Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pasang Speed Trap Bisa Bikin Kota Cepat Kaya

22 Juli 2020   17:17 Diperbarui: 22 Juli 2020   17:17 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

"Kamu mau cerita apa?" Tanya saya sambil bertanya.

"Nggak..." Suami mengelak lalu ngakak.

Dia cerita kalau menyetir dan saya co pilot, pasti ada yang mengingatkan "awas-awas ...", sedangkan bersama anak-anak beda. Mereka sibuk sendiri-sendiri. Jadinya kamera pengintai tidak terlihat dan mobil melaju terlalu kencang. "Blitz!"

Kemudian kami berdiskusi tentang radar yang ada di mana-mana. Misalnya di perbatasan masuk kota, di mana kecepatan kendaraan hanya maksimal 50 kmh. Selain itu di jalanan cepat atau Schnellstrasse yang lurus nan panjang,  sebab banyak orang mengebut melebihi 100km/jam.

Yang paling menjengkelkan banyak orang adalah radar berjalan. Kamera biasanya dipasang dengan tripod dan mobil serta petugas  bersembunyi di belakang pohon atau jauh dari kamera. Padahal kakau nonton film Hollywood, polisi atau petugas dan mobil akan ada di samping kamera, lalu buru-buru mengejar mobil yang melebihi batas kecepatan. "Uii... uiii... uiiii." Lampu dan sirene berbunyi.

Bentuk dari radar kontrol yang permanen bisa macam-macam. Ada yang mirip rumah-rumahan burung. Ada yang mirip tabung metal panjang dengan banyak panel. 

Yang paling menarik, tak heran jika kota Tuttlingen yang memiliki populasi hampir 37.000, tiba-tiba terkesan kaya karena berhasil meraup denda dari pengendara jalanannya sebanyak 60.000 euro atau 900 jutaan rupiah dalam sebulan. Saya yakin pemanfaatan pendapatan itu digunakan untuk pembangunan jalan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan lalu lintas. Bukan untuk dikorupsi.

Nah, dari cerita saya ini, sepertinya bagus juga jika speed trap atau kamera radar diberlakukan di jalanan Indonesia. Entah jalan tol, jalan raya atau gang kecil dipasang kamera, supaya jadi efek jera bagi siapa saja yang sembarangan melebihi batas kecepatan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Kecelakaan tidak hanya soal "ngebut-benjut" namun "nyawa taruhannya." Menurut hemat saya, cara berkendara orang Indonesia masih serampangan dan aturannya belum detil untuk membuat pengguna jalan jadi disiplin.

Menurut studi di Amerika, speed trap atau speed limit enforcement atau radar guna mampu menurunkan resiko kecelakaan sebesar 11-44%. Studi LSE tahun 2017 itu juga menyebutkan bahwa Inggris berhasil menyelamatkan 190 nyawa per tahun setelah menambah 1000 kamera di wilayahnya. 

Ditambah, keteledoran yang disengaja dilakukan pengendara,  sebenarnya bisa dimanfaatkan alias ada hikmahnya untuk mengumpulkan dana Pemda setempat. Pemda bisa kaya raya.

Sekarang pertanyaannya, kota mana di Indonesia yang ingin cepat kaya dan berani ambil gebrakan speed trap? Barangkali kota tempat Kompasianer? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun