Perut saya kram. Seperti ada bongkahan-bongkahan di dalamnya yang bertubi-tubi menohok dari dalam.
Gusti, ini anugerah. Ini amanah. Saya tidak menyangka tapi harus bersyukur, alhamdulillah.
Saya paham betul. Beberapa siapapun yang masuk nominasi dan tidak berhasil mendapatkan vote supaya layak menyandang gelar sesuai kategori, pasti kecewa.
Teman-teman, kekecewaan yang mirip pernah saya alami tahun 2013, ketika tahun itu saya belum bekerja dan rajin menulis serta aktif dalam Kampret, komunitas di Kompasiana yang suka jepret. Dinominasikan sebagi Best in Citizen Journalism karena rata-rata mewartakan Jerman tapi tidak berhasil memboyong piagam.
Lalu tahun 2014 ikut dinominasikan sebagai Best in Citizen Journalism lagi sekaligus Kompasianer of the Year 2014, juga tidak berhasil mengangkat nama saya sebagai jawara. Sedih dan kecewa pasti tapi ternyata itu tidak mengurangi semangat saya untuk rajin menulis dan terus maju dalam hidup ini. Saya ingin saya happy dan mampu menghargai diri sendiri, jangan stress.
Di kemudian hari, tidak disangka, saya mendapat 2 penghargaan dari dari Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Hongaria sebagai diaspora penulis buku Hongaria dan aktif promosi budaya Indonesia di Jerman, yakni tahun 2017. Ada angin sejuk dan meyakinkan saya bahwa kalau tidak menang di Kompasiana, kemenangan di tempat lain pasti masih sangat mungkin terjadi.
Yang baru-baru ini adalah penghargaan dari Konsul Jendral RI di Frankfurt, utusan negara RI yang baru saja setahun menjabat. Beliau bahkan datang sendiri ke rumah saya. Luar biasa.
Tuhan memang ada di mana-mana. Rezeki saya mengalir. Saya kira, karena saya ikut membukakan pintu-pintu pada orang lain di jalan kebaikan dalam kehidupan saya, pintu lain terbuka di depan mata untuk saya.
Jadi sari dari kalimat di atas adalah sebuah motivasi, inspirasi bagi kita semua bahwa jika tidak ada yang menghargai diri kita, jangan lupa untuk tetap menghargai diri sendiri. Dengan begitu kita akan semakin maju dan mengembangkan diri sesuai bakat dan minat. Terus dan terus. Bukan malah nglokro lalu pergi. Siap? Mari!
Kompasianer, namanya saja Kompasianival, ini gawe Kompasiana, tim punya hak dan tanggung jawab mengatur semua. Dari awal penyelenggaraan Kompasianival, banyak orang termasuk saya yang menanyakan tentang transparansi pencalonan dan hasil pungutan suara.