Hallo, Dy.
Apa kabarmu?
Aku mau cerita sedikit tentang hari yang menyenangkan. Namanya hari Sabtu. Hari yang selalu kutunggu-tunggu dalam seminggu. Selain bebas dari sekolah dan kerja, aku bisa zoom.
Dan zoom kali ini, Dy, seruuu, ke Salatiga! Itu kota yang sejuk dan dekat dengan Semarang, tempat kelahiranku. Di sana, biasanya aku makan ampyang, penganan yang dibuat dari gula aren dan kacang tanah. Rasanya? Maniiiis banget, kayak kamu, Dy.
Satunya lagi, Enting-enting gepuk. Makanan kecil yang manis juga, dari kacang juga. Aduhhh ... jadi lapar. Dulu kalau naik bus, snack itu biasa dijajakan pedagang. Murah-meriah.
Pokoknya, Dy, tadi seru sekali. Mendengar penjelasan dari kaprodi jurusan Destinasi Wisata UKSW Salatiga yang membuat ngiler pengen ke sana. Indahnya Salatiga, ngangeni. Aku baru tahu kalau ada pohon pengantin yang instagrammable itu. Unik, ya, ciptaan Tuhan. Ada pohon yang mirip sepasang pengantin, tak bisa dipisahkan. Tuhan memang Agung.
Oh, ya, Dy, Mas Aldi Lasso, Ph.D pinter nyanyi. Pernah kolaborasi dengan Glenn Fredly dan satunya lagi lupa. Rupanya ada sodaraan sama Ari Lasso. Nggak heran suaranya merduuuu, mendayu-dayu. Makanya mahasiswanya seneng karena jiwa dosennya muda, santai dan energik.
Moderatornya juga bikin ngakak, Dy, mas Dhave namanya. Dia admin Koteka dari Salatiga. Jadi istilahnya, dia ini pakarnya juga. Kalau mau jalan ke Salatiga musti colek dia. Diajak blusukan sampai ke mana-mana, pasti heboh.
Oh, iya. Tahu tidak, rasanya mau mbrebes mili waktu ada pemaparan tentang Salatiga, ingin menangis terharu ketika narasumber cerita betapa masyarakat Salatiga itu masih orisinil. Ada orang yang mau membagikan tikar untuk mas Aldi, narasumber, merebah. Padahal nggak kenal. Itulah kekayaaan otentik bangsa kita. Aku masih ingat banget, Dy. Banyak orang kasihan di tanah airku. Aku biasa beli jajan meski nggak pengen, hanya karena kasihan sama penjualnya. Banyak pengemis, banyak anak-anak yang kurang sejahtera. Pokoknya, ngenes. Berbahagialah anak-anak yang tinggal di Jerman, mereka ini benar dilindungi negara dan orang tuanya. Rata-rata, tercukupi kebutuhan luar-dalam.
Rasanya hidup ini nggak bikin bosan karena pandemi begini, nggak bisa ke mana-mana tapi lewat zoom tadi, seolah aku yang ada di Jerman, Dy, serasa melayang ke Salatiga, iya hanya dalam satu jari, klik! Nggak perlu beli tiket, nggak perlu geret koper, nggak perlu jauh-jauh dan capek. Sudah sampai!
Terakhir, banyak mahasiswa yang ikut. Aku mendapat jawaban keingintahuanku, mengapa mereka mau kuliah di jurusan wisata? Mengapa bukan Matematika atau Biologi? Apa karena wisata lebih mudah bahan kuliahnya? Apa mereka mau memajukan wisata Indonesia? Atau ada yang mengarahkan mereka masuk sana? Dan ternyata betul, kerja di sektor wisata itu menyenangkan. Jaalaaaan terus, kayak Koteka, Komunitas Traveler Kompasiana dan ... aku. Aku suka travel, Dy. Udah nggak sabar kapan boleh berwisata selain ke hutan dan gunung di sini? Lama-lama aku jadi orang (H) utan kalau situasi begini terus.
Ya, sudah, sudah malam. Ceritanya sampai di sini. Singkat tapi padat. Besok-besok, kita sambung, ya Dy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H