Sejak 5 Februari signal kekurangan masker, sarung tangan dan baju pelindung bagi pekerja di rumah sakit sudah diteruskan kepada pemerintah Jerman.
Menteri kesehatan menanggapi dengan mengorder masker di Kenya, Afrika sebanyak 6 juta pieces. Katanya, masyarakat Jerman tidak perlu khawatir. Namun, sampai hari ini sudah April, masker dan perlengkapan lainnya belum juga tiba. Para dokter dan perawat gelisah.
Di sebuah klinik di Cologne, 50.000 masker dicuri. Suami saya yang bisnis alat dan keperluan medis juga sudah memesan masker untuk bisnis dan keperluan sendiri sejak Februari belum juga tiba.
Keadaan memang sedang kacau-balau dan bahaya, pasien corona sudah menembus angka 99.225. Kanselir Jerman merasa ini sudah waktunya mengganti tanggung-jawab pengadaan masker kepada menteri perdagangan karena tugas menteri kesehatan tidak terlaksana dengan baik.
Teman-teman, jika pemerintah Jerman meminta produsen di Jerman membuat masker, harganya sangat mahal dan yang paling sulit adalah menemukan bahan seperti tali elastis. Mereka akan sanggup menyelesaikan tugas tidak dalam sekejap mata alias butuh waktu yang panjang. Bukankah butuhnya masker sekarang?
Jerman sangat menggantungkan produk dari China, seperti halnya kebanyakan negara-negara di dunia. Hikmah yang bisa diambil; memang mandiri dengan memproduksi barang dalam negeri dan mencintainya itu lebih bagus. Jempol buat pak Jokowi yang mendukung kebijakan untuk membantu dan mempermudah produk dalam negeri serta lebih diutamakan dari produk luar.
Nah, sekarang karena masker adalah kebutuhan penting saat krisis corona, apalagi WHO sudah kasih aba-aba, setiap orang entah tua-muda, perempuan-pria wajib memilikinya.
Untuk itu, banyak gerakan membuat masker sendiri entah untuk dijual, disumbangkan atau dipakai sendiri.
Di Jerman orang bisa saja beli tetapi ingat, selain stoknya nggak ada, sekali ada mahalnya minta ampun. Jika satu keluarga ada 4 orang, harga satunya 10-15 euro, sudah berapa uang yang harus dikeluarkan?
Menteri kesehatan Jerman memang gagal mengorganisir pengadaan masker tapi ia sempat mengedukasi masyarakat dengan menyerukan bahwa masker yang harus dipakai para ahli medis yang merawat pasien corona adalah jenis masker operasi dan FFP (Filtering Face Pieces) dengan standar FFP 2 dan FFP 3. Keduanya menggunakan material yang mampu membendung masuknya virus yang bentuknya mikro.
Sedangkan orang awam cukup memakai masker pelindung THT (telinga-hidung-tenggorokan), seperti yang banyak beredar sekarang ini.
Selain itu jangan lupa tetap menjaga social distancing dan physical distancing supaya tidak ketularan virus. "Wir bleiben zu Hause" atau tetap tinggal di rumah menjadi tindakan tepat untuk mendukung pemerintah dalam mengerem pertambahan angka korban corona.
Sekalipun terpaksa keluar untuk ke dokter atau berbelanja kebutuhan pangan, harus pakai masker dan jarak 2 meter dengan manusia lain.
Teman-teman, beberapa kota di Indonesia, sudah mulai ada gerakan wajib memakai masker, bagi-bagi masker dan pembuatan masker massal dengan harga murah-meriah, diangkat dari Rp 3000 per piece. Anda sudah punya di rumah?
Sebelum ada wabah corona kami sudah punya beberapa masker untuk renovasi dan masker untuk debu jalanan. Kalau sudah kotor dan dicuci belum kering, nggak punya stok ganti.
Nggak salah jika kami pun mulai rajin untuk membuat masker sendiri. Ada ide memanfaatkan baju-baju bekas dengan warna yang belum aus dan motif yang menarik, ketimbang membeli kain baru di toko. Untuk pengetahuan cara pembuatan dan sablonnya, kami mencari di internet. Ketemu!
Segera membuka peralatan dan taraaaa ....telah siap yang kami butuhkan:
- Kain atasan
- Kain putih untuk pelapis
- Mesin jahit dengan benang atau kalau nggak punya, bisa jahit tangan tinggal siapkan jarum dan benang.
- Kapur kain
- Gunting
- Karet elastis atau tali.
- Kawat (dari folder map)
Caranya:
- Print pola masker dari internet. Modelnya bisa yang ada bentuk hidungnya atau yang hanya segi empat saja.
- Gunting kertas pola atasan dan bawahan.
- Jiplak gambar pola di atas kain dengan kapur atau marker.
- Gunting kain sesuai gambar pola.
- Ambil dua bagian kain atas, dengan posisi motif tidak terlihat.
- Satukan bagian tengah untuk hidung atau bagian yang panjang, lalu dijahit supaya menyatu.
- Ambil kain bawahan warna putih, satukan dengan kain atas bermotif, jahit menjadi satu.
- Jahit bagian sisi kanan dan kiri dengan membentuk selongsong atau lubang untuk dimasuki karet pengait. Tanpa selongsong atau dengan menjahit pinggiran kain semuanya, karet bisa juga dijahit di bagian atas dan bawah. Karet jadi lebih irit karena tidak butuh karet yang panjang.
- Jika ingin bentuk di bagian atas hidung ketat atau pas, ambil kawat dari jepitan folder kertas.
- Jahit bagian hidung atas secara horizontal sesuai panjang kawat, untuk tempat kawat. Jarak kira-kira 1 cm antara pinggiran kain bagian atas ke bawah dengan jahitan. Jahit secukupnya saja, nggak usah sampai ujung kanan atau kiri.
- Dicuci sampai kering.
- Siap pakai.
- Pola kain atas lebih panjang dari kain bawahan. Untuk itu, kain bawahan tidak terjahit atau terbuka sebagai jalan untuk memasukkan tisu yang bisa menyerap keringat atau liur dan bisa diganti berkali-kali. Meskipun demikian, rajin mencuci masker sangat dianjurkan demi menjaga kesehatan.
Walaupun sudah pakai masker, tetap jaga jarak alias physical distancing, yuk. Kalau social distancing mah masih bisa pakai medsos nggak usah pakai meteran.
Nah, tunggu apa lagi ... siapkan motivasi, bahan dan waktu untuk membuatnya. Selain buatan sendiri membanggakan, punya banyak cadangan buat gonta-ganti dan bisa matching dengan baju yang dikenakan, ada kegiatan unik yang mampu menghilangkan kebosanan selama masa karantina mandiri. "Ini maskerku, mana maskermu?" Selamat mencoba. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H