Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dikarantina 14 Hari di Rumah itu Enak-Enggak Enak

21 November 2020   22:37 Diperbarui: 22 November 2020   00:17 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop penyebaran virus Covid19 (dok.Gana)

"Hatschiiiii ... oh Entschuldigung" seorang gadis bertubuh tambun bersin dan meminta maaf karenanya. Itu salah satu sopan santun di Jerman. Kalau tidak memakai masker, pasti ia sudah menutup mulutnya dengan siku, bukan telapak tangan, karena itu yang diajarkan di Jerman. Sebab kalau ditutup pakai tangan, tangannya pegang ini-itu, virusnya nyebar. Oh iya. Ia ini waktu itu duduk di seberang meja guru.

Sopan santun berikutnya bisa ditebak, kami segera berteriak "Gesundheit" atau "Bless you" supaya si teman tetap sehat dan Allah memberi kesehatan padanya. Bagaimana dengan adat di tanah air? Jangan nyukurin, ya... doakanlah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Setelah itu, saya berbisik pada teman sebelah kiri saya "Semoga dia enggak Corona, supaya kita tidak repot. Teman dari Iran itu tersenyum simpul. Waktu itu saya yakin dan membayangkan tidak enaknya jika kami semua harus dirumahkan. Karena kami adalah peserta didik program Ausbildung atau sekolah sambil kerja, jika itu terjadi pasti semua berantakan. Tidak hanya hal yang berhubungan dengan sekolah seperti Hausaufgaben (PR) yang akan semakin banyak dari biasanya, Klassenarbeit (tes) yang tertunda, dan sekolah harus dilanjutkan dengan Fernunterricht atau online schooling menggunakan Alfaview yang berarti membutuhkan perangkat khusus, bagaimana jika ada yang tidak punya/tidak lengkap? Bahkan ada yang tidak punya Netflix, salah satu yang kami butuhkan. Kasihan, kan?

Di taman kanak-kanak atau di lembaga yang mengurusi remaja pun akan kesulitan seandainya kami sebagai tenaganya dirumahkan. Siapa yang menggantikan tugas kami?

Selama 8 jam di sekolah dengan memakai masker, dan ada yang bersin tetap saja membuat kami khawatir. Apakah corona masih getol mengintai dan memaparkannya pada kami? Aturan membuka jendela dan pintu selama beberapa menit setiap 20 menit sekali juga sudah kami lakukan. Tapi tetap saja, dag dig dug der rasanya.

Itu hal yang sama terjadi satu minggu sebelumnya, ketika teman duduk jarak dua orang dari kanan mulai membuka masker dan rajin mengelap ingusnya. Matanya yang berair membuat saya bergidik. Ia flu. "Semoga ia nggak kena virus Covid19," Lirih mulut saya bergumam. Dan beberapa hari berikutnya, ia nggak masuk, sakit. Seminggu kemudian hasil tes menunjukkan ia positif. Alamak.

Jika ada anggota keluarga yang terkena corona, tidak semua anggota keluarga dirumahkan

Di minggu yang sama, seorang teman perempuan berambut pirang asal Polandia ditelpon dari taman kanak-kanak untuk menjemput anaknya. Setelah itu ia tinggal di rumah, tidak kembali ke sekolah, begitu pula hari-hari berikutnya. Rupanya, ia menceritakan bahwa anak laki-lakinya terpapar corona dari pengasuhnya. Artinya, sebagai orang pertama yang memiliki kontak dengan pasien positif, ia tidak memiliki gejala tapi harus dites. Hasil tes tidak keluar hari berikutnya, harus nunggu.

Selama menunggu itu, ia masuk masa karantina 14 hari. Pada hari pertama ia sehat tapi memburuk pada hari kedua dan ketiga. Demam, pilek, indera pengecapnya terganggu, seluruh tulangnya lemas, rasanya tidak enak sekali badannya. Tambah parah karena ia harus tetap mengurusi dua anaknya (5 dan 3 tahun) sendiri, sedangkan ia single parent. Umurnya baru 25, umur yang masih butuh banyak dukungan dan bantuan dalam keluarga.

Jika teman saya itu langsung diminta departemen kesehatan untuk tinggal di rumah sampai hasil tes menentukan apakah positif atau negatif, berbeda dengan tetangga sebelah rumah.

Seorang anak tetangga, yang di kelasnya ada yang terpapar virus, segera dirumahkan.  Di rumah, ia berdua dengan bapaknya. Si bapak  boleh tetap bekerja. Dan meski tidak menunjukkan gejala, si bapak takut dan ngotot meminta tes. Selama karantina, anak-anak menyambanginya. Baru diberitahu kalau sedang dalam masa karantina ketika akan pulang ke rumah. Untung hasilnya negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun