Keempat, kami harus memperhatikan apakah ada alat pengukur oksigen di dalam ruangan? Harus ada! Lampu hijau sebagai tanda aman, tanda kuning sudah ada tanda-tanda bahaya dan merah berarti kami semua harus meninggalkan ruangan demi alasan kesehatan bersama. Jendela dan pintu pun harus dibuka lebar. Siswa boleh mengenakan jaket untuk menahan dingin menusuk kulit.
Kelima, siswa boleh meninggalkan ruangan jika sudah selesai. Soal tes tidak boleh dibawa tapi dikumpulkan bersama kertas jawaban, dan dibubuhi nama masing-masing.
Keenam, tidak ada tambahan waktu bagi siapapun. Selesai-tidak selesai, dikumpulkan. Padahal kadang, saya sulit untuk menemukan kosa kata yang tepat untuk mewakili pikiran demi menjawab soal. Seorang guru psikologi merasa ini kurang adil karena banyak siswa asing yang bahasa Jermannya belum bagus sebenarnya pintar tapi salah paham sehingga hasil tesnya kurang memuaskan. Beliau mengusulkan adanya tambahan 10 menit bagi siswa asing untuk memberi waktu lebih panjang demi memahami pertanyaan dan mempersiapkan jawabannya. Tapi entahlah, apakah ini akan di ACC oleh pihak sekolah. Saya kira, usul yang bagus dan menguntungkan.
Ketujuh, tempat parkir. Karena tempatnya terbatas, kadang rebutan. Jadi harus datang lebih awal supaya mendapat tempat. Di sebelah sekolah kami ada SMA dan pusat vaksin Corona. Jika salah atau asal parkir di tempat mereka, alamat didenda 30-60 euro atau Rp 500 K -- Rp 1 jt. Payah, kan? Enak juga uangnya ditabung buat jalan-jalan daripada bayar "Buss Geld."
Masalah apa yang biasa dihadapi berkenaan dengan ulangan?
Setelah memperhatikan hal-hal apa saja yang harus diketahui selama tes berlangsung, ternyata tetap saja ada masalah.
Apa sajakah masalah tersebut?
Pertama, tentu masalah Bahasa. Karena meskipun mata pelajaran Bahasa Inggris pun, ada Bahasa Jermannya, apalagi mata pelajaran lain yang berkenaan dengan dunia Pendidikan. Wah, Jermannya padat. Itulah sebabnya, setiap orang asing yang menuntut ilmu di level SMK harus memiliki sertifikat Bahasa Jerman B2. Sedangkan mereka yang kuliah harus memegang C1 sampai C2 tergantung dari jurusan apa yang diambil. Saya kagum pada mereka yang berhasil menyelesaikan kuliah di Jerman. "Respekt!"
Kedua, kalau selama jam pelajaran tidak memperhatikan saat guru menerangkan, pasti banyak ilmu yang hilang percuma. Apalagi zaman pandemi, semua dikerjakan dengan sekolah online. Guru tidak bisa mengecek, apakah siswa benar-benar mengikuti pelajaran atau sedang main HP/ipad? Semua terserah pada pribadi masing-masing. Membohongi guru sama saja dengan membohongi orang lain. Sebaiknya memang konsentrasi penuh saat pelajaran dimulai sampai berakhir supaya ketika harus belajar untuk ulangan, sudah ada banyak ilmu yang nyantel di kepala. Lainnya tinggal ditambahi beberapa hari sebelum ulangan digelar.
Ketiga, tidak memahami pertanyaan. Inilah efek tidak menguasai bahasa lokal yang menyebabkan salah tafsir dari apa yang dimaksud bapak/ibu guru dalam pertanyaan yang dibagikan. Jika salah memahami soal, bagaimana bisa menjawab dengan benar. Selama ini saya amati, banyak guru yang tidak mau tahu. Jika menulis jawabannya 5 meter pun kalau tidak sesuai dengan thema maka dikasih nilai 0. Tidak ada nilai capek menulis. Tidak ada.
Keempat, berhalangan hadir. Bisa saja karena sakit, kecelakaan, macet dan lain sebagainya. Ini hal yang tidak mengenakkan karena jadwal ulang untuk tes pengganti sangat sulit mengingat masa pandemi. Ditambah, waktu yang misalnya 90 menit dipotong menjadi 60 menit. Atau 60 menit menjadi 45 menit. Sehingga ini akan menyulitkan siswa yang menyusul ujian. Bisa menjawab tapi waktunya kurang dan harus dikumpulkan.