Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rasanya "Mak Nyes" Jika Dirindukan Orang Lain

9 Agustus 2021   20:45 Diperbarui: 9 Agustus 2021   21:24 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sejak Minggu lalu, sampai dua minggu berikutnya, saya ikut "Fremdpraktikum." Artinya, saya harus praktek kerja di tempat lain yang berbeda dari tempat saya magang sekarang (umur 0-3 tahun). Untuk lebih mempermudah, saya pilih "Traeger" atau lembaga penyokong yang sama. 

Jadi tetap di dalam gedung namun dengan kelas yang berbeda (3-6 tahun). Sedangkan 3 minggu berikutnya setelah 3 minggu bersama mereka usai, saya harus mencari tempat magang yang mau menerima saya, di mana anak-anaknya umur di atas 6 tahun sampai 18 tahun seperti di SD, youth center, SLB, tempat penampungan pemuda yang bermasalah atau lainnya. Waduh, belum dapat tempat, nih.

Nah, hari demi hari, saya menikmati bersama anak-anak TK B tersebut. Terbilang ramai juga karena biasanya saya berada di kelas dengan maksimal 11 anak, ini 20 anak. Yahh, kayak "full house." Mana mereka sudah banyak bicara dan aktif sekali. Jadi nggak bisa hanya duduk diam di kursi.

Sebenarnya, saya sudah pernah magang di kelas itu selama 5 minggu, sebelum sekolah dimulai. Itu sebagai syarat diterima sebagai peserta didik PGTK selama 3 tahun (1 tahun sudah berakhir, masih ada 2 tahun ke depan, sigh). 

Eh, saya sudah cerita ya, program yang saya ikuti ini menyenangkan dan menantang; 3 hari sekolah dan 2 hari bekerja sehingga mendapatkan uang saku yang lumayan bisa buat jalan-jalan ke luar negeri atau mencicil mobil mewah. Wkwkwk.

Sayangnya, praktek setahun lalu itu tidak diakui oleh sekolah sehingga harus diulangi. Hmm, Jerman, nggak bisa ditawar. Ya, sudah, laksanakan.

Pada hari pertama, saat sedang berada di dapur karena yang biasa menyiapkan sarapan pagi libur, seorang anak umur 2 tahun nyelonong masuk dapur sambil berkacak pinggang:

"Kamu harus segera kembali ke kelas kami." Telunjuknya menunjuk saya. Mimiknya serius. Ih, beneran. Dia nggak bercanda. 

Segera saya merendahkan badan untuk menyamakan ketinggian badan kami. Saya peluk erat-erat si gadis pirang yang lucu kayak boneka itu. Ya, ampuuuun ... sampai segitunya ia merindukan saya. Di belakangnya, satu demi satu mengikuti apa yang si gadis lakukan. Aih, petjahhh rasanya dada. Mereka merasa kehilangan.

"Iya, mereka menanyakan kamu ada di mana, kok tidak ada di dalam ruangan. Aku jelaskan kamu sedang praktek di TK dan akan kembali 3 minggu kemudian ke kelas yang lama." Seorang guru TK kecil yang menggendong bayi umur 10 bulan mendekat. Ia pasti mencari anak-anak yang ngabur dari kelas, menuju dapur. Iya, menuju saya yang dirindukan. Eaaaaaa...

***

Ini terjadi selama seminggu. Setiap hari, anak-anak mencari saya. Kalau tidak di dapur, mereka berhasil menemukan saya di TK besar. Dan lagi-lagi, meminta saya untuk kembali. "Ah, maafkan daku .. aku mencintai kalian, merindukan kalian." Lirih saya bisikkan ke telinga anak-anak itu sembari memeluk mereka erat-erat. Mereka bukan anak-anak saya, tapi saya tahu apa yang mereka butuhkan.

Keyakinan bahwa mereka merasakan perhatian dan kasih sayang selama 6 bulan ini tentu menjadi faktor mengapa mereka tak bisa melupakan saya. Padahal setiap hari, muka saya tertutup masker paling tidak 7-8 jam per hari. Bagaimana mereka mengingat wajah saya? Mungkin dari bau badan. Yaelahhhh ... sengat bumbuuu kali.

Dari kisah ini, bisa saya tarik benang merah bahwa jika mengenal seseorang dan ada keunikan yang dimilikinya, pasti ini tak bisa dilupakan. Walaupun itu dipisahkan jarak dan waktu? Tidak, tidak bisa. Tak kenal, maka tak sayang. Kalau begitu, kenalilah saya. Jiahhh. 

Akhirnya, menjadi diri sendiri, ikhlas dengan segala apa yang kita lakukan dalam hidup, menjalaninya dengan hati bukan karena semata-mata ada kamera CCTV yang mengintai, adalah hal baik yang harus kita ingat. Pasti ada umpan balik positif yang akan kita terima. Kenikmatan dari dalam yang tidak bisa digantikan dengan material semahal dan sebagus apapun.

Sebab ketika kita dirindukan, rasa yang ada di dada itu hanya... "mak nyessss." 

Sekarang diingat-ingat, apakah ada orang yang merindukan kalian? Atau sebaliknya, kalian merindukan seseorang? Berarti ada sesuatu yang spesial, betul? Berbahagialah karena hidup itu indah saat kita merindukan orang atau dirindukan orang. Mak jleb.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun