Gimana, unik-menarik juga kan tradisi matang puluh itu?
Sebenarnya nggak hanya orang Jawa yang merayakan 40 hari orang meninggal. Para penganut gereja ortodok timur rupanya juga memiliki kebiasaan untuk mengingat bahwa setelah 40 hari seorang yang meninggal akan datang lagi ke rumah dan kembali lagi ke kuburan.
Untuk itu, di Rusia misalnya disediakanlah sajen berupa roti dan segelas air di sebuah sudut rumah almarhum/ah. Handuk milik almarhum/ah digantung di jendela dan dibawa ke gereja terdekat. Makanan akan disediakan di rumah duka, khusus bagi para tamu (keluarga atau jamaah gereja).
Eri Bolot dalam blog pribadinya menulis bahwa Jepang sendiri juga mengenal perayaan 49 hari setelah seseorang meninggal, di mana keluarga, tetangga, saudara, kerabat dan kenalan berkumpul serta berdoa untuk almarhum/ah. Bahkan masyarakat Jepang kuno pun masih melestarikan kematian orang setelah 7 hari, 49 hari, 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun, 13 tahun dan 50 tahun.
Baca juga: Puasa dan Tradisi Sembahyang 40 Hari
Di Jerman yang mayoritas penduduknya Katolik Roma, mereka merayakan paskah. Empatpuluh hari pasca Yesus meninggal dan dipercaya sebagai masa kebangkitannya, ditandai dengan acara berbagi telur pada keluarga, saudara dan kerabat. Acara cari telur dimaksudkan pula sebagai lambang awal kehidupan.
Tapi rupanya, tetap saja, tradisi bagi berkat makanan ke tetangga dekat pada acara 40 hari bapak kami masih asing di telinga mereka. Begini komentar mereka:
- "Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus membawa sesuatu ke kalian sebagai balasan? Aku harus masak apa untukmu?"
- "Menarik sekali. Tradisi yang aku baru tahu."
- "Hmm pasti makanan Indonesia ini enak. Maaf kalau kami nggak tahu tentang kepergian ayahmu pada hari H."
- "Terima kasih makanannya, ya. Barusan kami santap. Aku tadi pergi sebentar. Kami turut berduka atas kepergian ayahmu."
- "Sekali lagi, turut berduka atas kehilangan yang kamu alami. Doa kami menyertai supaya bapakmu masuk surga."
- "Pasti berat, ya, ditinggal seorang bapak. Bapakku dan bapak mertua juga meninggal sudah bertahun-tahun masih saja berat rasa di hati. Mereka juga kena Aneurisma bahkan sampai dirawat 3 tahun. Bapakmu mendapat kematian yang cepat dan tidak menyiksa."
Saya hanya mengangguk dan menahan titikan air mata. Ditumpahkan di rumah saja, malu kalau diumbar di jalan.
Setidaknya 40 kardus yang harus saya bagi, saya pilih 10 saja untuk tetangga kanan-kiri yang dekat dengan kami. Lagian, saya lupa belanja dan hanya memanfaatkan gudang makanan yang ada di rumah. Jadinya, limited edition. Yang penting selesai, mission accomplished. Perhatian dan doa para tetangga membuat saya lega.
***
Kompasianer, senangnya selangit sudah berbagi suka dan duka dengan tetangga lewat perayaan matangpuluh dinanan, 40 hari meninggalnya bapak dan eyang kami Drs. Dr.Hc. KRMH Setyadji Pantjawidjaja Sastraningrat.