Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

11 Nilai yang Saya Rasakan dari Bermain Ski

21 Januari 2019   18:03 Diperbarui: 22 Januari 2019   12:45 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hoppala. Januari, hujan sehari-hari. Kalau di Indonesia hujan air, di daerah kami di Jerman biasanya hujan salju. Yipiiiiii... yang biasa minum es gosrok tinggal ke depan rumah bawa sirop, gelas dan sendok. Buat yang ingin membangun Olaf, manusia salju atau Iglu, rumah orang Eskimo, tinggal menuju pojokan gang atau rumah.

Di sanalah tempat gundukan salju hasil kerukan mesin petugas atau serok manual dari tiap pemilik rumah. Jangan lupa jadi Engel" atau malaikat yang merebah di atas salju dan menggerakkan kedua tangan layaknya sayap, ya. Taraaaaa. Selain itu, bermain ski adalah salah satu kesenangan masyarakat Jerman yang sedang hit bulan-bulan ini. Berani menerima tantangan? Teman-teman, ternyata banyak hikmah yang bisa saya petik dari bermain ski. Ski bukan sekedar olah raga ski. Mengapa? Karena saya banyak merasakan nilai yang ada di dalamnya: 

1. Buang rasa takut

Pertama kali dipegangi sepatu ski, papan ski, helm, tongkat ski, jaket dan celana ski, rasanya seperti Robocop yang takut kesetrum lantaran kesiram air. Saya menolak untuk diajari suami karena takut. Iya takut jatuh atau lebih tepatnya takut didorong. Sehingga lebih memilih mojok sendiri di daerah anak-anak yang main prosotan dan mencoba memainkan alat-alat ski sendiri. Ya, jatuh-jatuh gitu, deh.

Rupanya setelah bisa sendiri, saya sadar, bahwa yang menghalangi seseorang untuk bisa main ski adalah "Saya takut." Sama halnya dengan anak saya yang bungsu. Meski sudah bisa main ski sejak taman kanak-kanak, tetapi ketika pindah-pindah tempat ski yang tentu beda lift dan medannya, ia merajuk, "Nggak mau, takut. Aku di sini saja, kamu silakan main ski." Kalau sudah begitu, orang tua harus sabar untuk menunggu sampai ia percaya diri dan tak takut mencoba alat-alat ski dan mengenal medan.

Namanya anak-anak, kalau sudah rasa takut bablas, giliran orang tua yang pusing karena si anak nantinya nggak mau diajak pulang. Hedeeeeh. Maka dari itu, dalam hidup orang tidak boleh takut untuk mencoba sesuatu yang baru atau memperbaiki sesuatu agar menjadi lebih baik. 

2. Jangan takut dibulli 

Namanya main ski pasti di sekitarnya salju, putih. Kalau masih pemula, pasti sering jatuh. Jangankan untuk main, untuk berdiri saja sudah jatuh atau baru naik lift satu langkah sudah terjerembab. Gimana nggak putih semua? Orang Jerman banyak menyebut tipe itu sebagai der Schneemann, atau manusia salju karena dari kepala sampai kaki putih semua, hasil dari sering jatuh.

Namanya juga area main ski, banyak orang. Pernah suatu kali saya peringatkan anak-anak Jerman yang mentertawakan teman-temannya yang jatuh atau orang lain yang terjatuh; "Hahaha ... kamu jatuh. Kasihan, deh" "Hey, ini nggak lucu, jangan tertawa.

Kasihan dia, harus dibantu." Kalau si anak nggak tahan banting, bully-an tadi akan mematahkan semangatnya untuk bermain ski dan berhenti lalu ngajak pulang. Begitu pula yang terjadi pada saya dan mungkin Anda yang mau mencoba suatu hari nanti. Semangat! Nilai yang didapat adalah, kita harus menempa diri untuk menghadapi semua aksi dan reaksi orang-orang di sekitar kita. Nggak bisa dong, semua orang suka sama kita. Pasti ada yang nggak suka dan bikin rekayasa. Siap?

Tongkat untuk keseimbangan (dok.Gana)
Tongkat untuk keseimbangan (dok.Gana)
3. Keseimbangan

Banyak teman-teman yang optimis bahwa saya bisa main ski ketika pertama kali datang di Jerman. Alasan mereka, saya terlihat langsing, sporty dan energik. Lahhh, mereka salah besar. Ternyata untuk main ski nggak hanya butuh syarat itu saja. Menjaga keseimbangan adalah salah satu hal penting yang harus kita ketahui dalam bermain ski.

Bayangkan menuruni Pizte yang 45 -- 90 derajat luncurannya, nunjem. Kalau nggak bisa seimbang badan, kita bisa terpelanting dan guling-guling ke bawah jadi bola es raksasa. Tongkat ski akan membantu kita untuk menyeimbangkan diri, papan ski akan memotivasi kita membentuk irisan pizza supaya kita ngerem, berhenti.

Kiri-kanan, maju, kanan-kiri, maju dan selanjutnya. Keseimbangan pula yang membuat kita saat terpeleset, kembali berdiri tegak dan melanjutkan perjalanan. Di dunia ini sesuatu yang nggak seimbang, hasilnya timpang. Itulah sebabnya, jaga keseimbangan hidup, tubuh dan perkawanan. Tidak terlalu sempurna dan tidak terlalu buruk. Dijamin, sehat lahir batin. Selamat! 

4. Jangan cengeng

Mulai dari memakai sepatunya saja, saya sudah capek dan hampir stress. Sepatu ski yang mirip sepatu robot itu beraaaat. Begitu kaki kita mau masuk, yahhh susah amat mengaitkan kawat dan menutupnya. Huh! Kalau sudah benar-benar nggak bisa, beberapa anak-anak sudah nangis duluan. Ada yang putus asa dan nggak jadi main ski sajalah. Selama bermain ski, satu-dua-tiga kali bisa saja terjatuh. Entah karena licin, salah jalur atau ditabrak orang pasti terjatuh, kan.

Harus sadar bahwa jatuh adalah hal yang biasa terjadi dalam bermain ski. Orang tidur saja tiba-tiba bisa jatuh gara-gara bermimpi buruk dikejar ular dan tubuh reflek bergerak dari tempat tidur ke lantai. Bum! Apalagi main ski yang bergerak cepat laksana kilat? Stop cry! Nah, kalau di dunia ini kita sedikit-sedikit nangis ketika menghadapi persoalan, mana bisa meraih apa yang kita inginkan? Kuatkan tekat. Gesagt, getan atau kalau sudah mau harus bisa. 

5. Budayakan antri

Karena area main ski adalah bukit atau pegunungan, bisa bayangkan bagaimana orang dengan perangkat lenong naik ke atas. Ya, naik lift ke atas. Lift main ski sendiri macem-macem; ada yang model duduk (tinggal berdiri dan pantat kita tinggal duduk di bangku lalu ada tutup besinya demi keselamatan), model jangkar yang bisa diduduki berdua (satu kiri dan satu kanan) atau model L (tangan kita harus memegangi tali dan menyandarkankannya di punggung).

Saking banyaknya pengunjung, biasanya di depan gubuk/pos tempat orang mengoperasikan lift, antrian orang bak ular naga panjangnya. Jangan coba-coba titip sepatu, bisa jadi es kaki kita. Yup. Kalau nggak kebiasa antri dalam hidup, nggak sabar dan nggak mau antri, bisa dibalang sandal sama orang. Mau kepala benjut? 

6. Sehat jasmani dan rohani

Sport ist mord. Orang Jerman percaya bahwa olahraga itu menyehatkan jasmani dan rohani tetapi jika terlalu banyak justru akan membunuh kita. Makanya, hati-hati dalam bermain ski. Secukupnya. Ada lho, orang yang seharian dan setiap hari berturut-turut main ski. Kita harus sadar bahwa badan bukan mesin.

