"Tempat gelandangan, Reeperbahn, taman kanak-kanak.... Ada usulan lagi?" Dosen yang berdiri di depan beamer bertanya serius sekali.
"Bagaimana dengan Babyklappe?" seorang gadis mengacungkan jari dan mengusulkan untuk berkunjung ke tempat bernama Babyklappe. Itu tempat penitipan bayi yang nggak bisa diurus orangtuanya.
Hah? Babyklappe? Apaan, sih? Aku nggak tahu, supaya tahu, aku mengangkat tangan, saat vote dilakukan di dalam kelas. Tujuannya, semakin banyak yang vote, semakin besar kesempatan kami untuk tahu apa itu Babyklappe dan bagaimana manfaatnya bagi masyarakat.
Kebetulan, aku mengajar di TK kecil, untuk anak umur 10 bulan sampai 3 tahun. Untuk itulah, aku pengen ke sana, lantaran ada hubungannya dengan bayi.
***
Sebulan kemudian, kami benar-benar berangkat ke Hamburg dan... berada di tempat itu, Babyklappe!
Pagi-pagi seusai sarapan, kami berjalan kaki menuju Babyklappe. Udara begitu dingin, aku benahi jaket tipis yang membalutku di musim gugur waktu itu. Hamburg memang kota pelabuhan, banyak angin. Syal, topi penutup kepala, baju hangat dan jaket itu pasti jadi pelengkap untuk menapaki jalanan Jerman saat itu.
Sepuluh menit kemudian, kami sudah sampai di depan gedung. Aku pandangi anak tangga menuju pintu. Satu-persatu kami menapakinya dan menuju pintu yang dibuka oleh pemiliknya.
Seorang pria setengah baya tersenyum mengucapkan selamat datang kepada rombongan kami. Kami diajak naik melalui tangga yang kecil dan sempit. Kami dipersilakan untuk duduk manis di kursi yang telah disediakan. Permen dan air putih di pojok ruangan, kami boleh mengudapnya nanti.
Penitipan bayi dibangun tahun 2020