Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Tradisi Memanggang Baklava untuk Zuckerfest di Jerman

18 Mei 2020   03:47 Diperbarui: 18 Mei 2020   03:47 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingat betul tentang indahnya kenangan tradisi menjelang lebaran di rumah kami di Semarang, Indonesia. Membantu ibu yang mengisi selongsong ketupat pada hari terakhir sebelum lebaran, mengiris bawang merah, hati ayam, kentang dan bawang putih untuk memasak opor ayam-telor serta sambal goreng ati adalah sesuatu.

Dandang besar tampak berkobar dimakan api dari kayu yang menjadi bahan bakar waktu itu. Nggak tahu mengapa ibu tidak menggunakan kompor gas. Sepertinya, ingin membersihkan sisa-sisa kayu dari pembangunan rumah kami. 

Sambil masak, menghilangkan kayu jadi abu. Abunya dipakai untuk abu gosok mencuci alat makan dan minum. Jadul sekali tradisi yang nggak hanya kami lakukan tapi hampir semua ibu-ibu di kampung kami melakukannya.

Sebelum malam takbiran, semua masakan sudah siap. Keesokan harinya setelah sholat Idul Fitri dan acara sungkeman, semua makanan dipanaskan sebentar lalu disantap bersama-sama.
Menjelang lebaran, saya dan teman-teman di Jerman masak apa?

Itu dulu, bagaimana dengan tradisi menjelang lebaran pasca kepindahan saya ke Jerman? Tentu saja masih sama. Saya masih memasak lontong opor ayam dan sambal goreng ati sendiri di rumah. Sebagai tambahan, saya menanak nasi dengan rice cooker karena suami dan anak-anak nggak suka ketupat atau lontong. 

Tak ketinggalan kerupuk dan camilan kuker seperti nastar, kastengel dan putri salju. Semua bikin sendiri, teman-teman. Kalau nggak pindah ke Jerman, pasti saya nggak bakalan sampai serepot, sebisa dan sesemangat itu. Mau makan, ya tinggal beli atau pesan saja sudah selesai. Itu di Indonesia. Di Jerman ngimpi kali, ye. Semua harus mandiri, dikerjakan sendiri tapi tetap dibagi-bagi ke tetangga kalau sudah matang, deh.

Lho, kan di Jerman, kok tradisi Indonesia yang dibagi ke tetangga?

Namanya Jerman, lebaran nggak seheboh di tanah air yang semua orang gembira menyambut, yang semua orang merayakan. Tapi paling enggak masih ada orang Turki dan para pengungsi seperti dari Suriah dan Afrika yang bersuka-ria menyambut ramadan dan akhir ramadan.

Seperti yang saya sering tulis bahwa dari 81 juta penduduk Jerman, hanya 1,5 juta saja orang Turkinya. Kebanyakan orang Jerman pemeluk agama Katolik. Beruntung bahwa mayoritas masyarakat Turki itu pemeluk agama Islam dan memiliki tradisi Zuckerfest saat lebaran.

Kalau saya amati, mereka itu tidak memiliki tradisi ritual seperti kita; ruwatan, sadranan, nyekar, kupatan, megeng atau apapun namanya seperti di tanah air. 

Untuk perayaan lebaran atau Zuckerfest, mereka yang tinggal di Jerman Selatan yang dikelilingi Blackforest punya tradisi membuat makanan manis 1-2 hari menjelang lebaran. Salah satunya adalah Baklava. Makanan yang sudah menjadi kekhasan Turki sejak ratusan tahun silam dan populer di zaman Osman. Di kemudian hari, disajikan selama perayaan Zuckerfest. Maksudnya supaya setelah sebulan berpuasa, tenaga kembali pulih dengan energi manis dari makanan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun