Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Beli Parcel Online Milik Teman Lebih Aman dan Nyaman

13 Mei 2020   05:08 Diperbarui: 13 Mei 2020   05:06 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lebaran segera tiba. Seingat saya selama ini cuma bisa sekali pulang mudik pas hari Raya. Iya, kalau hari itu pas dengan hari libur anak-anak yakni bulan Agustus. Sementara peringatan hari besar umat Islam itu selalu ada di bulan yang lain. Tahun ini misalnya, jatuh pada bulan Mei dan tahun 2019 ada di bulan Juni. Sedih, ya.

Memiliki keluarga di tanah air, rasanya ada yang kurang jika tidak bersilaturahim. Apa daya, selain jarak dan waktu yang memisahkan, rupanya masa karantina akibat pandemi corona membuat kami lagi-lagi kehilangan kesempatan untuk berlebaran di tanah air. "Wir bleiben zu Hause, we stay at home."

Untung saja ada "Zoom meeting", melepas rasa rindu yang kian mendera. Lantas untuk memunjung keluarga dengan hantaran parcel lebaran, saya memilih parcel online milik teman di Indonesia. Kalau kirim dari Jerman bisa tapi selain lama sampainya (3-4 minggu), mahal karena berat diongkos. Paket yang T+L+T=90 cm seberat 2 kg dihargai 16 euro atau kira-kira Rp 250.000. Itu belum isinya paket. Sedangkan memilih parcel online milik teman di Indonesia, Rp 250.000 sudah dapat paket OK. Mau yang lebih besar, tambah sedikit uangnya.

Perluas networking

Kompasianer percaya dengan "the power of networking"? Memelihara pertemanan dan persahabatan di seluruh dunia itu penting. Sekarang ini dunia hanya ada di satu jari, apalagi di masa karantina nggak bisa ke mana-mana. Tinggal klik, hey ... sudah terhubung!

Begitulah, saya masih memiliki hubungan dengan teman-teman di tanah air tercinta Indonesia. Salah satu di antaranya adalah Rose (bukan nama sebenarnya). Rasanya bangga memiliki teman yang beragama Nasrani tapi mencukupi kebutuhan parcel lebaran kami yang beragama Islam. Artinya, ia nggak hanya menyediakan parcel untuk teman-temannya yang merayakan natal pada bulan Desember. Salut toleransinya tinggi, "two thumbs up."

"Pesan satu paket, ya, untuk ibu saya." Pinta saya. Solidaritas dengan teman menjadi dasar utama untuk belanja. Istilahnya "nglarisi" teman. Selain itu, karena kenal secara pribadi, kayaknya lebih percaya. Mosok teman makan teman?

Mana saya tinggal di Jerman, kalau ada apa-apa bagaimana? Misalnya pesanan nggak sampai, barang nggak lengkap atau rusak, uang nggak sampai dan seterusnya. Pesan parcel online milik teman jadi tips jitu mengusir rasa ragu dan bimbang di dada. "Good bye", kecemasan dan selamat datang, kepercayaan.

Oh, iya. Selama berbincang-bincang, ia menambahkan bahwa usaha ini selain hobi juga dalam rangka tabungan masa depan untuk pendidikan anak-anaknya. Saya pikir idenya brilliant. Meski suaminya sudah mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan istri dan anak-anak, menurut saya bagus kalau ada perempuan yang mau mandiri nggak gantungin suami dan cuma nonton telenovela atau sinetron saja. Nggak mutlak tapi kalau niat, silakan. Takutnya kalau karir, keluarga malah berantakan tetapi kalau bisa seimbang, is OK. Bukankah ibu tiang rumah tangga?

Itulah, yang mulanya suka memanggang kue dan kek, ia jadi fokus untuk menggali bakat itu menjadi ladang bisnis. Ada kan, orang yang punya bakat tapi nggak PD buat mengembangkan usaha sendiri. Belum usaha, sudah takut bangkrut dulu. Belum bikin kue, sudah bilang dalam hati kuenya nggak enak. Belum jualan, sudah takut nanti pada ngutang aja. Belum bikin merk, sudah takut ada saingan ketat. Gawat, kan.

Mengapa teman saya itu yakin dengan usaha kecil-kecilannya? Barangkali karena selepas SMP sekelas dengan saya, ia sekolah di SMEA di tengah kota dan saya milih SMA. Sekolah Menengah Ekonomi Atas itu saya dengar banyak mengajarkan ketrampilan perempuan untuk dikembangkan demi masa depan. Ada perhotelan, tata boga dan tata busana. Saya mengangguk, teman saya itu sangat feminin luar-dalam, sangat pas dengan sekolahnya. Kalau saya mungkin bakatnya macul. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun