"Maaf saya mengganggu panjenengan semua. Panjenengan duduknya semua berbahaya. Njenengan tetap di sini silakan. Ikuti aturan saya nggak papa. Saya berharap atau ikuti aturan. Itu bahaya karena semua berdekatan. Penularannya sangat cepat. Bahkan orang tanpa gejala sekarang menularkan itu dengan sangat cepat. Penjual soto, njenengan harus pakai masker. Piye nduwe pora, yen ora nduwe tak keki. Aku ora omong tok. Saya harus sampaikan ke panjenengan, mudah-mudahan dengan akal sehat kita, panjenengan ikuti aturan kami. Ngaten, nggih. Lah, njenengan ki kleru mas. Duduknya adep-adepan, harusnya jaga jarak. Nggih, nuwun."
"Kota Semarang itu pertumbuhannya paling tinggi. Mangga, njenengan penggalih piyambak-piyambak. Yang jual warung, nuwun sewu, nggih. Nuwun sewu sanget, ini kalau perlu duduknya dikasih jarak,nggih. Dikasih jarak sehingga tempatnya mlipir-mlipir sitik ora papa. Warung ini pasti rame, wonge seneng tapi kalau bisa diatur, nggih. Sebelum nanti ada peningkatan yang terkena penyakit banyak, ditutup malah ora penak. Awake dhewe rekasa kabeh, nggih? Tolong titip ditaati, nggih?"
Dengan pilihan kata dan kalimat yang halus, beliau menyampaikan pentingnya perhatian masyarakat dalam mengikuti anjuran pemerintah untuk social distancing dan physical distancing. Cara penyampaian yang tidak otoriter. Meskipun demikian, masih banyak orang yang melanggar dengan duduk dempet-dempetan, bergerombol dan tanpa pakai masker.
Selama ini sudah ada data dari dinas kesehatan kota Semarang bahwa jumlah kasus positif corona ada 123 orang, 22 orang jadi korban. 2.564 orang dalam pemantauan dan 449 pasien dalam pengawasan. Jika masyarakat tidak menurut anjuran pemerintah, keadaan akan menjadi lebih parah.
"Kalau Sayang Keluarga, Jangan Mudik"
Dalam video yang lain, pak Ganjar juga tak henti-hentinya mengingatkan warga untuk tidak pulang kampung. Sebentar lagi Ramadan, di mana tradisi nyadran ke makam leluhur dan perayaan Idul Fitri menjadi bagian darinya. Namanya orang, ada juga yang ngeyel, keras kepala tidak mengikuti anjuran pemerintah.
Misalnya datang dari desa terpencil dan kembali ke Semarang, bisa terpapar kan. Tambah bahaya kalau yang mudik itu dari daerah lain yang lebih parah seperti dari Jakarta, seperti empat pasien corona dari Purbalingga. Memang sebaiknya mendengarkan nasehat bapak gubernur, semua tinggal di rumah saja sampai semua kondisi terkendali. Bukankah sudah ada bantuan dari pemerintah?
Peringatan itu mengingatkan kita pada kasus pertama di Jateng. Pasien satu di Solo, sebelum sakit pernah mengikuti seminar di luar Jateng. Ia juga menulari keluarganya. Orang mikirnya, "Ah, nggak papa kann mau ketemu keluarga sendiri."
Meskipun masih satu keluarga ternyata tidak menjamin terbebas dari virus, justru mempercepat karena nggak pada jaga jarak. Buktinya akhir-akhir ini jumlahnya meningkat. Pak gubernur menduga ini ada hubungannya dengan pulangnya perantau ke Semarang.
Saya ngerti kalau ada yang bilang:
"Kasihan bapak-ibu nggak ada yang jenguk."