"Kan nanti ke mall Lago sama restaurant. Nah, di sono baru wajib." Tambah teman baik saya yang cantik itu.
Anak-anak mengangguk. Mereka melepas masker karena hanya saya saja yang pakai dan nggak tahan. Orang-orang yang berlalu-lalang nggak ada yang menggunakannya. Saya pikir mungkin mirip dengan keprihatinan orang yang melihat orang pakai masker tapi nggak bener. Misalnya yang hidungnya ketinggalan lah, yang hanya dagunya yang pakai masker, keningnya yang dimaskerin atau dicentelin di salah satu telinga saja. Nggak ngaruh.
Meskipun begitu, masker tetap menghiasi wajah saya. Dan komentar dari orang-orang di sekitar?
"Pssst, ada mode asesoris baru." Bisik rombongan yang berpapasan dengan kami. Ih sebel sekali dibilang punya asesoris baru tapi cemas jika masker saya copot. Pura-pura nggak denger, saya berlalu, berharap ajaran disiplin pakai masker pada anak-anak kami bisa dicontoh.
Barang-barang sudah ditaruh flat. Makan siang tadi juga sudah, lega rasanya.
Nggak kerasa, kami yang dari flat jalan kaki di bawah terik matahari sudah sampai LAGO. Itu mall yang ada di Konstanz, deket stasiun kereta api. Hiks, jadi ingat Semarang, di sana mall nya banyak. Biasa buat relaxing pas weekend.
Di sini ada satu til, itu saja jauuuuh banget dari rumah. Ada baik-buruknya, sih. Bisa hemat nggak shopping mulu. Nggak enaknya, jarang lihat kerumunan. Paling banter lihat flora dan fauna di sekitar rumah kami, yang satu jam dari Konstanz.
Balik soal corona. Betul sekali kata mbak Kris bahwa waktu masuk mall, harus pakai masker seperti yang tertera pada kaca pintu masuk. Memang nggak ada petugas yang memeriksa, semua pengunjung disiplin pakai masker atau enggak. Eh? Begini gaya "New Normal" Jerman?
Tanpa ba-bi-bu, kami masuk toko baju H&M. Anak-anak sudah girang. Sejak Maret nggak pernah masuk toko baju, berarti sudah 3 bulanan. Namanya ABG, tahu dong pengen gaya. Apa nasihat saya buat anak-anak? Harus belajar dari masa karantina bahwa baju banyak nggak bakal berguna karena harus tinggal di rumah saja. Semua cuma koleksi lemari dan sia-sia belaka. Nggak usah beli, cuci mata aja.
Baru sepuluh menit, anak-anak sudah megap-megap. Katanya mau kehabisan nafas karena masker operasi yang mereka pakai nggak bikin nyaman menarik nafas dan menghembuskannya di dalam toko.
Supaya nggak pingsan, saya mengajak mereka duduk di bangku seberang toko, yang disediakan. Terlihat desain kursi khusus, yakni jarak antara satu kursi dengan kursi satunya, satu meteran. Kami minum seteguk air dari botol di tas saya. "Srrrrttt," lega.