antara mobil dan motor yang ada di jalanan negara yang belum pernah aku datangi sebelumnya itu. Namun, demi membelah Helsinki selama 5 hari, aku memberanikan diri. Berubahhhh!!!

Suami membuka aplikasi, mengecek apakah masih ada abonemen sisa di Jerman. Kebetulan suami punya Lime, di Helsinki ada juga. Dia segera men-scan kode di skutis. Bunyi nyaring terdengar dari skutis, menandakan transaksi berhasil. Kalau nanti selesai, harus mengulanginya dan klik selesai memakai. Tentu saja tidak lupa memotret skutis di parkir di mana dan dikirim sekalian.

Barcode di stang skutis dan info baterei skutis di display stang (dok. Gana)
Barcode di stang skutis dan info baterei skutis di display stang (dok. Gana)

Nilai plus skutis

Sebelum memutuskan apakah sebuah kota atau satu keluarga memiliki fasilitas skutis, menurutku, ada beberapa pertimbangan positif yang mendukung pemikirannya bahwa skutis itu:

  • Memudahkan. Dari pengalaman menggunakannya, pertama aku jadi merasakan betul betapa transportasi ke mana-mana begitu mudah dijamah dengan skutis ini. Tanpa formalitas yang ribet, kami bisa mengendarainya. Mau ke mana dan kapan saja bisa, dengan skutis.
  • Murah-meriah. Dengan patokan harga start tambah harga per menit, membuat kantong kita nggak kempes, nih. Di Jerman, setiap vendor mematok hanya 1 euro atau Rp 15.000 untuk start. Harga pemakaian per menitnya berbeda. Misalnya Lime 0,20 euro atau sekitar Rp 3000. Sedangkan Tier, Bird, Voi, Hive, Jump, Circ mengenakan bea 0,15 per menit. Tinggal mengalikan berapa lama kita mengendarainya. Helsinki memang lebih mahal harga start-nya, yakni 3,5 euro atau 50 ribu rupiah. Belum per-menitnya. Untuk  informasi, untuk Lime bisa digunakan berdua. Artinya kalau beli voucher untuk 1 jam, bisa dibagi dua dengan dua skutis (satu skutis masing-masing setengah jam). Untuk vendor lain biasanya hanya satu skutis per aplikasi.
  • Ramah lingkungan. Namanya saja e-scooter alias electric scooter, skuter elektris atau skutis. Energi yang dipakainya sangat ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara seperti BBM. Polusi suara juga dihindari karena suaranya nggak berisik, kalem, gitu. Iya, kayak kamuh.
  • Pool-nya banyak. Melalui aplikasi yang kita unduh, kita tahu di mana saja kita bisa menemukan skutis yang bisa kita pakai.
  • Tempat parkirnya nggak makan tempat dan memadai. Dibandingkan dengan parkir mobil atau motor, tentunya parkir skutis yang super ramping ini menguntungkan. Lahan yang dibutuhkan tidak banyak. Dikatakan satu parkir mobil bisa untuk 20 skutis! Solusi bagus untuk kota yang nggak banyak tempat parkirnya.
  • Ada asuransinya. Baik dari perusahaan atau pribadi yang membelinya, harus ada asuransinya. Artinya kalau ada apa-apa terjamin. Entah rusak, merusakkan atau hilang, ada solusinya. Jadi, aman! Biasanya skutis itu anti maling. Makanya kalau ada yang ambil skutis tanpa aplikasi apalagi nggak bayar, akan ada bunyi "nguing-nguing", raungannya menandakan kalau ada usaha untuk menggunakannya tanpa izin, tanpa bayar dan sejenisnya. Haha. Jangan kaget, jangan panik. Segera pencet aplikasi di HP.
  • Bisa dilipat. Skutis setelah dipakai, bisa dilipat dan digotong untuk disimpan di rak, di sudut ruangan, garasi atau tempat khusus. Untuk yang Skutis yang agak besar, biasanya berat. Hati-hati dalam menggotongnya.
  • Menggunakan GPS. Melalui sistem ini, nggak hanya bagus untuk pihak managemen peminjaman skutis dalam maintainance. GPS mengatur daerah mana yang nggak boleh dilewati skutis (biasanya ada tanda dilarang masuk dan skutis nggak bisa jalan), harus berjalan lebih pelan dari kekuatan kecepatannya, misalnya 5-10 km/jam (biasanya ada gambar kura-kura di display stang skutis).

Jalur skutis sama dengan jalur sepeda (dok.Gana)
Jalur skutis sama dengan jalur sepeda (dok.Gana)

Parkirnya yang bener, dong (dok.Gana)
Parkirnya yang bener, dong (dok.Gana)

Keburukan skutis

Dari pengalaman mengamati peminjaman skutis umum sebagai alat transportasi di perkotaan Jerman dan Finlandia, aku percaya skutis:

  • Menyebabkan kematian. Seperti yang terjadi di Jerman, sudah ada 7 orang meninggal karena mengalami kecelakaan saat mengendarainya. Aku nggak tahu pasti bagaimana kejadiannya. Namun, ini sudah meyakinkan kita bahwa kendaraan yang lebih cepat dari orang berjalan atau sepeda kayuh tapi lebih lambat dari sepeda motor 50 cc ini, berbahaya kalau nggak hati-hati alias harus waspada. Biasanya Batasan skutis adalah 20 km/jam. Aku dengar ada juga yang sampai 40 km/jam.
  • Mengakibatkan luka-luka. Baik yang memakai ataupun orang lain yang ada di sekitarnya bisa terluka, jika yang pakai e-scooter nggak konsentrasi dalam mengendara dan atau orang lain nggak waspada ada e-scooter lewat.
  • Harganya mahal. Di pasaran Jerman, harga satu e-scooter baru dibandrol 100 -- 900 euro Rp 1.600.000 -- Rp 14.400.000. Harga yang bekas lebih murah dan bisa didapatkan secara online juga.
  • Orang jadi malas jalan kaki. Saking mudah dan nyamannya dalam mengendarai e-scooter, bisa saja orang jadi malas jalan kaki. Wong pakai kendaraan ini asyik dan keren, sih. Untung saja, hutan di depan rumah kami menyadarkanku bahwa, udara segar dan sehat itu harus dikonsumsi setiap hari dengan berjalan kaki menembusnya, di mana pohon-pohon besar sudah siap berbagi oksigen yang disimpan di antara milyaran dedaunannya.
  • Suaranya pelan, nggak terdengar. Ini membuat orang-orang nggak awas ada skutis lewat. Walaupun sebenarnya banyak skutis yang dilengkapi bel kencang supaya kalau mau lewat, dikasih jalan orang.
  • Waktu cas lama. Dibandingkan dengan mengecharge HP atau kamera, konon nge-charge skutis itu lama. Jadinya malam hari sebelum esoknya dipakai, harus dicharge. Memakai listrik di malam hari di Jerman juga lebih murah dibandingkan dengan pagi atau siang hari. Jangan lupa nge-cas! Nggak asyik kalau pagi-pagi mau berangkat kerja atau sekolah, skutis ngadat karena low batt.
  • Berserakan di mana-mana. Ini kadang merusak pemandangan kalau pas jalan-jalan. Rupanya ada beberapa pengguna yang nggak tertib memarkir skutis di pool yang tersedia. Sekalipun diparkir di pool, ada yang nggak secara benar mendirikan skutis dengan standar yang ada di bagian bawah. Akibatnya, skutis ambruk dan lecet-lecet.
  • Memerlukan jalur khusus. Di Jerman dan Finlandia, skutis memakai jalur jalan sepeda. Jadi, jika ada jalan yang mana aspalnya ada gambar sepeda, skutis boleh lewat situ. Jika semua jalan harus dibagi seperti ini, pasti butuh pengaturan khusus supaya mobil, motor dan skutis bisa berbagi jalan dengan aman dan nyaman. Kalau nggak ada jalur khusus, campur dengan motor dan mobil di jalan raya, bayangkan saja bagaimana stress dan traffic yang terjadi karenanya. Si Komo lewat alias macet.

***

Penduduk Jerman ada 81 juta. Warga Finlandia ada 5,5 juta. Ada yang mau pindah ke sana? Hahaha, think about it....

Indonesia sendiri memiliki 250 juta orang. Sekalipun sudah banyak ditemukan skutis di tanah air, aku nggak tahu apakah suatu hari, transportasi ini akan menjadi transportasi umum yang jamak bisa ditemui di kota-kota besar di negara kita. Ingat, ya. Polusi udara di Jakarta, sudah buruk. Pastinya di kota-kota besar lainnya bisa jadi serupa. Sudah diukur?

Baiklah, dengan perbandingan kebaikan dan keburukan skutis di atas, pastinya membantu pemerintah kita atau pihak swasta dalam mengejawantahkan ide mengembangkan transportasi modern yang ramah lingkungan ini di kota-kota besar di Indonesia. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun