Masih segar diingatan saya pernah dijamu Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Hongaria 2014-2018, H.E. Wening Esthyprobo Fatandari di rumah kediaman beliau. Buku saya "Exploring Hungary" yang dikatapengantari beliau, di-launching di sana dan dihadiri beberapa pejabat, warga negara Indonesia dan warga negara Hongaria. Inilah hikmah menulis, khususnya menulis buku. Ayo, Kompasianer teruskan hobi menulis. Jangan pernah berhenti.
Oh, ya. Selama di sana, saya sempat mengobrol dengan beliau. Kamar saya bersebelahan dengan kamar beliau, sedangkan kamar sekretaris pribadi ada di atas saya. Luar biasa, mana ada dubes sebaik beliau? Thanks, madam.
Bu dubes pun cerita suka-duka tinggal di luar negeri mengemban tugas negara.
Resiko Tinggal di Luar Negeri
Di depan kamar saya ada sebuah meja makan dan sebuah sofa. Saat kami duduk di sana dan ngobrol-ngobrol, mata saya sudah lima watt tapi sumpah, membekas sekali apa yang dikatakan beliau.
"Resiko jadi diplomat harus tahu. Saya kehilangan orang tua, dua-duanya ketika masih bertugas di luar negeri. Berada di Brusel, Belgia ... ibu pergi. Itu saya lagi jadi kuai, kuasa ad interim. Dubes lagi nggak ada di tempat. Ada menteri perdagangan, bu Rini, ya ... nggak bisa pulang gimana? Full of choices. Saya lagi ada menteri, gimana? Sementara dubesnya lagi nggak ada ... saya kuasa usaha tapi kemudian acara resmi selesai, segera saya mohon ijin. "Ibu, mohon ijin saya harus pulang ke Semarang karena orang tua wafat. Di Oslo, Norwegia juga gitu. Pas dinas, Rama meninggal 3 Juni 2009 di usia 89 tahun tapi saya sadar, itu resiko lah punya profesi kuai."
Itulah, mengemban tugas negara, khususnya saat berada di luar negeri, ibu dubes harus menanggung resikonya. Orang tua beliau meninggal, tidak bisa datang. Sekalipun datang, akan sangat repot dan semua sudah terlambat. Jarak Eropa-Indonesia yang ribuan kilometer tidak seperti ke luar kota. Apalagi perbedaan waktu di mana Indonesia lebih cepat 5-6 jam ke depan.
Lalu apa hubungannya resiko bu dubes berada di luar negeri sehingga orang tua beliau meninggal tidak bisa langsung datang, dengan saya yang tinggal di Jerman tapi bukan diplomat?
Kebetulan, bapak beliau Andaryaka Wisnuprabu adalah kawan akrab bapak saya, Setyadji Pantjawidjaja. Keduanya sangat aktif di bidang kebudayaan. Lambat laun, saya berpikir, suatu hari, pengalaman bu dubes itu pasti akan menjadi milik saya. Iya, ditinggal orang tua menghadap Tuhan dan nggak bisa ngapa-ngapain lantaran berada di luar negeri. Siapa suruh datang ke Jerman? Kalian masih bermimpi tinggal di luar negeri?
Bapak Pingsan, Saya Bingung
Dan "hari" itu telah tiba.