Dimulai dari kek putri salju, nastar, baru Kastengel. Kalau sudah matang, kuker saya sembunyikan di gudang makanan. Jika ditaruh di meja, bisa amblas sebelum lebaran tiba. Bikinnya kan 3 hari sebelum lebaran, capek deh.
Awalnya berbagai resep sudah pernah saya coba dari tahun ke tahun. Resep yang paling pas, biasa saya print dan ulangi lagi. Oalah, saya baru tahu, orang Jerman nggak suka pakai milk powder atau bubuk susu untuk membuat kek. Mereka memilih susu segar. Waduh, walhasil kukernya agak lembek lah.
Yang terpenting dari pengalaman membuat kuker lebaran sendiri bukan beli adalah, saya jadi tahu kandungan atau isi dari kuker. Selain lebih sehat, hemat juga bangga dengan buatan sendiri.
Supaya segar, saya biasa memasaknya setelah berbuka puasa di hari terakhir. Selain nanti bisa mencicipi, sembari ngabuburit lah. Namanya juga maghrib baru pukul 21.07. Lama. Supaya nggak boring, melakukan sesuatu yang menyenangkan akan mengelabui rasa jemu.
Bagian sayap dan kaki ayam adalah favorit saya untuk dimasak sebagai opor ayam. Telur ditambahkan bagi mereka yang nggak makan daging.
Seingat saya, sewaktu tinggal serumah dengan ibu dan keenam saudara saya, ibu yang memasak opor. Begitu pindah rumah diboyong suami, opor ayam dihidangkan asisten rumah tangga. Jika mereka pulang kampung, kami beli jadi. Idih, malas banget, ya. Malu-maluin. Tetapi kalau bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit? Bisa beli dan murah, beli aja. Hehehe.
Di Jerman pasti nggak ada yang jual. Ya, udah bikin sendiri. Bisa, kok. Cepat dan mudah. Tinggal menumbuk semua bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, ketumbar, kemiri, sereh, lengkuas, jahe, garam lalu digongso. Menambahinya dengan santan kental dan air, baru memasukkan daun salam dan daun jeruk, aduk-aduk. Setelah itu masukkan daging ayam, aduk-aduk.
Sebagai teman opor ayam telur ada menu sambal goreng ati. Makanan yang agak pedas karena memasukkan cabai merah itu juga sudah saya masak setelah opor matang.
Jadi hari Minggu tinggal diangetin.