Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Begini Rasanya Ikut Ulangan di Sekolah Jerman

16 Maret 2021   14:56 Diperbarui: 16 Maret 2021   15:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak September 2020, saya bergabung dengan 29 siswa Jerman usia 16 tahun ke atas. Rasanya, saya paling tua sendiri di antara mereka, namun ini tidak mematahkan semangat saya untuk mencapai final tahun 2023.

Saya beruntung. Jerman sangat menghargai perbedaan mulai dari jenis kelamin, ras, usia sampai latar belakang budayanya, negeri ini banyak memberi kesempatan kepada siapa saja yang mau dan mampu menjalaninya. Kalian berminat?

Teman-teman, sebagai siswa PGTK, yang di Indonesia dan Inggris, sekolah sejenis masuk kategori perguruan tinggi, tapi di Jerman diturunkan derajatnya karena dikategorikan sebagai SMK, vocational school, tentunya saya berkewajiban menuntut ilmu dan 80% praktek alias bekerja di taman kanak-kanak di sebuah kota. Itu program PIA, khusus, bukan yang klasik.

Oleh karena itu sejak tahun kemarin, saya sudah memiliki pengalaman rasanya menghadapi ulangan.

Yang perlu diperhatikan selama ulangan berlangsung

Karena sekarang ini pandemi, kami masih sekolah online. Hanya saja karena tidak ada setoran nilai untuk rapor, kami diharuskan datang hanya untuk ulangan. Setelah itu kami tidak boleh bergerombol alias langsung tancap gas ke rumah masing-masing.

Beberapa kali mengikuti ulangan di sekolah Jerman, saya biasanya deg-degan. Kadang saking nervousnya bisa sakit perut sampai mencret. Sebelum dimulai, saya sudah bolak-balik ke toilet. Ampun, deh.

Baiklah, ada beberapa hal yang harus saya perhatikan saat ulangan.

Pertama kali yang harus diingat adalah waktu dan ruangan, di mana tes akan diselenggarakan. Ruangan bisa saja berpindah-pindah dan kami tidak boleh ketinggalan info yang dibagikan di Messenger webuntis atau whatsapp group. Waktu juga harus kita perhitungkan, berapa lama waktu perjalanan dari rumah hingga mencapai gedung atau kelas. Pernah saya salah ruangan. Untung saja, saya datang lebih awal, sehingga tepat waktu demi mencari ruangan yang dimaksud. Alamak.

Kedua, selain wajib pakai masker FFP 2 yang seperti saringan mesin pembuat kopi, jarak kursi dan meja 1,5 meter harus dipenuhi. Karena kami ber -- 30, biasanya dibagi dua kelas. Jika jadi satu biasanya ruangannya besar. Saya paling benci dekat jendela karena bisa masuk angin. Dan cahaya dari luar ruangan terlalu terang menyilaukan. Bahkan kadang terlalu berisik kalau ada orang lewat jadi konsentrasinya pecah. Itulah sebab, saya suka memilih sebelah tembok, tertutup dan kuat!

Ketiga, hanya ada bolpen, tip-ex dan air minum di atas meja. Kertas ulangan harus baru, tidak boleh ada coretan sama sekali, dengan jumlah 3-4 lembar. "Maepchen" atau dusgrip tidak boleh di atas meja. Makanan harus menyingkir dari meja. Untuk itu harus makan dan minum yang cukup sebelum tes. Kadang repot juga kalau sedang puasa Senin-Kamis atau Ramadan, eh, perutnya bunyi. Mana ruangan sunyi, terdengarlah sampai ke penjuru ruangan. Ih, malu.

Keempat, kami harus memperhatikan apakah ada alat pengukur oksigen di dalam ruangan? Harus ada! Lampu hijau sebagai tanda aman, tanda kuning sudah ada tanda-tanda bahaya dan merah berarti kami semua harus meninggalkan ruangan demi alasan kesehatan bersama. Jendela dan pintu pun harus dibuka lebar. Siswa boleh mengenakan jaket untuk menahan dingin menusuk kulit.

Kelima, siswa boleh meninggalkan ruangan jika sudah selesai. Soal tes tidak boleh dibawa tapi dikumpulkan bersama kertas jawaban, dan dibubuhi nama masing-masing.

Keenam, tidak ada tambahan waktu bagi siapapun. Selesai-tidak selesai, dikumpulkan. Padahal kadang, saya sulit untuk menemukan kosa kata yang tepat untuk mewakili pikiran demi menjawab soal. Seorang guru psikologi merasa ini kurang adil karena banyak siswa asing yang bahasa Jermannya belum bagus sebenarnya pintar tapi salah paham sehingga hasil tesnya kurang memuaskan. Beliau mengusulkan adanya tambahan 10 menit bagi siswa asing untuk memberi waktu lebih panjang demi memahami pertanyaan dan mempersiapkan jawabannya. Tapi entahlah, apakah ini akan di ACC oleh pihak sekolah.  Saya kira, usul yang bagus dan menguntungkan.

Ketujuh, tempat parkir. Karena tempatnya terbatas, kadang rebutan. Jadi harus datang lebih awal supaya mendapat tempat. Di sebelah sekolah kami ada SMA dan pusat vaksin Corona. Jika salah atau asal parkir di tempat mereka, alamat didenda 30-60 euro atau Rp 500 K -- Rp 1 jt. Payah, kan? Enak juga uangnya ditabung buat jalan-jalan daripada bayar "Buss Geld."

Masalah apa yang biasa dihadapi berkenaan dengan ulangan?

Setelah memperhatikan hal-hal apa saja yang harus diketahui selama tes berlangsung, ternyata tetap saja ada masalah.

Apa sajakah masalah tersebut?

Pertama, tentu masalah Bahasa. Karena meskipun mata pelajaran Bahasa Inggris pun, ada Bahasa Jermannya, apalagi mata pelajaran lain yang berkenaan dengan dunia Pendidikan. Wah, Jermannya padat. Itulah sebabnya, setiap orang asing yang menuntut ilmu di level SMK harus memiliki sertifikat Bahasa Jerman B2. Sedangkan mereka yang kuliah harus memegang C1 sampai C2 tergantung dari jurusan apa yang diambil. Saya kagum pada mereka yang berhasil menyelesaikan kuliah di Jerman. "Respekt!"

Kedua, kalau selama jam pelajaran tidak memperhatikan saat guru menerangkan, pasti banyak ilmu yang hilang percuma. Apalagi zaman pandemi, semua dikerjakan dengan sekolah online. Guru tidak bisa mengecek, apakah siswa benar-benar mengikuti pelajaran atau sedang main HP/ipad? Semua terserah pada pribadi masing-masing. Membohongi guru sama saja dengan membohongi orang lain. Sebaiknya memang konsentrasi penuh saat pelajaran dimulai sampai berakhir supaya ketika harus belajar untuk ulangan, sudah ada banyak ilmu yang nyantel di kepala. Lainnya tinggal ditambahi beberapa hari sebelum ulangan digelar.

Ketiga, tidak memahami pertanyaan. Inilah efek tidak menguasai bahasa lokal yang menyebabkan salah tafsir dari apa yang dimaksud bapak/ibu guru dalam pertanyaan yang dibagikan. Jika salah memahami soal, bagaimana bisa menjawab dengan benar. Selama ini saya amati, banyak guru yang tidak mau tahu. Jika menulis jawabannya 5 meter pun kalau tidak sesuai dengan thema maka dikasih nilai 0. Tidak ada nilai capek menulis. Tidak ada.

Keempat, berhalangan hadir. Bisa saja karena sakit, kecelakaan, macet dan lain sebagainya. Ini hal yang tidak mengenakkan karena jadwal ulang untuk tes pengganti sangat sulit mengingat masa pandemi. Ditambah, waktu yang misalnya 90 menit dipotong menjadi 60 menit. Atau 60 menit menjadi 45 menit. Sehingga ini akan menyulitkan siswa yang menyusul ujian. Bisa menjawab tapi waktunya kurang dan harus dikumpulkan.

Kelima, tidak memiliki catatan penting selama pelajaran atau material yang biasa harus diunduh dari website sekolah. Saking banyaknya dokumen, kalau tidak langsung dirapikan di masing-masing folder, ambyar! Kalau tidak punya bahan bacaan untuk diulangi sebelum ulangan, bagaimana bisa belajar? Perbaiki sistem administrasi kertas dan buku pelajaran adalah hal yang bijak.

Tip untuk memiliki nilai yang cukup di rapor

Namanya manusia. Kalau ada masalah, pasti kita berusaha untuk menemukan jalan keluarnya bukan? Demikian pula dengan nilai rapor. Bagaimana supaya nilai kita cukup?

Sungguh tidak ada target bahwa saya harus dapat nilai 1 atau 2. Kalau sudah 3-4 saja sudah alhamdulillah. Nilai 5 jangan sampai, walaupun ada ketentuan, boleh memiliki nilai merah ini sebanyak 2-3 kali di beberapa mata pelajaran, asal ada mata pelajaran lain yang memiliki nilai 2 untuk penyeimbang. Itu tips pertama. Jadi, sebenarnya masih aman.

Kedua adalah aktif di dalam kelas. Apalagi, sistem nilai rapor di sekolah kami juga mencampurkan nilai keaktifan di dalam kelas. Apakah kamu sering bertanya? Apakah kamu sering menjawab pertanyaan guru? Apakah pendapatmu tepat, tidak asal jawab? Artinya, aktif mengeluarkan suara adalah penyumbang nilai yang cukup signifikan. Lakukan ini!

Ketiga, meminta tugas tambahan. Bahasa Jerman masih tergolong sulit untuk saya pahami, meski sudah lama tinggal di Jerman dan berkomunikasi menggunakan bahasa ini  dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, saya mengikuti nasihat dari bu guru Bahasa Jerman yang mengatakan bahwa siswa yang rajin minta tugas tambahan akan terangkat nilainya. Nggak nyangka, saya dapat nilai 2 untuk Bahasa Jerman padahal tata bahasa saya nabrak-nabrak. Barangkali si ibu menilai saya sudah punya niat baik, berusaha dengan sungguh-sungguh. Jika hasilnya tidak maksimal, setidaknya ada nilai bayangan yang diberikan sebagai bonus atas kerja keras. Intinya; usahakan rajin dan berkomunikasi dengan guru, berkenaan dengan kesulitan kita.

Keempat, belajar sungguh-sungguh. Setiap usaha pasti ada hasilnya. Kadang ada siswa yang belajar sebentar saja dengan sistem SKS (sistem kebut semalam), sudah menempel di otak. Ada pula siswa yang berminggu-minggu belajar, tidak juga hafal atau paham. Susah, ya? Bagaimanapun, dengan belajar dengan hati dan pikiran, pasti ada buah yang akan kita petik.

***

Nah, dari semua kisah saya di atas, kalian bisa membayangkan gimana rasanya mengalami ulangan di sekolah Jerman. Waktu di Indonesia, saya tidak pernah mimpi bahwa suatu hari akan mendapat kesempatan emas bersekolah di Jerman. Enak, sih, ada uang tunjangan, banyak teman baru dan Bahasa Jermannya jadi terasah tapi ya itu ... kepalanya nyut-nyutan. Apakah ini faktor U? (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun