Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mbak Kana: "Nggak Ada Kanvas, Kardus-pun Jadi"

28 September 2023   01:56 Diperbarui: 28 September 2023   02:03 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kana Fuddy Prakoso, pelukis yang memilih kardus mie menggantikan kanvas (dok. Gana)

Minggu, 27 Agustus 2023

Setelah 13 hari berada di Indonesia, aku tiba di Jerman. Belum juga mendudah semua bagasi yang jumlahnya 148 kg, aku menemukan sesuatu yang lezat di tas tanganku. Ya ampun, onde-onde!!!!

"Onde-onde mbak Kana sampai jerman dan kumakan di mobil enak tenan." Begitu aku tulis sebuah pesan di Whatsapp pada si empunya Onde-onde. Itu aku tilep saat kami berada di Ruang Garasi. Waktu itu bersama teman-teman Koteker dan Kompasianer, kami mengunjungi rumah mbak karena karena lagi ada hajatan pamer lukisan wayang mbak Sari Koeswoyo, muridnya. Sebelum pulang, aku ingat bisikanku padanya, supaya aku dibagi no HP, siapa tahu butuh dan menjaga silaturahim. Aku selalu punya feeling. Eaaa...

"Wah. Alhamdulillah, terimakasih, mbak Gana, walau baru Onde-onde dari Ruang Garasi yang sampai Jerman, semoga nanti kawan-kawan dari RG bisa sampai Jerman dan berpameran di sana." Perempuan berjilbab dan berwajah bersih nan bersinar itu sedang menggantungkan mimpinya ke Jerman. Inshaallah.

"Inggih, mbak. Matur nuwun sadayane." Aku membalas dengan bahasa Jawa, mengucapkan terima kasih atas segala pintu yang dia bukakan untuk kami semua.

"Sami-sami." Mbak Kana ganti membalas dengan Bahasa Jawa. Nggak tahu mengapa, aku menduga  bahwa mbak Kana orang Jawa. Mungkin dari tindak-tanduknya yang sangat luwes nan baik. Cie.

"Reportase awal lainnya nyusul." Begitu aku kabarkan, bersamaan dengan link reportase beberapa kawan yang menjadi peserta dalam Kotekatrip-9 yang kusetorkan padanya.

"Terimakasih, mbak." Mbak Kana girang. Aku bayangkan mbak Kana menguliti satu-satu artikel teman-teman di Kompasiana.com.

"Nuwun." Aku juga merasa berhutang budi.

"Sami-sami." Nampaknya mbak Kana juga merasakan hal yang sama. Simbiosis mutualisme, bukan benalu. Xixi.

***

Selasa, 12 September 2023.

"Mbak kana, Apa kabar?" Namanya Gana, kalau lagi butuh, pasti nyari-nyari gitu, deh, "Minggu besok, 17 September sudah ada acara Jam 16 WIB? Mmm nge-zoom, yuk dengan Komunitas Traveler Kompasiana tentang Rumah Garasi." Aku utarakan keinginanku dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling.

" Kabar baik, alhamdulillah. Boleh. See you 17 besok, ya, mbak. Saya di-share link-nya saja." Mbak Kana langsung ACC. Menyenangkan, ya? Kalau semua narsum seperti itu, lapanglah pikiranku tiap Sabtu.

"Siap. Aku bikin dulu pengumuman, flyer dan linknya nanti, ya, mbak. Baru mak jleg, sampai rumah." Butuh tiga jam untuk sampai di rumah kami dari Frankfurt. Setelah itu pasti mengeluarkan barang-barang dari Indonesia. Ngaso sebentar, baru bisa kerja. Namanya manusi bukan mesin. Kalau dipaksa, bisa turun mesin.

"Sip." Mbak Kana setuju.

"Itu, ya, mbak. Acaranya Minggu 17 September, jam 16 WIB. Flyer tak utak-utik dulu. Nah,

nanti nyenggol sedikit soal Blok M, ya." Link zoom yang kubuat dalam hitungan detik terkirim kepadanya.

"Ruang Garasi, mbak. Bukan Rumah Garasi. Terus yang boleh gabung siapa saja, mbak? Umum atau hanya kawan kompasiana members?" Mbak Kana mengoreksi data di flyer. Ternyata aku salah tulis. Dasar kupingnya belum dibersihin. Haha. Kayaknya, ia mau membagikan pada kawan-kawannya yang bukan penulis di Kompasiana. Mengapa tidak? Bagus, malah.

