Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jerman Ramah Lingkungan, Mobil Diesel 5 Dilarang Masuk 30 Kota

18 Februari 2019   20:30 Diperbarui: 19 Februari 2019   04:20 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku harus beli mobil baru. Diesel 6" Begitu kata suami saya akhir tahun lalu. 

"Memangnya mobilnya rusak? Nggak suka lagi?" Saya pikir ia mau beli mobil karena sudah nggak cocok dengan mobil Audi S4 punyanya yang bisa mumbul di jalan tol dengan kecepatan 220 km/jam. Bu dubes RI untuk Hongaria yang pernah diantar-jemput, sampai deg-degan dan nggak bisa sare dalam perjalanan. 

Teman-teman, saya pernah cerita di artikel terdahulu, bahwa banyak orang Jerman rajin buang kursi, sofa, kulkas, TV, komputer dan lainnya di depan rumah dan diambil truk khusus, bukan karena barangnya rusak tetapi sudah bosan dan mau beli yang baru? Ah, gemes, di Indonesia pasti masih banyak yang mau. 

Kalau ganti mobil, rata-rata orang Jerman yang saya kenal pakai 10 tahun lalu beli yang baru. Mereka banyak yang menyukai Jahreswagen atau mobil yang dipamerkan di showroom, dengan kondisi masih top tapi sudah ada sekian kilometer. 

"Soalnya kalau pakai mobil Diesel 5 nggak boleh masuk kota-kota tertentu". Kepalanya pusing, giginya ngilu. Pekerjaannya berhubungan dengan banyak perusahaan di kota-kota besar. Untuk mendapatkan barang yang ia inginkan biasanya banyak pameran yang ia kunjungi. Lahhh kalau nggak boleh masuk kota harus pakai tranportasi seperti kereta api, bisa repot. 

"Kalau mau dijual, emang harganya berapa? Sayang, kan?" Memang paling gemes menjual mobil di Jerman. Harga mobil yang 5 tahun lalu sampai 45.000 Euro itu hanya ditaksir 8000-10.000 Euro saja oleh pribadi atau dealer meski kondisinya mulus. Ngenes

Makanya saya kekeh nggak mau ganti mobil, toh mobil hanya digunakan di dalam kota saja dan kota kami masih membolehkan Diesel 5. Sebel kali ya, mobil SUV Captiva Chevrolet yang 7 tahun lalu dibeli dengan 38.000 euro, hanya dapat maksimal 8000 euro. Berita buruknya, kalau nggak dijual sekarang-sekarang ini, nanti harganya makin menurun seperti harga rongsokan besi kiloan. Huh, sakupil. 

Mobil Diesel 5 dilarang masuk kota tertentu.

Saya kira semua orang Jerman jujur. Ternyata, semua orang di dunia ini sama. Ada yang baik dan ada yang berwatak buruk. Jadi, kita jangan cepat menyamaratakan orang hanya dari sekali tahu atau sekali saja mengalaminya. 

Pernah dengar skandal Volkswagen (Volk=masyarakat/rakyat, Wagen=mobil) di Amerika Serikat? Merk mobil kebanggaan rakyat Jerman itu memanipulasi produksinya sebagai ramah lingkungan tapi ternyata bohong besar. Berita heboh yang berbuntut panjang. 

Nggak hanya hukuman dari importir negara adidaya itu saja pada Jerman sang produsen mobil, tetapi juga reaksi komisi Eropa. Eurpaeischen Geritchshof atau EuGH menemukan bahwa banyak kota di Jerman yang memiliki polusi sangat tinggi.

Jerman memang nggak sendirian, masih ada Perancis, Hongaria, Italia dan Italia yang berada di ujung tanduk karena dianggap nggak ramah lingkungan. Namun memang Jerman merupakan negara disiplin yang segera bergerak cepat melarang mobil Diesel 5 untuk melewati kota-kota seperti Stuttgart dan Duesseldorf. 

Dikabarkan oleh organisasi pecinta lingkungan Jerman, sebanyak 30 kota lainnya juga sama. Mobil dengan bahan bakal diesel itu disinyalir menyebabkan kualitas udara kota memburuk. 

Di lain sisi, media massa dan masyarakat juga menyoroti bahwa pesawat dengan kerosin dan kapal pesiar juga penyumbang polusi udara yang sangat tinggi, melebihi mobil Diesel 5. Bapak polah, anak kepradah. Gara-gara kasus VW, kami sebagai rakyat pun harus ganti mobil. 

Saat kami memilih Diesel 6, banyak orang Jerman memutuskan untuk mendukung proyek mencintai bumi, dengan memilih mobil elektro yang kalau dikendarai nyaris tak terdengar dan bahan bakarnya pakai setrum. Bahkan, ada segelintir yang memakai bahan bakar gas. Keren. 

Jerman ramah lingkungan, unbelievable (Dok.Elexmedia)
Jerman ramah lingkungan, unbelievable (Dok.Elexmedia)
Bagaimana dengan Indonesia? 

Seingat saya, waktu ke Pakistan banyak mobil Diesel 2-4 yang wara-wiri di jalan raya. Lah kalau Diesel 5 saja sudah bahaya, apalagi di bawahnya? Tetapi memang di Asia berbeda dengan di Eropa. Soal kelestarian alam menjadi fokus penting setiap insan. Cara pandang orangnya lain. Di Asia, orang masih bisa bilang "masih untung ...."

Jika berada di kota-kota besar di tanah air Indonesia, Anda nggak mampu melihat langit biru dan serasa bangunan pencakar langit dimakan asap atau kabut tipis, apakah Anda pernah menyangkanya sebagai polusi udara yang sangat tinggi karena sudah di ambang batas? Apakah hanya pabrik saja kontributor pencemaran udara itu? Pernahkah Anda menebak bahwa mobil yang Anda kendarai atau tumpangilah penyebabnya? 

Jika LSM pecinta lingkungan baik dari dalam dan luar negeri sudah menemukan polusi tinggi di kota besar Indonesia, apa tindakan pemerintah untuk melindungi rakyat dan tentu, bumi untuk anak cucu nanti? Menghentikan pembangunan jalan? Memperketat uji kelaikan mobil? Mempersulit kredit mobil? Melarang masuknya mobil yang nggak ramah lingkungan di kota besar? 

Ingat, polusi udara bisa memicu sesak napas, penyakit akut seperti stroke, jantung,  kanker paru-paru dan lainnya. Sehat nggak bisa dibeli tapi bisa diupayakan, jagalah kesehatan. Meski sudah ada program car free day di beberapa kota besar, itu saja nggak cukup .... Serem, kan?

Ahhh .... Pasti repot kalau semua harus ganti mobil karena UUD, ujung-ujungnya duit dan nggak asal ambil dari pohon. 

Masing-masing meyakinkan diri menggunakan transportasi umum, pergi bareng-bareng jika pakai mobil (samome, satu mobil rame-rame), lebih memilih berjalan kaki ketimbang naik kendaraan bermotor jika lokasi yang mau dituju memungkinkan untuk ditempuh dan penanaman banyak pohon di setiap sisi sebagai penyeimbang, saya pikir adalah ide untuk solusi yang tepat. Bagaimana menurut Anda? (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun