Lagi-lagi ia menggelengkan kepala. Tetap saja tak ada tanggapan dari seberang sana. Bulir air matanya mulai membasahi pipi.
Sementara itu di badan pesawat, tampak pramugari Nelly sibuk menenangkan 9 penumpang. Perempuan cantik kelahiran tahun 1912 itu mengumumkan bahwa pesawat mengalami turbulensi. Untuk itu semua penumpang harus segera memasang sabuk pengaman. Ia letakkan megaphone, lalu mengecek satu persatu apakah sudah benar pemasangannya.
Penumpang 1: Miss, mengapa pesawat goncangannya begini? Apa pesawat mau jatuh? Aku masih muda, aku nggak mau mati!
Perempuan umuran 20 tahun itu memegangi celemek putih Nelly erat-erat. Pramugari Swissair itu memang tidak berseragam. Supaya saat menyediakan teh, kopi, roti dengan isi, sup dan buah tidak kotor, Nelly harus merangkapi bajunya dengan weisen Schuerze, celemek putih.
Penumpang 2: Aku juga takut. Aku harus menghadiri pernikahan anak semata wayangku. Jangan-jangan aku mati duluan sebelum tiba di Postdam. Aku ingin hidup 30 tahun lagi.
Penumpang di sebelah penumpang 1, seorang pria berumur 70 tahun juga ikut khawatir. Keningnya makin berkerut. Tangannya mengepal. Jika pesawat tidak sampai Berlin, bagaimana ia bisa meneruskan perjalanan ke Postdam untuk menemui putrinya?
Nelly: Tenang-tenanglah, semua akan baik-baik saja. Kita serahkan semua pada pilot kita. Kami sudah terbang selama 79 kali. Semua akan segera berakhir. Anda mau minum teh, kopi? Teh untuk gadis cantik dan kopi untuk bapak, OK?
Nelly mencoba membahagiakan para penumpang dengan senyumannya yang khas. Perempuan berambut coklat itu tahu bahwa turbulens kali ini tidak biasa. Tidak seperti turbulens-turbulens sebelumnya. Tapi ia tak boleh berbagi kecemasan itu kepada para penumpang. Apalagi ia telah bersumpah.
Dan zaman itu makanan dan minuman di dalam pesawat belum termasuk harga tiket. Dengan ruangan mini untuk dapur, Nelly mempersiapkan semuanya untuk para penumpang dan crew. Ia berharap dengan menjamu mereka dengan apa yang ada di gudang makanan, membuat para penumpang tidak was-was.
Penumpang 1 dan 2 mengangguk, setuju dengan minuman yang akan disiapkan Nelly untuk mereka. Mata-mata mereka mengawasi jendela kaca yang sudah tak jelas lagi karena siraman hujan badai. Nelly berlalu menuju dapur.
Penumpang 7: Maaf, pesawat kenapa, ya?