Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semoga Tahun Ini Saya Masih Kuat Luar-Dalam Sekolah Online

17 Januari 2021   02:37 Diperbarui: 17 Januari 2021   04:00 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ih, gemes, ada yang ultah. Kali ini adalah Ketapels atau Kompasianer Tangerang Selatan Plus, salah satu komunitas yang lahir di Kompasiana.com. Komunitas yang banyak mengadakan kegiatan sosial dan online seperti blog competition dan kuis ini lahir pada 1 Januari 2016. Ai-ai, sama seperti hari ulang tahun saya. Tambah gemes, kaaaann?

Nggak tahu mengapa kalau ingat Ketapels, saya ingatnya sama mas Agung, Kompasianer of the year 2019. Padahal, ternyata admin Ketapels itu banyaaaaak dan suka rujakan! Menurut sejarah, perintis Ketapels adalah Rifki Feriandi, Agatha Mey dan Dzulfikri. Ketapels dipimpin bergantian dari pak Rifki, mas Dzulfikar sampai mas Agung. Sedangkan admin baru dari generasi milineal ada Kurnia Amelia dan Erni Pakpahan. Semoga tetap semangat dan sukses, ya, kawan-kawan. Selamat ulang tahun, Ketapels!

Dalam rangka merayakan ulang tahun Ketapels yang ke-5, ada blog competition. Ingin ikutan, dong. Selain berbagi, siapa tahu harapan saya akan terkabul karena diamini teman-teman semua yang telah membacanya.

Asam-manisnya 2020 

Dalam kehidupan setiap manusia pasti ada hal baik dan buruk yang akan dialami. Kesedihan ditinggal almarhum bapak yang satu hari sebelum meninggal, saya telepon dan mengucapkan, "Bapak dan ibu akan mengunjungimu di Jerman." Pada hari itu juga, saya sudah ada perasaan tidak enak dan memanggil tim lab darah untuk mengecek kesehatan bapak dan ibu di rumah. Tuhan memang sudah berkehendak, tiada yang bisa menghalangi agar bapak menghadap Illahi.

Kepedihan kedua adalah pandemi, di mana banyak orang menjadi tertular virus Covid19, bahkan sampai meninggal dan semua hal di dunia ini menjadi serba sulit dan tidak normal.

Seingat saya, ujian dari Allah tidak akan diberikan jika manusia dinilai tidak mampu melewatinya. Kita harus bisa, kita akan bisa sampai sebuah titik yang ingin dituju!

Dibalik hal-hal yang tidak diinginkan di atas, rupanya masih ada secercah cahaya yang menyinari hari-hari saya. Tahun 2020 yang lalu, juga merupakan tahun terbaik dalam hidup saya karena mendapatkan anugerah yang luar biasa, mukjizat berturut-turut karena saya:

  • Mendapatkan beasiswa sekolah PGTK selama 3 tahun.
  • Mendapatkan penghargaan dari Konsul Jendral RI Frankfurt, Jerman karena mempromosikan budaya dan pariwisata di Jerman.
  • Dinobatkan sebagai Kompasianer of the year 2020.

Menurut saya, itu adalah pencapaian yang "wow" sekali dalam sejarah kehidupan saya. Karena Bahasa Jerman tertulis saya kurang bagus, padahal ini dibutuhkan dalam pendidikan formal. Mengapa saya diterima program beasiswa? Padahal sejak 7 tahun mencari sponsor untuk menjadikan saya sebagai Azubi atau peserta training sekolah sambil kerja di Jerman ini, tidak ada satu pun yang tertarik. Yang melamar di satu sponsor? Ratusan! Ajaib kalau saya diterima. Ini garis yang sudah dibuat Sang Pencipta bumi dan langit.

Untuk mendapatkan piagam dari pejabat negara juga memang bukan pertama kalinya. Sudah ada Dubes RI LBBP Hungaria yang telah memberikan 2 penghargaan pada saya tahun 2017 karena menulis buku tentang Hungaria dan kiprah saya mempromosikan Indonesia. Hanya saja, Jerman itu diasporanya banyak dan aktif semua. Mengapa saya yang dipilih? Mengapa pula penyampaian penghargaan itu sebuah kejutan dan disampaikan di rumah pribadi saya?

Sedangkan yang masih hangat adalah kado dari Kompasiana. Kalian tahu berapa jumlah Kompasianer? Dulu sekali saya pernah membaca, bahwa Kompasianer itu lebih dari satu juta orang di seluruh dunia. Saya pernah dinominasikan sebagai Best in citizen journalism 2013, Best in citizen journalism 2014 dan Kompasianer of the year 2014 tapi ....tidak pernah berhasil mendapatkan award. Mengapa tahun 2020, saya yang terpilih?

Dari banyak pertanyaan yang belum bisa saya jawab sendiri, saya hanya berprasangka baik bahwa dalam kehidupan ini, saya harus selalu menjadi baik, berbuat baik, bersikap baik dan bertutur kata yang baik. Sebagai ganjarannya, pasti ada kebaikan yang datang kepada saya, meski tanpa dipaksa.

Harapan baru di tahun 2021

Tahun 2020 yang asam dan manis itu sudah berlalu. Sekarang ini, kita berada di tahun baru, 2021. Pandemi masih di sini, hidup berdampingan bersama kita, manusia di bumi ini. Lihatlah, lihat. Masih banyak orang yang menderita, terjepit, susah, bingung, stress, depresi, marah, kecewa dan entah apa lagi perasaan yang ada di dada dan pikiran. Kita memang hanya bisa menjalani. Tapi, sampai kapan?

Oh, kita tidak boleh lupa bahwa ada Tuhan Yang Maha Esa, yang akan membantu kita di manapun dan kapanpun itu.

Jadinya, sekarang saya ingin mengutarakan harapan saya di tahun 2021. Tahun ganjil yang kadang bikin saya berfikir, apakah ada hal baik yang akan saya raih? Tahun 2021 akan terasa mudah terlewati jika kita sudah berada di tahun 2022. Kuatkah saya sampai ke sana?

Status saya saat ini adalah sebagai siswa PGTK, pendidikan guru taman kanak-kanak per 1 September 2020. Selama seminggu, saya harus 3 hari belajar di sekolah dan 2 hari bekerja di TK, sebagai sponsor, yang memberi honor setiap bulan.

Apa sulitnya?

Banyak. Pertama karena umur saya sudah 44 tahun waktu mendaftar. Padahal, peserta didik PGTK itu biasanya kisaran 16-18 tahun atau lebih beberapa tahun kemudian, tapi nggak pakai lama. Ya, ampun. Terakhir kali saya kuliah adalah tahun 2005. Artinya sudah 15 tahun tidak mengenyam pendidikan formal. Faktor usia mempengaruhi otak saya dalam menyerap ilmu, tak seperti dulu lagi.

Kedua, karena bahasa yang dipakai adalah Bahasa Jerman. Untuk percakapan sehari-hari, sepertinya tidak ada masalah karena menggunakan bahasa Jerman non formal, pergaulan. Sayangnya, harus banyak dokumen, tugas atau tes tertulis dengan Bahasa Jerman formal. Ini yang menjadi masalah besar. Bagi saya, Bahasa Jerman memiliki tata bahasa yang sangat sulit, dibandingkan dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Atau saya yang slow learner? Kesalahan memang bukan pada bahasa tapi karena kemampuan bahasa saya yang kurang.

Ketiga, program sekolah sambil kerja itu mengasyikkan sekaligus berat karena saya harus pandai mengatur waktu antara sekolah, belajar dan kehidupan pribadi. Jika sudah berkeluarga seperti saya dan punya banyak hobi, ini yang kadang menjadi kendala. Saya harus disiplin.

Keempat, sehubungan dengan pandemi. Sekolah kami beberapa kali harus lockdown karena ada siswa yang terpapar. Saat menjalani sekolah daring selama 7-8 jam sehari, tidak semudah bayangan. Ada masalah teknis lah, bahan pelajaran yang semakin menggunung lah, dosen yang berhalangan lah, pengajaran yang tidak maksimal lah, proses belajar-mengajar yang di bawah standar lah dan entah apa lagi persoalan yang muncul selama ini. Semoga saya bisa kuat tahun ini untuk menjalani sekolah, entah online atau normal, hari demi hari sampai tahun ini pergi dan tak kan kembali.

Untuk meraih harapan, banyak langkah yang harus saya lakukan, yakni:

  • Konsentrasi ketika pelajaran dimulai
  • Semuga bahan harus sudah siap di meja
  • Mengulang semua pelajaran di waktu senggang
  • Banyak membaca buku berbahasa Jerman
  • Banyak menulis berbahasa Jerman
  • Banyak berdiskusi dengan teman-teman Jerman lain, supaya bertukar pikiran tentang sekolah kami
  • Selalu semangat
  • Menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani-rohani
  • Berpikiran positif
  • Rajin berdoa pada Allah supaya semua dilancarkan.

Begitulah kira-kira. Tiga tahun itu panjang, teman-teman. Target saya satu tahun ini saja dulu yang akan dilalui dengan baik dan lancar. Baru tahun kedua dan terakhir, tahun ketiga lalu, "happy ending."

***

Selain harapan pribadi tadi supaya sekolah saya lancar, saya juga berharap bahwa semakin banyak orang di dunia ini sadar bahwa pandemi masih menjadi momok yang menakutkan meski tak kentara di depan mata. Jangan gegabah, jangan abaikan ini. Ada baiknya untuk saling menjaga dengan mematuhi peraturan dan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Supaya nantinya, tidak hanya kita yang rugi, melainkan orang lain juga akan ikut dilindungi. Dunia memang sedang gonjang-ganjing, kalau kita semua bersama-sama menghadapinya, pasti akan sukses. Jika sendiri-sendiri, tidak akan ada hasil yang maksimal di depan mata.

Untuk anak-anak Indonesia yang harus menjalani sekolah daring, semoga tetap semangat dan tidak mengalami masalah yang berarti. Saya bayangkan bagaimana mereka ini harus menggunakan gadget dan orang tua wajib menyediakan kuota pulsa demi mendukung proses belajar selama masa sulit ini. Bagaimana jika tidak mampu? Semoga tetap ada jalan.

Bagi kita yang masih berada di rumah, banyak kegiatan yang bisa dilakukan supaya hidup tetap hidup dan tidak bosan atau stress. Mulai dari kegiatan utama sampai sampingan, seperti yang berkenaan dengan hobi yakni, ngeblog. Semoga kita semua tetap semangat dan kuat menghadapi tahun 2021 ini. (G76)

Selamat ulang tahun, Ketapels! (dok.Ketapels)
Selamat ulang tahun, Ketapels! (dok.Ketapels)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun