Kata Katon Bagaswara ... "Yogyakarta, pulang ke kotamu."
Aku benar-benar pulang ke kota ini. Kota yang bikin aku mengenang masa-masa muda di Malioboro. Masa-masa di mana aku masih tergabung di LSM IIWC, aku sering mengantar relawan ke sana untuk plesir. Supaya mereka nggak kurang piknik, walau harus ada tugas sosial di negara kita ini.
Dan hari itu, Rabu, 23 Agustus 2023, aku berangkat pagi banget ke sana. Selain ke Keraton dan Museum Wahanarata, aku dan kawan-kawan Koteka dan KJOG mampir ke Ndalem Benawan.
Apa itu Ndalem Benawan?
Ndalem, yang aku tahu dalam bahasa Jawa halus artinya rumah. Rumah keluarga besar K.G.PH. Benowo HB VIII. Itu merupakan salah satu dari 3 ndalem yang masih asli dan sangat terawat. Hari itu, yang menemui kami di sana adalah R.M. Kukuh Hestriasning atau akrab dipanggil Gusti Aning. Beliau adalah dewan pembina Faircle Coop, di mana dik Yunanto Nugroho selaku foundernya. Mereka ingin mengangkat derajat dan ekonomi para pelaku ekonomi kreatif.
Rumah khas Jawa yang aku masuki, memiliki aura yang sama dengan rumah-rumah Jawa yang sebelumnya pernah aku datangi. Jawa banget. Joglo rumah yang pastinya asyik buat duduk sambil menikmati angin. Kursi-kursi yang mengingatkanku pada produk Jepara yang tertata di sana, pendopo yang asyik buat duduk bersila sampai gringgingen alias kesemutan. Gelap-gelap terang lampu yang meneranginya. Semua khas.
Gusti Aning dan istri yang berpakaian Jawa tampak luwes berdiri menyambut kami. Untung aku pakai baju kebaya dan jarik, kain batik. Nggak ngisin-isini. Aku nggak malu bertemu mereka, karena aku jauh-jauh dari Jerman siapin pakaian tradisional untuk acara ini. Cuma satu, lupa sanggulan karena ribet banget. Berangkat dari Semarang pukul 6 pagi. Nggak sempat nyasak sama nyanggul. Ya sudah, rambut aku jepit dengan jepitan berkain yang aku beli di Hongkong. Itu tempat wisata yang aku kunjungi sebelum aku ke kampung halaman. Nggak ada gelung, jepit-pun jadi.
Beberapa menit kemudian, kami dipersilakan duduk lesehan, acara dilanjutkan. Saat zoom itu, aku menjadi moderator, sebelahan dengan Gusti Aning. Rasanya sudah kenal lama, sudah pernah ketemu jauh-jauh hari, tenang dan senang banget, deh. Suaranya juga khas Jawa, menggelegar dan berkarakter, walau tidak meninggalkan kesederhanaan priyayi. Wajah beliau khas bangsawan Jawa. Mirip-mirip begitu, deh. Mungkin saja karena masih ada hubungan darah antara keluarga bangsawan satu dengan bangsawan lainnya.
Waktu makan, aku semeja dengan Gusti Aning dan ibu. Kok, aku nggak di lantai, ya? Nggak dong, karena bangsawan ini mempersilakan siapa saja untuk duduk di sekitar beliau-beliau. Satu set kursi; dua panjang, meja dan dua kecil. Aku letakkan tas isi barang-barang lenong berisi souvenir untuk peserta, snack dari zoom Kotekatalk-149 bersama Gusti Bendara, tas tangan dan souvenir yang aku beli dari Rumah Benawan. Ya, ampun, aku ini kalau ke mana-mana, bawaannya banyak bingit.
Habis makan, aku termangu. Heran. Heran banget aku melihat dan merasakan keramahtamahan mereka yang asli Indonesia. Tidak dibuat-buat. Ini yang aku sangat rindukan kalau aku balik ke tempat perantauan. Keramahan sejati yang pakai hati. Kok, bisa, ya? Aku ini kan rakyat biasa. Walau tinggal di Jerman-pun, aku bukan bule.
Usai bercakap-cakap sebentar untuk mengucapkan terima kasih bahwa kami diizinkan untuk mengunjungi rumah beliau, aku menghampiri sudut sebelah kiri rumah Benawan. Ohhhh. Banyak produk-produk anggota kampung wisata setempat. Yang bikin ngiler adalah makanan kuliner, cemilan hingga barang-barang kerajinan pakaian serta sovenir khas jogja dengan harga bervariasi. Yah, shopping lagi!
Sampai rumah di Jerman, aku google nama beliau. Siapa Gusti Aning?
RM Kukuh Hestriasning adalah trah dari Hamengkubuwono 8 dan Hamengkubuwono 7. Beliau punya banyak jasanya dalam membuka galeri khas Jogja "Cepuri Ndalem Benawan." Selaku ketua BPD UKM dan IKM Nusantara, beliau bermaksud meningkatkan usaha dan mensejahterahkan anggota UKM (Usaha Kecil Menengah) dan IKM (Industri Kecil dan Menengah). Luar biasa, ya.
Menurutku, memang harus begitu, sih. Menjadi bangsawan harus merakyat, memikirkan rakyat kecil walau sudah tercukupi semua kebutuhannya. Membaur dengan masyarakatpun sangat penting, karena bangsawan tidak akan tinggi tanpa dijunjung rakyat jelata seperti aku ini. Bangsawan tidak akan termasyur kalau tidak memulyakan rakyatnya, nggak punya follower.
Sekarang aku mau tanya. Kalau kamu jadi bangsawan, apa yang akan kamu sumbangkan pada rakyatmu? Jangan hanya tanya gaji, ya. Berani blusukan, kan? (G76)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI