Barangkali ada yang belum tahu aku tinggal di Jerman. Kalian tahu rasanya kangen tanah air? Kejam! Karena untuk mengobatinya, aku harus mengeluarkan banyak biaya, waktu yang nggak sedikit, energi yang luar biasa.
Kok, bisa? Betapa tidak? Harga pesawat yang biasanya dulu bisa aku dapat 6 bulan sebelum keberangkatan, hanya dengan 450 euro alias kira-kira 5 juta rupiah, musnah! Kemaren itu satu orang kami dikenai 1680 euro atau kira-kira 26 juta rupiah. Kami berempat supaya ketemu keluarganya asyik. Biangnya corona dan krisis di Ukraina, BBM jadi mahal. Ingat bahan bakar pesawat adalah kerosin. Lagian banyak maskapai yang dying karena selama corona banyak yang harus diparkir pesawatnya, banyak PHK, terancam bangkrut. Begitu pandemi pergi, perhitungan penerbangan jadi mahal. Berdoa supaya harga kembali damai, supaya kami sering-sering pulang. Aku suka kasihan sama ibuk, kangen dengan suasana di kampung, mencicipi makanan nusantara dan ketemu teman-teman. Hiksss.
Ach. Soal waktu, nggak sebentar. Nggak! Aku harus duduk 16 jam di kursi pesawat, ditambah 3 jam check in di Frankfurt, 3 jam perjalanan mobil dari rumah, transit minimal 3 jam di Jakarta sebelum menuju Semarang, kampung halaman. Jadinya dua hari satu malam baru sampai. Masyaallah! Pepatah Jerman Wer schn sein will, muss leiden." Artinya siapapun yang ingin cantik atau enak, harus kerja keras. Kalau mau dalam satu detik, jadi jin baik aja. Cling! Itulah sebabnya kami biasa pulang di bulan Agustus di mana anak-anak liburan sekolah selama 6 minggu dan pekerja biasanya dapat 2-3 minggu liburan. Kalau hanya seminggu, habis di jalan dan capek saja dapatnya. Kayak zaman dipenjara di hotel tuh. Hilang 10 hari. Huh!
Babagan energi. Tahu rasanya untuk sampai ke tanah air? Seperti digebukin! Duduk di pesawat kursi ekonomi itu nggak jenak. Geser kiri, geser kanan, kaki angkat, kaki turun, jalan-jalan di koridor, jalan ke toilet... masih juga peggaaaaall. Beda sekali kalau pakai kursi bisnis yang harganya pasti berlipat-lipat dari harga kursi ekonomi. Bisa duduk selonjoran, bisa tidur lelap selama perjalanan dan diservice manis oleh para pramugari/pramugara, dapat hadiah. Pokoknya heboh. Itu nggak terasa, kayak duduk di sofa di rumah aja. Lain kali aku ceritain, biar pada ngiler. Xixixixi ...
Mengatur Kotekatrip-7 di Semarang
Sebab-sebab di atas itulah, aku ingin memanfaatkan kunjunganku ke Indonesia makin mantab. Jadi nggak cuma liburan bersama keluarga tapi ngiras-ngirus agar ketemu teman-teman baik yang aku kangeni. Yang bikin jutek, aura negatif melipir saja dariku. Hahahaha...
Aku kontak manager dari Sam Poo Kong yang pernah janji ngasih voucher gratis masuk tempat wisata merah itu dari acara Kotekatalk yang narsumnya Anandita Rienaldi, S.E. Jangan panggil Gana kalau nggak pinter nyolek. GM memaafkan kehangusan 10 tiket Kompasianer yang sudah lebih dari setahun nggak diambil-ambil. Alhamdulillah. Rejeki anak manis dan baik begini, nih. Pesanku, hidup sekali dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Berkata yang baik, berbuat yang baik, menginspirasi yang baik. Eaaaaa ...
Sebagian Koteker, sebutan Kompasianer yang suka travel dan sering ikut acara Koteka online offline, ada di Jakarta dan sekitarnya. Aku bingung. Kalau acaranya di Semarang, berat di ongkos dan pasti sudah banyak yang ke sana, males. Ya, udah, aku putar otak. Aku ingat ada komunitas yang ada di Semarang yang aku ikuti, yang isi WA-nya selalu "Selamat pagi", dari anggotanya. Ihhhh ... kalau aku komplen, "takut gondrong" (seperti kata ketuanya, Wang Eddy). Segera aku kontak mbak Dinda aka Sri Subekti Astadi. Kompasianer Kudus yang cantik itu biasanya akan menyambut baik tawaran kerjasama Koteka, seperti biasa. Aku mau menghubungi ketuanya Wang Eddy segan, paling lagi sepedaan dia. Hahahaha ... jajakke, om.
Mbak Dinda segera mengumumkan di WA untuk mendata siapa saja yang mau ikut. Kuota 10 orang saja.
"Mbak Gana, tiket 10 masuk Sam Poo Kong itu termask mbak Gana kah?" Mbak Dinda bertanya. Lalu aku jawab bahwa nanti kalau lebih aku yang bayar. Ending-nya, GM -nya bilang:
"Wis, kabeh gratis, mbak." Sambil matanya mengedip memberi aba-aba pada penjaga loket, satpam, guide dan para staff yang mengelilinginya. Kayak ketemu pejabat Semarang, gitu, deh. Wih. Aku bangga bahwa GM sendiri yang turun tangan mendampingi kami selama acara. Luar biasa. Colekan maut. Walaupun GM Dita Lelah sekali setelah acara KTT ASEAN gala dinner yang beberapa hari sebelumnya diselenggarakan di sana, sampai nggak bisa tidur. Demi Koteka, ia rela ngantuk-ngantuk dan capek menggawangi kami dalam trip Koteka bersama Semarkutigakom. Matur nuwun kepada General Manager Sam Poo Kong yang luar biasa humble, supel dan sangat perhatian. Semoga makin murah rejeki dan sehat-bahagia selalu.
Aku sudah lama tinggal di Jerman. Kalau dulu di Semarang suka telat-telat datang entah dari terlambat bangun, macet, motor mogok atau ada acara lain, aku dihajar Jerman. Telat satu detik aja ditinggal, kapok lah aku. Nggak heran kalau jam 9 pagi dari hotel Padma aku sudah menuju Sam Poo Kong dengan grab. Disuruh nyetir sendiri sama suami yang bawa mobil, aku takut. Selain jalannya penuh, macet ... pola menyetir orang Semarang masih belum setertib di Jerman. Lihat saja ketakutan anakku menyeberang Zebra Cross; sampai jerit-jerit takut ketabrak. Di Jerman, yang berhenti bukan penyeberangnya tapi mobilnya. Grekkk! Semoga semakin diperbaiki.
Jam 9.30, aku tanya satpam dekat loket tiket, apakah GM sudah tiba di tempat. Dia menghubungi kantor dan mengatakan bahwa beliau sudah ada di kantor. Jika aku dari Kompas (bukan Kompasiana) aku disuruh nunggu. Aku tersenyum. Dari dulu kalau ngadain kegiatan online offline, banyak orang yang masih bingung membedakan Kompasiana dan Kompas, walau itu satu keluarga. Wkwkw. Kompasiana itu kann platform tempat menulis para blogger dan traveler. Kompas itu group yang punya banyak platform; Kompasiana, koran Kompas, Kompas TV, radio dan sebagainya. Koteka adalah Komunitas Traveler Kompasiana. Orang ingatnya Kompasiana-nya saja. Koteka lahir dari Kompasiana, yang artinya ada di bawah Kompasiana, mendukung program-program Kompasiana dan menginisiasi kegiatan online offline sesuai interest. Koteka lebih ke wisata dan kuliner. Asyik, kann? Yang belum gabung, segera follow medsos kami, supaya nggak ketinggalan info. Keren, lho. Hehehe.
Dari jauh aku lihat dua orang perempuan hilir -- mudik. Aku nggak perhatikan lagi karena aku lagi kepanasan, ngadem di dekat ATM di bawah pohon. Ih, panas banget hari itu. Tapi aku senang karena artinya aku bisa pakai payung. Kalau di Jerman, panas-panas pakai payung dikira orang gila. Kata mereka "Nggak hujan, kok payungan. Payung untuk penangkal hujan, bukan penangkal panas. Panas harus dinikmati, jarang-jarang. Kulit jadi langsat." Kalau orang Indonesia mah, suka ngadem dan nggak suka kulitnya jadi menghitam. Iya, nggak.
Dari jauh aku lihat seorang perempuan digonceng motor oleh seorang pemuda.
"Mbak Wahyuuuu ..." Aku berdiri menghampirinya.
"Mbak Gannaaaaaa ..."Kamipun berpelukan, cipika-cipiki kayak Teletubies, berfoto centil. Sampai gaya levitasi segala. Rokku sobek! Fotografernya sang anak yang setia nganterin bundanya karena suami musti kerja. Joss, dik! Lanjutkan. Aku senang lihat anak berbakti, jangan jadi malin kundang.
Aku buka payung pink. Aku bilang, "Kayaknya itu mau ikutan trip juga, deh." Kudatangi mereka dan pecahlah....
"Kalian ikut Kotekatrip, ya? Aku Gana ..."
"Mbak Gana?" Mbak Prih memelukku. Getaran bahagia bertemu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun hanya berkomunikasi lewat kata-kata di Kompasiana.com, aku rasakan betul. Indahnya persahabatan dengan teman-teman yang sealiran, sefrekwensi.
Lantas aku ketemu Anna, yang juga baru aku temui hari itu, walau kami sudah bekerjasama dalam proyek buku Koteka kedua bersama teman-teman Kompasiana. Dunia kecil.
Satu persatu semua datang. Dari Semarang atas, datang satu rombongan mobil; mbak Tirta, mbak Budiyanti, mbak Sri Wardhani ...
Wang dan mbak Selsa yang jauh-jauh dari Temanggung juga hadir, ya Allah. Rejekiku banyak hari ini bertemu Kompasianer yang ingin mempromosikan wisata lokal Semarang dan bertemu denganku. Cie...
Setelah semua kumpul, aku memberikan kata sambutan mewakili Koteka dan mengenalkan GM dan guide kepada teman-teman Kompasianer. Acarapun segera dimulai. Seperti bebek, kami memasuki pintu masuk jalan tol ke tempel (karena nggak pakai tiket, ya).
Sembari menceritakan ini-itu, kami sesekali berhenti untuk fotoan. Laaaaah ini acara trip apa selfie, sih? Rebutan fotoan sama aku di stand gantungan doa kayu, antri foto sama anggur hutan, antri di pintu merah dan masih banyak lagi. Dasar ibuk-ibuk, nggak mau kalah sama yang kinyis-kinyis di Instagram. Kami pun bergaya. Yaolohhhh happy banget. Memang acara itu akan disebarluaskan di medsos terutama Kompasiana dan Instagram, jadinya dokumentasi penting biar nggak dibilang hoax. Satu persatu bangunan kami telusuri; kuil 1, kuil 2, kuil 3 sampai dengan kapal Ceng Ho. Serasa dibawa ke masa di mana kaisar Ceng Ho datang dan melakukan banyak hal. Luar biasa sekali. Andai aku hidup di masa itu, aku mau selfie sama beliau. Orang hebat yang sangat mendamaikan, mencintai banyak orang dan legendaris sekali. Sisa-sisa peninggalannya membuatku terpana. Mulutku berkali-kali terbuka lalu segera membidik kamera; DSLR dan HP. Repot banget, kata teman-teman barangku banyak banget. Ransel isi kamera gaban, HP, tas isi merhandise dan snack oleh-oleh. Kata orang Jerman seperti Packesel (pack=barang bawaan, Esel=keledai). Keledai biasanya memiliki dua kantong besar di kanan dan kiri. Itulah aku. Hahahaha, dasar!
Tepat pukul 12 acara dihentikan. Kami pun menuju Soto Bangkong. Di sana kami makan siang soto Bangkong, soto legendaris yang ceritanya pernah ditulis dalam buku kuliner Semarang oleh mbak Tirta. Beberapa peserta memang sudah pamit karena ada acara. Terima kasih kepada semuanya yang hadir, ya. Acara trip ke Sam Poo Kong nggak seru tanpa kalian. Yang nggak datang, Anda belum beruntung! Xixixixi ...nggak ketemu artis Jerman yang hanya satu tahun sekali baru muncul, kudu nunggu setahun lagi. Wkwkwk.
Di meja, aku bagi snack dari mbak Suprihati dari Salatiga, enting-enting gepuk, snack kue koya yang teksturnya lembut yang aku beli di Gelael, permen mint isi coklat Jerman dan getuk dari mbak Dhanik kalau nggak salah. Mak nyussss. Ini perutnya isinya apa saja coba...
Nggak terasa, sudah pukul 14. Artinya, acara kudu dibubarkan. Kami tunggu-tunggu, suami dan anak-anak belum juga datang. Beberapa menit sebelum teman-teman masuk grab, mereka datang. Kami pun foto bersama, supaya ada kenangan sama orang Jerman, ya. Sayang putranya mbak Wahyu yang sudah pengen ketemu dari tadi pagi, sudah bablas. Belum rejeki, dik. Wkwkwk. Mereka memang JKT 48 tapi ketemu anak-anakku berasa ketemu Shakira dan Selena Gomes. Eaaaa ...
***
Dari keseruan di Kotekatrip-7 bersama Semarkutigakom (komunitas Kompasianer di Semarang, Kudus, Salatiga dan sekitarnya) itu, banyak inspirasi yang aku dapat.
- Aku senang berhasil mengajak Sam Poo Kong untuk bekerjasama dengan kami.
- Aku bangga teman-teman mendukung wisata lokal dan mempromosikannya di medsos. Thank you!
- Aku semangat bahwa aku dikelilingi teman-teman yang memiliki ketertarikan yang sama, hobi yang mirip dan hati yang baik.
- Aku bersyukur acara liburan, nggak cuma untuk keluargaku tapi juga teman-teman baikku. Sekali datang, dua tiga acara terlampaui!
- Aku makin meyakini bahwa "makan nggak makan kumpul" itu benar dan falsafah berikutnya jadi, "kumpul nggak kumpul, makan." Hahaha. Di Indonesia, aku makan melulu tapi nggak gemuk-gemuk.
- Aku yakin semua ketagihan untuk bertemu lagi tahun depan. Setuju, ibuk-ibukkkk???
Akhirnya .... tabik.
"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia." (Menparekraf RI, Kotekatalk-83, 2 April 2023).
Kalian belum pernah sekalipun bergabung trip Koteka? Ihhh, lain kali jangan ketinggalan kereta, ya. Lihat di sini, ya, dokumentasinya:
- Gana
- Wahyu
- Suprihati
- Wang Eddy
- Yang lain masih utang, nyusul. Wkwkwk. Aku tahu kalian sibuk, namun, kebiasaan buruk jangan dipiaraaaaa. Gek ndang-ndang.
Salam dari Jerman. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H