Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Biarkan Orang Lain Menghalangi Kita Untuk Maju

5 Oktober 2020   22:22 Diperbarui: 10 Oktober 2020   20:30 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunjukkan kalau kita bisa (Dok.Gana)

Tanggal 26 September yang lalu, tepat jam 4 pagi waktu Jerman atau 9 WIB, saya diundang oleh EDSA UPGRIS Semarang sebagai salah satu narasumber. Agak ngantuk karena saya bangun jam 3 pagi dan tidur terlambat sehari sebelumnya. Biasa, suami minta ditemani nonton film horor sejenis "Walking dead." Kemaleman, deh.

Tetapi karena 230 orang peserta lebih memilih pukul 9 WIB daripada 11 WIB seperti permohonan saya, saya ngalah. Betapa tidak, baru pertama kali bergabung dengan sebuah zoom dengan peserta di atas 100. Untuk itu, saya mau deh bangun sebelum Shubuh. Siap!

Sebentar. Apa yang ada di benak saya waktu itu? Senang, pasti. Bangga, banget ya. Meskipun ini bukan pertama kalinya mendapat kesempatan jadi narasumber sebuah zoom, kesempatan berbagi tentang "Read Your Book, Reach Your Dream" itu sesuatu.

Apalagi, ini pas dengan pengalaman saya pribadi. Setelah menulis sebuah buku tahun 2019 yang lalu berjudul "Banyak Cara Menuju Jerman" terbitan Elexmedia, yang isinya hasil wawancara saya dengan pemuda-pemudi Indonesia yang bertualang di Jerman dan berhasil meraih impiannya, saya pun bisa seperti mereka! Kok bisa? Iya, akhirnya saya mendapat beasiswa untuk sekolah sambil bekerja. 

Seperti mimpi di siang bolong. Saya bisa sekolah selama tiga hari dan dua hari bekerja. Sekolah sambil digaji? Mau banget, dong! Pamali rejeki  ditolak.

Dan lagi, ilmu yang bermanfaat dan dibagi, inshaallah akan menjadi bekal di akhirat nanti. Bismillah....

Membaca sejak dini itu penting

Ini poin pertama yang saya bagi, sesuai tema. Karena almarhum bapak suka membaca dan suka menulis, juga suka berbicara di depan umum, itu menular kepada saya. Saya memiliki kemahiran yang sama meski levelnya pasti beda. Saya masih belajar, terus dan terus.

Makanya, membaca sejak dini itu penting. Saya memulainya dengan mencontoh dari apa yang saya lihat; bapak membaca buku, ibu mengoreksi ulangan dari anak-anak SD. Jadi bukan disuruh-suruh, lho.

Lha iya, bukunya banyak amat entah ada berapa lemari, saya buka-buka, tho. Kemudian, saya perlahan-lahan tertarik untuk membacanya dengan terbata-bata karena belum lancar membaca waktu SD kelas 1-2.

Seingat saya buku yang saya baca adalah biografi "Marie Curie" dari Polandia yang menemukan serum, "Adzab dan Sengsara" dan " Tadampalik." Selain itu masih banyak buku cerita rakyat dan biografi yang saya baca. Kalau soal Bobo, Lucky Luke dan Donald Duck, tidak usah ditanya.

Saya tambahkan cerita pada peserta bahwa dari membaca waktu SD itu, saya nggak nyangka bahwa suatu hari saya berhasil menginjakkan kaki di tempat kelahiran tokoh yang saya baca. Ya! Polandia! Itu waktu kami berkunjung ke tanah kelahiran mertua laki-laki.

Dahsyat sekali kan efek dari membaca? Tidak hanya mendapatkan ilmu yang tertuang dari buku tapi juga menggantungkan cita-cita menjelajah dunia di tempat yang disebutkan dalam buku. Fantasi.

Saya pikir, kebiasaan membaca bangsa kita belum menjadi budaya seperti di Jepang atau di Jerman. Di sana, saya selalu melihat anak-anak muda membaca buku ketika menunggu atau sedang santai (di rumah, di kebun rumah, di taman kota, di kolam renang terbuka atau di halte bis).

Generasi kita masih menunduk bukan dari membaca buku tapi karena menikmati gadget! Alangkah baiknya kalau anak cucu kita berubah karena kita yang sudah dewasa ini sudah mulai mengarahkan anak-anak untuk membaca buku sejak dini. Setuju?

Budaya membaca buku anak-anak kami masih model paksa. Sebelum tidur saya haruskan anak-anak membaca buku satu bab. Bukunya tidak boleh yang tipis tapi tebal, sesuai genre yang mereka suka dan tanpa gambar. Cerewet banget, saya ini.

Siapa bilang sudah tua nggak boleh sekolah di Jerman?

Poin kedua yang saya bagikan, adalah, yang menentukan kita bisa maju atau tidak adalah diri sendiri. Tentu saja harus niat betul. Jangan hari ini niat, besoknya udah loyo. Niat harus sampai tujuan tercapai. Pasti banyak rintangan dan hambatan yang datang dari luar bahkan dari dalam diri kita sendiri. Ini harus dihadapi.

Contohnya adalah:

  • "Kamu sudah tua, mana bisa mencapainya?"
  • "Kamu tidak bisa, mana sanggup kamu melakukannya?"
  • "Kamu tidak punya bea, bagaimana kamu meraihnya?"
  • "Kamu bodoh, apa kamu bisa menemukan jalan untuk menjadikannya nyata?"

Karena terbiasa dibully sejak kecil, kalimat tersebut sudah biasa saya dengar. Justru itu menjadi cambuk untuk membuktikan "Saya bisa!" Sekalipun akan gagal, setidaknya sudah dicoba sampai titik darah penghabisan, bukan berhenti di tengah jalan.

Kata siapa kalau sudah tua nggak boleh sekolah lagi? Di Jerman itu bukan hil yang mustahal!

Saat ini, di kelas ada 5 ibu-ibu yang sekolah, saya adalah yang tertua (44 tahun). Duapuluh lima murid yang lain masih hangat dari oven. Termuda berumur 16 tahun. Yailah, sama kayak anak saya.

Apakah saya minder? Jelas lah, tetapi itu tidak menyurutkan semangat saya untuk mulai belajar lagi. Sekolah dengan Bahasa Jerman yang sulit pasti menjadi kendala bagi saya. Andai pakai Bahasa Inggris mungkin bagi saya lebih ringan, meskipun masih juga belepotan.

Meskipun demikian dengan modal nekat dan semangat 45, saya yakin, semua akan saya lewati. Mohon doanya, teman-teman di Kompasiana.

Eh, tahu tidak? Banyak kok, teman-teman di kelas yang masih muda tapi malas belajar, tidak mengerjakan PR, membolos, lupa bawa materi pelajaran, tidak khitmat mendengarkan penjelasan guru di kelas, tidak sopan terhadap guru dan entah apalagi hal-hal yang tidak semestinya itu, yang saya lihat di dalam kelas kami. Saya menang satu poin, karena saya adalah bagian dari grup di kelas yang berkebalikan dengan kebiasaan di atas tadi.

  • Mengerti tidak mengerti, tunjuk jari
  • Capek tidak capek, tetap berangkat.
  • Ditertawakan, tidak ditertawakan, tetap semangat.

Jadi, usia bukan jadi alasan utama untuk membuat kita maju ke depan. Tidak ada larangan untuk sekolah lagi, bahkan teman-teman saya ada yang orang Jerman umur 50 tahunan, bisa. Asal memenuhi persyaratan dan menemukan sponsor dengan melamar di sana-sini, jadi. Prosesnya rumit dan lama tapi bisa dicoba. Tertarik?

Bagaimana kalau orang merendahkan kita dan menganggap kita tidak akan pernah bisa maju?

Pertanyaan ini muncul dalam chat di zoom hari itu. Merasa rendah diri karena orang lain hebat-hebat? Ini biasa. Yang tidak boleh hilang adalah semangat. Bukankah orang hebat juga jatuh bangun dulu, bukan dari lahir jebrot langsung sukses? Tidak, tentu tidak bisa begitu.

Saran saya supaya peserta yang merasa:

  • "Aku jelek."
  • "Aku tidak bisa"
  • "Aku bodoh."
  • "Aku malu."
  • "Aku tidak akan sanggup."
  • "Aku akan kalah."
  • "Aku pasti tidak akan sukses."
  • "Aku pasti gagal."

Semua itu harus dibuang jauh ke laut, karena rendah hati boleh, rendah diri jangan. Kalau orang suka rendah diri, nggak akan maju. Apalagi ditambah direndahkan orang lain. Tambah parah, bukan?

Oleh sebab itu, inilah saatnya kita membuktikan bahwa kita bisa dengan mencobanya terlebih dahulu dan tidak usah mendengarkan apa kata orang (yang biasanya negatif aka sebar toksin). Kumpullah dengan orang-orang yang berpikiran positif dan mendukung kita untuk maju.  

Pasti ada acara gatot, ganti taktik atau strategi, mencari ilmu tip dari orang-orang yang sudah lebih berpengalaman. 

Lebih jauh, kita tidak lupa mengukur diri, sejauh mana kemampuan kita. Ini sangat penting dilakukan dan perlu. Jangan sampai kita dibilang "bagai pungguk merindu bulan."

***

Ya, sudah, sharingnya sampai di sini saja. Kepala saya sudah nyut-nyutan, 8 jam sekolah hari ini masyaallah. Ini direfresh, deh, supaya besok sekolah 8 jam lagi, kepala sudah enteng dari relaksasi menulis ini. Ini tak ubahnya lahan curhat dan inshaallah isinya tidak hanya untuk saya. Semoga.

Begitulah cerita saya hari ini. Mau jadi guru TK saja, ijazah S2 universitas negeri nggak laku di Jerman dan harus disekolahkan lagi. Wkwk.

Siapa suruh datang ke Jerman?

Herzlich willkommen in Deutschland. Selamat datang di Jerman. Semua ada aturan detilnya.

Semoga bermanfaat dan menginspirasi. We will never walk alone. Tuhan bersama kita, di manapun kita berada. (G76).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun