"Mama, aku takut kehilanganmu."
Dan masih banyak kenikmatan lainnya seperti kecup hangat dan pelukan erat dari anak-anak yang membanjiri hari demi hari. Bukan, bukan hanya saat mereka minta duit. Belum lagi masa-masa bersama mereka itu sesuatu, masa yang tidak bisa diulang jika sudah kadung terlewat.
Oh, ya. Saya baru melamar kerja di Jerman ketika anak bungsu sudah masuk TK dan lepas dari ASI. Itupun bekerja hanya dua jam sehari, artinya, anak-anak saya titipkan suami dalam waktu yang tidak lama. Selain untuk mencari uang saku supaya suami tidak merasa seperti mesin ATM, perasaan saya ... memiliki uang sendiri itu kepuasan sendiri. Ajining dini gumanting saka bati. Merasa berharga jika sudah sedikit menghasilkan sesuatu. Betul ibu-ibu???
Kedua, supaya ilmu yang saya timba dari bangku kuliah bertahun-tahun lamanya tidak sia-sia. Ketiga, supaya pergaulan menjadi luas, apalagi dengan masyarakat lokal, bukan hanya masyarakat Indonesia atau Asia saja. Tidak boleh. Integrasi di Jerman sangat penting, kalau tidak, orang asing bakal mirip katak di bawah tempurung. Lompat tapi di tempat. Yailah!
Keempat, menjadi contoh bagi anak-anak untuk tidak boleh bermalas-malasan. Aktif adalah obat sehat seorang manusia. Nggak percaya? Cobalah berbaring seharian hanya di tempat tidur dengan handy di tangan, surfing. Dijamin punggung sakit dan badan capek padahal nggak ke mana-mana atau nggak ngapa-ngapain. Halahhh.....
Pernah saya kepikiran untuk bekerja seharian. Tidak semudah membalikkan telapak tangan karena ijazah S2 belum tentu dianggap master atau magister di Jerman. Penyetaraan? Prosesnya njlimet, syaratnya banyak, pakek lama dan muahallll. "Man kann nicht alles haben", tidak semua apa yang kita inginkan akan jadi kenyataan. Manusia harus pandai bersyukur, ingat rejeki tak lari ke mana dan sadar sesadar-sadarnya, Gusti Allah ora sare. Jika memang nasib kita baik, pasti akan tercapai apa yang kita mau. Tidak ada rejeki dan nasib yang tertukar.
***
Setiap wanita dilahirkan dengan nasib yang berbeda-beda. Ada yang harus membanting tulang untuk menafkahi keluarganya sendirian, ada yang berdua dengan suami bekerja bahu-membahu, ada yang lebih memilih karir meski ekonomi sudah cukup dari suami atau tanpa kerja keras, uang sudah mengalir sendiri sehingga anak-anak tetap dekat dengan ibu di rumah.
Bagi saya, apapun pilihan seorang perempuan ada tanggung jawab yang diemban dengan visi misi yang berbeda. Tak ada maksud untuk menyalahkan mereka perempuan yang tinggal di rumah saja atau mereka yang tidak pernah di rumah demi mengejar karir. Kita tidak boleh membanding-bandingkan dengan teman, saudara, kenalan atau perempuan lain. Lebih baik konsentrasi pada apa yang kita lakukan dan kita capai sendiri, biarkan orang lain saja yang menilai.
Kadang memang rumput tetangga lebih hijau tetapi saya yakin kenyataannya tidak selalu demikian. Intinya, mari semua perempuan saling mendukung, saling membantu dan saling mendoakan yang terbaik. Silakan copy paste yang baik dan delete yang buruk dari perempuan yang hebat versi kita. Menjadi diri sendiri dan tidak ngotot jadi seperti orang lain itu menyenangkan.
Saya hanya ingat, tidak ada anak yang minta untuk dilahirkan. Sekali anak lahir dari rahim seorang perempuan, atau si ibu tadi, itu adalah tanggung jawab si ibu untuk mencukupi kebutuhan anak termasuk kepuasan batin tadi. Berani berbuat, berani bertanggung-jawab. Entah ibu memilih di rumah atau ibu ngotot di luar rumah, anak-anak tetap wajib merasakan kasih sayang seorang ibu. Jangan biarkan anak-anak kita seperti si Kani yang mewek bombay itu.