"Waduh, salahhh. Aku perbaiki nanti. Peserta boleh umum dan Kompasiana members, mbak."Aku mengakui kesalahanku. Nggak fatal, sih. Digital bisa disulap.

"Sip." Mbak Kana happy. Tapi aku yakin, dia nggak lunjak-lunjak.

"Nanti 30-40 menit saja zoomnya." Aku mengingatkan mbak Kana supaya nanti selama acara singkat, padat dan berisi. Kalau bertele-tele dan nggak focus, waktunya nggak cukup dan kena cut.

"Ya, mbak, makasih." Perempuan berkacamata itu menerima informasi penting yang aku sampaikan. Sebuah logo Ruang Garasi, disematkan di WA.

"Waduh. Iya sebentar, mbak tak templekke." Karena hanya logo Koteka dan award Kompasianival 2021, baru sadar kalau Ruang Garasi belum ada logonya di flyer acara.

"Maaf, ya, jadi bolak balik revisinya." Karena flyer sudah jadi, mbak Kana merasa nggak enak karena artinya, aku harus menambal-sulam flyer dengan logo yang baru saja ia kirim.

"Buat mbak Kana, tak lakoni. Wkwkwkwk." Aku pikir, jika ada orang baik padaku, aku nggak segan melakukan kebaikan lagi dan lagi pada yang bersangkutan. Kalian setuju? "Mbak, kapan-kapan bikin kelas lukis sama kompasianer di ruang terbuka, dong ... bungkus nggak mbak?" Aku menyodorkan ide baru.

"Boleh mbak....24 September nanti ada workshop di Ruang garasi kalau join, silakan." Mbak Kana menanggapi ajakanku. Kebetulan memang sedang digodog rencana acara offline melukis di RG.

Mbak Kana dan mbak Gana, jejeran online (dok.Gana)
Mbak Kana dan mbak Gana, jejeran online (dok.Gana)

Kalau jadi moderator harus murah senyum, biar fotogenic (dok:Gana)
Kalau jadi moderator harus murah senyum, biar fotogenic (dok:Gana)

Lukisan mbak Kana dengan tinta China (dok.Gana)
Lukisan mbak Kana dengan tinta China (dok.Gana)

***

Akhirnya, acara zoom itu terselenggara. Mbak Kana menceritakan awal mulanya ia melukis. Rupanya memang dari keluarga seni. Nggak heran kalau ia berkiprah juga di dalamnya. Jebolan ISI Jogjakarta itu merasa bahagia mendapat dukungan banyak seniman dalam mendirikan, membangun dan mengembangkan Ruang Garasi, ruang bagi semua seniman di Jakarta dan sekitarnya.

Di layar zoom, mbak Kana memperlihatkan hasil karyanya yang kebetulan ada di dekat mejanya. Ya, ampun, bagus. Sebagai moderator, akupun nggak lupa menyatroni instagramnya. Mulai dari foto dan video yang ada di akunnya, aku bagi di layar.

Mengesankan sekali pengalamannya dalam memamerkan hasil karyanya dengan media kardus. Rupanya mbak Kana 16 tahun tinggal di dekat pasar. Sehingga ia sering melihat kardus. Sayang kali, ya kalau dibuang ke sampah. Makanya, ia pikir, bisa dong jadi bahan untuk berkarya. Dan itu diawali dari sebuah kejadian, di mana mbak Kana mau melukis tapi lupa membawa bahan dan peralatan. Akhirnya, kreativitasnya meledak. Ia ambil kardus bekas sebagai bahan kanvas. Sedangkan kuas, ia memilih ranting pohon. Luar biasa. Bahan kardus menjadi terbiasa ia gunakan sebagai media antimainstream karya-karyanya. "Nggak ada kanvas, kardus-pun jadi", katanya.

Yang paling ajaib adalah, kehadiran mbak Kana waktu itu bukan sekedar untuk memenuhi undangan Koteka sebagai narsum, namun bersama Koteka menyusun kekuatan untuk menyambut hangat die Koteka dan mbak Siti yang ada di Bonn, untuk ikut acara pameran tahun depan di Cologne. Itu kota besar di Jerman yang terkenal dengan gereja, di mana Sylvester Stallon beberapa kali ikut misa di sana. Di kota itu pada bulan September, biasanya ada acara Pasar Senggol. PS adalah pestanya diaspora Indonesia di sana. Nanti, Koteka bikin tenda pameran, deh. Doain, ya. Ada yang mau bantu? Go international! (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun