Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Murid Tak Kirim Tugas Sekolah, Guru Datangi Rumah Murid

29 Mei 2020   04:12 Diperbarui: 29 Mei 2020   04:11 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang tua dan anak adalah satu team dalam homeschooling (dok.Gana)

"Buk, daftar tugas Chayenne sudah dikirim ke wali kelas, belum?" Weekend lagi enak-enak duduk di sofa, suami mengagetkan saya.

"Lho, kemarin aku suruh dia ke bawah buat scan dan kirim ke emailmu. Supaya nanti dikirim lewat gmail." Perasaan saya sudah mengatur bahwa tugas terkirim.

"Yahhh, papa lupaaa." Anak perempuan yang mendengar percakapan kami ikut nimbrung.

"Enggak, sudah, kok."  Suami saya ngecek Microsoft outlook. Ternyata ia sudah mengirimkan scan tugas ke guru. Aman. "Punya Shenoa sudah?" Suami saya ngecek lagi. Takut ada yang terlewat.

"Sudah." Si ragil yang merasa namanya disebut-sebut, menjawab singkat.

Begitulah kira-kira diskusi singkat kami kalau weekend. Maklum dengan homeschooling, selain ada teleconference, ada juga tugas seabrek dari guru-guru yang harus dikerjakan anak pada pagi hari dan dikumpulkan pada akhir pekan lewat surel. Sebagai orang tua, percaya pada anak itu perlu tapi kontrol lebih baik. Betul?

Jadinya, mengontrol apakah mereka sudah mengerjakan tugas setiap hari dan mengumpulkan setiap minggunya pada guru wali kelas adalah baik. Itu juga lambang perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, yang rasanya makin dekat dan harmonis saja selama masa corona.

Namun, saya juga paham kalau ada orang tua yang nggak punya waktu karena harus sibuk bekerja atau memang merasa bahwa itu adalah tugas dari anak yang sudah besar, dirasa sudah bisa mandiri. Mereka harus belajar bertanggung-jawab pada tugas untuk masa depannya.

Seperti cerita anak kami. Ia curhat bahwa temannya baru saja kirim pesan whatsapp. Isinya tentang sidak dari guru wali kelas karena ia lupa mengirimkan daftar tugas yang sudah dikerjakannya selama seminggu.

Ketika bertemu di depan pintu, kebetulan sang ibu yang membukakannya. Uneg-uneg sang guru yang ganteng itu ditanggapi dengan santai. Kata si ibu, itu adalah tugas sekolah anak.

Sebagai orang tua, ia nggak mau ngurusi. Kalau diurusin terus, anak nggak dewasa, nggak ngerti tugas, nggak ngerti tanggung-jawab. Bagaimana ia bisa hidup mandiri nanti?

Maklum, di Jerman, banyak orang tua yang membiarkan anak-anaknya yang sudah 18 tahun untuk hidup sendiri di flat kecil atau kota lain untuk merantau. Entah itu kuliah, training atau bekerja, silakan.

Guru serba salah karena kalau dipikir benar juga apa kata si ibu tapi dalam masa sulit seperti ini, anak-anak tetap butuh dukungan banyak pihak, khususnya dari keluarga. Mana ada anak yang sebenarnya mau ditimbuni tugas bejibun gara-gara masa karantina di rumah saja? Mereka lebih memilih ikut pelajaran seperti biasa.

Untungnya, masalah terselesaikan setelah si anak memperlihatkan buku-buku di mana ia mengerjakan tugas.

Sebagai orang tua, saya juga menyayangkan sikap dari salah satu sikap orang tua murid yang nggak peduli dengan kelancaran tugas anak. Apalagi si anak adalah salah satu anak yang memang butuh perhatian khusus.

Selain punya record sering bolos, jarang ngerjain PR, juga sudah coba minum alkohol dan merokok padahal umurnya baru saja beranjak 14 tahun ini. Jadi selama homeschooling, orang tua si anak tetap harus check-recheck 

Jerman memberi izin bagi setiap remaja yang sudah berumur 18 tahun untuk mengkonsumsi barang-barang yang bikin tergantung tadi. Sebabnya pasti karena efek buruknya kesehatan yang akan dialami yang bersangkutan jika sudah kenal barang tersebut.

Kompasianer, perhatian guru terhadap muridnya nggak hanya dicontohkan guru dari Jerman. Sepertinya sudah diperlihatkan  pula oleh guru-guru di Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu, saya melihat seorang guru perempuan menjemput muridnya yang nggak punya hubungan internet tapi harus mengerjakan tugas. Dengan jalan yang kecil dan jauh, ibu guru rela jauh-jauh memberikan bantuan supaya proses belajar lancar. Oh, sungguh mulia seorang guru, pahlawan tanpa tanda jasa, seperti para petugas medis di masa corona.

Kalau semua guru seperti itu, bagaimana nggak bahagia murid-muridnya dan semangat belajarnya sampai langit sap tujuh.

Sekarang, saya ingin mengingatkan para orang tua di rumah untuk tetap mengawasi kelancaran dan kesuksesan homeschooling dan controlling-nya sesibuk apapun, sesulit apapun. Kalau para guru harus berjuang sendiri, kasihan. Jangan-jangan nanti ikut bilang #terserah. Payah, kan? Jangan sampai, deh.

Salam sehat dan bahagia selalu. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun