"Beda dengan masjid di Simpang Lima." Chayenne mengingat lagi perbandingan masjid-masjid yang pernah kami datangi. Masjid di pusat kota juga besar, masjid Baiturahmann. Saya pernah cerita kepada mereka bahwa mamanya selama 4 tahun mengajar anak-anak TK di sana. Cerita lalu yang indah.
Ya, ya, ya, beda. Masjid yang bukan sembarang masjid lantaran punya fasilitas convention hall, hotel Graha Agung, menara Al Husna, office hall, perpustakaan, pertokoan penjualan souevenir dan tempat parkir yang luas. Mau cari apa lagi?
Masjid ini juga bersejarah, lho, lantaran pak Jokowi hadir pada tanggal 19 Oktober 2018 untuk shalat Jumat. Khatibnya Prof. Dr. KH Noor Ahmad, MA dan imam KH. Zaenuri Ahmad al-Hafidh. Selaku muadzin yang mengumandangkan adzan I, HM. Rokhani dan adzan II, Hasanuddin. Hari bersejarah.
"Sandalnya dilepas, ya." Anak-anak saya komando untuk melepas sandal di batas suci.
"Lho, kalau mau masuk masjid harus lepas sandal? Di gereja boleh pakai sepatu." Chayenne protes. Tapi ia tahu, apa yang dikatakan ibunya, harus dipatuhi.
"Iya, kan kita masuk surga, harus bersih dari najis dan noda." Kata saya.
"Kalau sandalnya hilang bagaimana?" Shenoa takut sandal jepit pink hello kitty-nya hilang diambil orang. Sandal dipeluk erat sebelum ditaruh di lantai.
"Beli lagi." Tawa saya meledak. Mereka belum saya ceritakan tentang kehilangan sandal di masjid adalah hal biasa. Bahkan penukaran sandal lama ke baru bisa saja terjadi. Nggak tahu itu sengaja dilakukan orang karena mata nggak lihat atau karena iri sandal orang lebih bagus. Foto tentang tulisan pada sandal swallow baru warna biru "Tolong jangan ambil sandal ini, sudah hilang 5 kali" kembali melintas di kepala ini. Saya tambah ngakak.
Dengan semangat, bocah-bocah mungil yang mulai keringatan itu masuk masjid. Oh, tertulis di sebelah kiri pintu masjid, "Masuk Masjid: Harus berbusana muslim/aurat tertutup."
Kami memakai rok, meski lengannya pendek. Bolehkah? Bismillahhh ....