Dalam pelajaran bahasa Inggris, kami nggak hanya berdiskusi tentang tata bahasa Inggris tetapi juga isu sosial dan budaya yang ada di negeri asli bahasa tersebut. Minggu lalu, kami ngobrol tentang Michael Fish, si peramal cuaca yang pernah kondang di acara "Weather news."
Benar peribahasa Indonesia yang mengatakan "tak ada gading yang tak retak", Si peramal yang biasa didengar di radio atau dilihat di TV Inggris itu pernah meremehkan peringatan sebuah bencana alam di negerinya. Apakah itu sebuah kesalahan yang membuat banyak orang celaka dan rugi?
Ceritanya, pada tanggal 15 Oktober 1987, seorang perempuan menelpon Michael saat ia sedang siaran TV. Si perempuan mengatakan akan datang badai, tapi si pria meramal tidak akan terjadi cuaca buruk, pemirsa tak perlu khawatir karena hal itu tidak akan terjadi. Warning penelpon hanya omong kosong belaka?
Nyatanya, beberapa jam setelah itu datang badai berkecepatan 160 km per jam yang menewaskan banyak orang dan menumbangkan jutaan pohon. Sungguh sebuah tragedi yang membuat banyak orang susah dan rugi. Manusia memang tempatnya salah.
Untungnya, orang-orang di Inggris pemaaf atau bisa jadi; pelupa, seperti kebanyakan orang Indonesia (termasuk saya hahaha). Setelah tahun demi tahun berlalu, mereka nggak ingat lagi kejadian buruk gara-gara Michael meremehkan peringatan bencana alam waktu itu.
Anehnya lagi, ia lebih terkenal dari sebelumnya, justru setelah keteledoran yang ia lakukan tersebut. Misalnya, ia diundang di beragam acara TV dan mendadak jadi artis terkenal. Heboh badai.
Badai Sabine
Seperti halnya di Inggris, cuaca menjadi bahasan penting hampir setiap hari di Jerman.
Istilahnya: "Es gibt kein schlechtes Wetter, es gibt nur faslche Kleidung."
Artinya, di dunia ini nggak ada istilah cuaca buruk, yang ada orangnya yang salah pakai baju.
Makanya orang harus tahu tentang ramalan cuaca dari hari ke hari. Entah dari radio, koran atau TV, orang mengikuti perubahan cuaca dari hari ke hari.