Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dua Jam Setelah Divaksin BioNTech, Saya Tumbang Sejam

21 Mei 2021   03:33 Diperbarui: 21 Mei 2021   03:42 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tahu kalau temen kita si A yang jadi dosen sudah divaksin?" Tanya seorang teman lewat whatsapp.

"Nggak tahu. Tapi aku baru saja divaksin 3 minggu lalu." Jawab saya singkat.

"Kalau kamu mati gimana? Berani juga kamu. Ya, aku berharap pikiranku salah." Timpal pria blonde itu.

Keputusan untuk divaksin memang sudah bulat dari awal-awal peluncuran vaksin AstraZeneca di Jerman. Hanya saja banyak isu negatif sehubungan dengan Nebenwirkungen", efek samping khususnya bagi perempuan di bawah umur 60 tahun akan mengalami kelainan trombosit, makanya saya menunggu. 

Teman saya yang dari Iran umur 42 tahun, sudah divaksin ini. Ia mengeluh sering pusing kepala dan lemas. Khususnya pada hari H penyuntikan dan beberapa hari setelahnya. Maknya, saya nunggu saat yang tepat.

Dokter Jerman kejar orang untuk divaksin

Bagaimana sih, antusias warga Jerman lainnya tentang vaksin ini?

Beberapa keturunan Rusia yang tinggal di Jerman, mereka terbang ke negaranya untuk divaksin di sana. Sepertihalnya seorang bapak umur 50 tahun dengan anak lakinya, 19 tahun. Mereka ini ingin melindungi diri tapi negara Jerman kurang sigap. Dengan agen khusus, semua diatur dengan seksama. Apakah ini akan jadi tren di masa pandemi? Tur vaksin.

Seorang tetangga saya, orang Turki yang sudah punya parpor Jerman, memiliki penyakit darah tinggi. Untuk antri vaksin kloter pertama di kampung kami yang 300 orang, pasti lama sampai kloter kelompok kedua dan ketiga. Iapun berinisiatif daftar vaksin ke desa terpencil yang tidak banyak penduduknya. Suntikan anti corona pun didapatnya.

Teman-teman, banyak isu beredar di media massa di Jerman, dengan kasus kematian akibat vaksin. Ini membuat orang ketakutan dan menghindar untuk divaksin.

Seorang tetangga, opa umuran 70 tahun, baru saja saya potong rambutnya karena salon selain mahal, tutup! Dia cerita kalau ditelpon dokter praktek kampung setempat karena belum daftar vaksin. Ia diminta dokter untuk datang pada hari Sabtu, padahal hari itu biasanya praktek dokter tutup.  Jadi dokter kampung menelpon penduduk yang sudah lansia tapi nggak mau daftar vaksin satu-satu. Hebat, ya? Sabar banget, bukannya Ora gelem yo wis" atau Yen ora gelem beneran, akeh sing gelem" alias, "terserahhhhh."

Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum divaksin?

Menjadi siswa Praxisintegrierte Ausbildung" (sekolah sambil kerja selama 3 tahun), yang diharuskan sekolah selama tiga hari dan bekerja di taman kanak-kanak selama dua hari, membuat kami mendapat prioritas pertama bersamaan dengan lansia, untuk divaksin. Jadi ini adalah keuntungan kami, mengingat persediaan vaksin di Jerman, negara modern yang banyak uang dari pajak ini, ternyata stoknya kurang. Dibanding dengan China atau Amerika,  menurut saya, Jerman ketinggalan.

Guru-guru kami yang sudah divaksin selalu menanyakan kepada kami apakah kami sudah divaksin. Dari kami bertigapuluh di kelas, hanya 3 orang. Guru pun geleng kepala. Rupanya alasannya adalah belum percaya dengan AstraZeneca.

Sebenarnya, apa yang harus kami tempuh mudah.

Pertama mendaftar ke pusat penyuntikan vaksin (Das Impfung Zentrum). Saking banyaknya, tidak mudah untuk mendapatkan jadwal. Untung saja, pemerintah memiliki ide supaya dokter kampung juga ikut menyukseskan program vaksin. Ya, kami boleh mendaftar di sana. Segera saya mendaftar. Kata si resepsionis, saya antrinya 3 mingguan karena yang antri 300 orang dari 2000 penduduk. Ternyata, saya disuruh datang satu minggu setelah telepon minta jadwal. Sungguh beruntung.

Kedua, saya harus mendapatkan surat keterangan dari taman kanak-kanak bahwa saya bekerja di sana. Surat ini satu hari jadi, dibuatkan kepala TK.

Ketiga, membawa buku imunisasi warna kuning. Di mana buku ini nanti akan ditempelkan sticker vaksin. Saat ini, diharapkan oleh pemda untuk siapa saja yang sudah divaksin tidak memposting sticker atau bukti sudah divaksin di medsos karena akan memicu kejahatan pemalsuan sticker.

Keempat, mengunduh surat dari website BioNTech yang menyatakan setuju dengan penyuntikan dan mengetahui efek sampingnya. Pada awal vaksinasi di Jerman, tiap dokter harus menandatangani 8 dokumen tebal. Sekarang dipermudah, hanya satu kali, iya dengan surat ini.

Apa yang terjadi setelah divaksin?

Saya mau ngakak ketika ada seseorang yang posting bahwa teman-temannya yang sudah vaksin memiliki gejala beragam; ada yang pusing, bekas suntikannya sakit serasa jarumnya sampai tulang, demam, lemas, mual dan sampai ... hasrat seksnya tinggi. Walah. Bisa aja.

Sebelum divaksin BNT162b2, saya berharap tidak ada gejala apapun. Biasanya, saya akan demam dan bekas suntikannya sakit. Terakhir kali bulan Februari saya vaksin Zecken anti serangga, tidak ada gejala apapun. Mungkin karena saya happy, nggak takut disuntik. Atau kondisi saya fit.

Makanya sebelum disuntik Biontech, saya bertanya apa saya boleh mendengarkan musik favorit dari earphone. Kata dokter nggak usah karena kayak digigit semut. Tidak ada pertanyaan khusus dari dokter "Apa kamu punya alergi?", "Apa kamu konsumsi obat?", saya hanya bilang, nanti saya mau kontrol juga selain vaksin karena saya sering pipis. Xixixi....

Habis disuntik, disuruh duduk selama 15 menit di ruang tunggu, setelah disuntik untuk mengetahui apakah saya ada alergi atau efek samping lain. Selama menunggu, saya mendengarkan lagu The Corrs sama Shania Twain yang mengharu biru. 

Seorang teman yang guru TK, nekad disuntik AstraZeneca,  padahal umur baru 19 tahun. Ia hanya mengalami lemas dan pusing saja, tidak ada tanda biru di tangan atau sejenisnya yang menandakan trombosit.

Ya. Setengah jam berlalu, dokter lupa saya, katanya 15 menit. Akhirnya, dokter memanggil saya untuk disuruh pulang. Vaksin aman. 

Menyetir sendiri, 5 menit sampai rumah. Tidak ada gejala apapun. Segera saya mengerjakan tugas sekolah di ruang computer. Setelah dua jam, mata serasa ngantuk, disirep magic dukun mana gitu. 

Badan saya lemes mau tidur. Untung ada sofa di belakang meja belajar saya. Saya pun segera merebah dan tidur selama 1 jam. Iya, seperti pohon tumbang gitu, deh. Ditebang, tok-tok-tok terus brakkkk ... ambruk di tanah! Yailahhh.

Begitu bangun, saya segar. Alhamdulillah, saya masih hidup. Doakan saya untuk vaksin kedua beberapa minggu lagi, ya. Beruntung buat kalian yang mendapat vaksin dari Johnson yang hanya sekali suntik, habis perkara.

Oh, iya. Ketika saya cerita ke teman-teman guru TK soal tumbangnya saya, mereka mengiyakan gejala ini. Tapi kebanyakan kata mereka pada suntikan kedua, bukan pertama. Lah, berarti suntikan kedua nanti, saya tumbang lagi, dong? Oh, noooo! Pleeeease, deh. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun