Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke "The Lost World", Sleman

30 Juli 2019   21:37 Diperbarui: 30 Juli 2019   23:18 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum mini sisa kehancuran desa akibat Merapi (dok.Gana)

Pakem, tempat tujuan kami. Itu letak Omahe Kartika", istana pelukis terkenal Mami Kartika Affandi. Mengenal beliau dari Kompasianer Sri Sulastri alias mbak Ncul yang temannya adalah anak perempuan mami.

Berangkat dari Semarang ke Yogya lewat jalan tol. Suami saya ngebut seperti Michael Schumacher. Wuzz --- wuzzz. Nggak jadi ngantuk tetapi tetap  mengawasi jalanan padat yang penuh pengguna jalan yang masih semrawut, nggak rapi kayak di Jerman. Jantung saya seperti home trainer. Deg-deg-duarrrrr, slaman-slumun-slamet. Mulut saya komat-kamit.

Ketika tiba di sana, mami yang baik sedunia itu ada di Museum Affandi karena sendirian. Ketika disusul, mami cantik sudah kadung berangkat ke suatu perhelatan seni. Yah, nggak jadi ketemuan.  Belum jodoh. Pasti suatu hari bisa bertemu, ya, Mi. Kalau tidak lusa, mungkin di lain hari.

Sebagai obat kecewa, kami yang sudah menyewa kamar di penginapan dekat rumah mami, mau jalan-jalan menghirup udara segar pedesaan. Ya, Merapi. Bukankah keindahan gunung itu sangat mengagumkan? Harus didatangi.

The lost world
Setelah parkir, kami membayar tiket masuk. Kalau nggak salah waktu itu masih promo. Oh, bukannya tadi di jalan raya sudah ada kontribusi? Ah, lain lagi rupanya.

Sebuah bangunan yang dibangun dengan gerbang khusus di depan mata. Anak-anak sudah mulai menghambur di tempat selfie. Mau jadi malaikat silakan, mau ke surga (Paradise Gate) boleh, berfoto bersama burung hantu yang harus rela bangun siang-siang mangga, silakan ngetrill dengan sepeda motor yang melayang di udara (yang ini hati-hati pembatasnya kurang aman), balapan roda empat mini, ke taman di mana ada telur raksasa atau mau beraksi di foto raksasa dan kurcaci di depan kursi. Semua gratis kecuali jasa foto dan balapan.

Kerongkongan kering, kami mau ke warung. Melihat standar kebersihannya, anak-anak dan suami sudah kabur duluan."Takut mencret," seru anak-anak. Kepala saya menunduk malu, meski pipi saya nggak merah. "Inilah negaraku.

My angel (dok-Gana)
My angel (dok-Gana)
Motocross di udara (dok:Gana)
Motocross di udara (dok:Gana)
Sudah pernah dapat Edelweis waktu pacaran ...? (dok.Gana)
Sudah pernah dapat Edelweis waktu pacaran ...? (dok.Gana)
Telurnya gede banget .... (Dok.Gana)
Telurnya gede banget .... (Dok.Gana)
Tur Merapi
Debu mengepul di sana-sini saat orang-orang bermobil melewati jalan yang kami jejaki dengan kaki. Anak-anak rewel dan sedikit batuk. Ah, barangkali alergi.
Kami melihat museum mini di mana barang-barang yang rusak akibat bencana dipajang di sana. Ahhh, panas sekali ya, semua melonyoh tak utuh bentuknya.
Keluar dari museum, di pelataran ada beberapa jeep yang diparkir. "Mau ikut?" tanya seorang lelaki. Kami menggelengkan kepala.

Wah, paket Jeep wisata lava tur Merapi menawarkan banyak paket. Harga dipatok dari Rp 350.000-Rp 700.000, lumayan mahal ya. Yang dituju adalah Rumah mbah Maridjan, Track air, bukit Glagah Sari, Bunker Merapi, Batu Alien, Museum Mini Sisa Hartaku, Makam Mbah Maridjan dan hutan pinus. Masing-masing paket beda yang dilihat tempatnya. Kalian pilih mana?

Sebelum pulang, kami ke stand souvenir. Aihhh, ada bunga Edelweis. Zaman dulu kalau pacaran, cowok pada ngasih bunga itu untuk ceweknya dari naik gunung. Di tempat itu, warnanya disemprot genjreng; oranye, hijau, kuning .... Wow, seperti pelangi.

The Stonehenge

Inggris pindah ke Merapi (dok.Gana)
Inggris pindah ke Merapi (dok.Gana)
Keringat mulai segede jagung, menetes di tubuh suami dan anak-anak. Mengapa saya tak berkeringat? Hanya hitam kulit yang saya dapat. Barangkali karena pori-pori kulit berbeda.

Perjalanan kami lanjutkan. Sandal kami sudah berubah jadi abu-abu karena debu. Ya, tetap semangat menuju Tempat wisata yang terkenal di Inggris itu dan ada imitasinya di Merapi. Mumpung di Indonesia. Iya, nggak usah jauh-jauh ke luar negeri apalagi pusing mikir visa negara yang sudah brexit. Berjalan-jalan di sana, serasa berada di dunia lain. Daun-daun pisang di sekitarnya menganggukkan kepala. Ia saksi bagaimana zaman dulu dan zaman sakini. Tetap waspada dan hati-hati. Papan peringatan, pengawasan dan evakuasi harus diperhatikan sekali.

***

The lost world, bukan dari Jurrasic park seperti dalam film Hollywood tapi daerah yang lenyap karena bencana gunung berapi Merapi. Musnah sudah dan kini setengah kembali.

Terlepas dari bencana yang dialami warga sekitar akibat Merapi batuk dan merusakkan area, rupanya ada hikmah untuk mengenal desa wisata Petung The lost world." Secara tata letak, obyek itu rawan bencana. Namun saya yakin, memberikan mata pencaharian bagi penduduk. Lihat saja orang-orang yang berjualan souvenir, makanan, jasa tur dan peminjaman mobil dan fotografi. Mau ke sana? Do you dare? (G76)

P.s: Ikuti lomba essay foto  di kotekasiana ya di sini. Deadline 8 Agustus 2019. Nyok-nyok-nyok. Salam Koteka-komunitas traveler Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun