Nggak ada, dia datang atas prakarsa sendiri. Si bule sudah belajar tentang ilmu ekonomi dan bisnis di Jerman, sekaligus mendapat pelajaran Bahasa Indonesia di sana. Makanya, dengan ilmu yang ia dapat, iapun mengadu nasib ke tanah air kita tercinta. Mulai dari jualan kopi sampai akhirnya sekarang ini banting setir menjadi menjual mainan seks. Tepok jidat.
Saya geleng kepala, untuk Jerman sex shop itu biasa. Lah kalau Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam dan masih banyak golongan menengah ke bawah yang lebih mengutamakan kepentingan perut ketimbang nafsu. Kayaknya kurang pas.
Tapi seperti kata si bule, ia berharap 50 tahun lagi berubah, seperti riwayat perjuangan diterimanya sex shop di Jerman. Saya pun masih meringis. Mimpi di siang bolong?
Balik lagi ke soal pacarnya yang 1000 tadi. Menurut dia, dia tidak pernah bermaksud untuk bermain-main dengan perempuan Indonesia. Tapi salahnya perempuan Indonesianya mau, kok. Gadis-gadis antri, malah, ngejar-ngejar pula "Engkau lari aku tangkap."
Kalau begitu, ini artinya kan suka sama suka. Nggak perlu bayar dan nggak perlu risau ada tanggung-jawab dan tetek bengek lainnya dengan mereka yang diajak ONS. Begitu curhat si bule. Gemes, enaknya A kita sunat rame-rame.
Bisnis sex yang ada di Indonesia
Oh, iya. Ketika A berada di Jakarta, Manado dan Papua, dia banyak menemukan bisnis lendir di beberapa titik. Bukankah ini bisnis ilegal? Bukankah dari dulu sampai sekarang marak pembubaran lokalisasi?
Klub69. Waktu si bule menyebut nama tempat itu saya sudah tertawa dan menebak apa yang terjadi di sana. Ini orang aneh-aneh. Ditambah, dia dengan polos membeberkan bagaimana ia blusukan di tempat-tempat sejenis.
Seperti saat ia berada di sebuah klub tadi. Begitu duduk, ada perempuan yang mendekat dan mengatakan:
"Saya haus ...," seorang perempuan mendekat.
"Ya, sana minum ..." Si bule nggak ngeh.