Meski badan merasa kedinginan, rupanya aliran keringat dari ketek sampai kaki ada di tubuh kita. Kalau tidak ada angin segar, bisa bau dan tidak sehat alias masuk angin. Mau kerokan? Iyalah. Saat bermain ski badan kita berlapis-lapis. Mulai dari pakaian dalam khusus ski (kaos dan celana), kaos, pullover dan jaket bahkan syal dan topi. Bisakah Anda bayangkan kulit kita terpenjara dan nggak ngerasa kalau keringat bercucuran saat main ski? Oh mein lieber Zeit. 

7. Tahan dingin

Dengan temperatur rendah, nggak semua orang mau untuk lama-lama di luar rumah pada musim salju. Mau minus berapa? Nyatanya masih banyak orang Jerman yang keluar untuk bermain ski.

Kalau libur panjang, orang biasa pergi ke Swiss, Austria atau Perancis. Negeri tetangga itu menawarkan wisata main ski yang indah. Giliran libur hanya akhir pekan dan kantong nggak seberapa tebal, banyak ski lift lokal dengan harga murah. Misalnya di Boettingen punya tiket 25 euro untuk sekeluarga selama setengah hari. Bisa main ski sampai pegaaaaal. Parem kocok disiapin, ye? 

8. Jadi orang yang kuat dan mandiri 

Tadi sudah saya singgung tentang sepatu ski. Beratnya saja sudah minimal 5 kg. Belum papan ski. Kalau kita bukan orang kuat yang mampu nggotong sendiri tanpa pembantu, jangan heran kalau kita hopeless nggak bisa teriak, " Mbaaakkk, tolong ini angkatin." Hidup di Indonesia saya rasakan seperti surga.

Banyak orang yang akan mau dan bisa membantu kita. Kalau harus kasih upah tidak mahal-mahal amat bahkan bisa gratis. Di Jerman? Ngimpiiii. Bea tukang, pembantu dan sejenisnya di sini super mahal. Mending uangnya untuk traveling sekeluarga. Untuk itu, kita harus belajar jadi orang yang mandiri dan kuat secara fisi dalam kehidupan. Siapa tahu bahwa tak hanya otak tapi juga otot kita yang diperlukan di waktu-waktu tertentu yang mendesak. 

9. Teamwork 

Biasanya kami main ski sekeluarga. Berangkat dan pulang bareng. Kalau ada yang jatuh, ditunggu sampai bisa berdiri dan meneruskan perjalanan. Jika ada tongkat yang terjatuh, salah satu ikut membantu mengambilnya. Olah raga ini mengajarkan kami untuk menjadi tim yang solid. Mau cepat, sendiri. Mau kuat, bersama-sama. Seandainya kita tipe single fighter dan nggak bisa bekerja dalam sebuah tim, pasti pekerjaan kita tidak sempurna dan tidak secepat yang diharapkan. 

10. Beradaptasilah

Biasanya kalau main ski, kami pindah-pindah. Minggu ini di Spaichingen, minggu depan di Emmingen, lalu merambat ke Ackerhausen, Boettingen dan seterusnya. Sebagai informasi, setiap ski lift punya tarif, lift dan medan yang berbeda.

Jika kita nggak bisa atau nggak mau beradaptasi pasti kita menyerah dan nangis. Begitu pula dengan kehidupan nyata bahwa masalah yang kita hadapi akan berbeda tingkatannya dan cara menyelesaikannya. Orang yang kita temui juga berbeda-beda di manapun kita berada. 

11. Kompetisi sehat

Anak seorang teman sudah menggilai ski sejak taman kanak-kanak. Ia suka mengikuti kompetisi ski di seluruh daerah. Akhirnya, ia malas sekolah. Katanya, sekolah membosanakan dan ski akan jadi masa depan. Kenyataannya memang begitu, ski tak sekedar hobi. Banyak orang yang sudah mulai menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Mata pencaharian yang berdasarkan kompetisi sehat, tidak boleh curang. Bukankah itu yang harus kita lakukan di dalam mengisi hidup dalam setiap karya kita? Semua orang bisa melakukan hal yang sama, tetapi tetap ada persaingan untuk menjadi yang terbaik. Lantaran menjadi baik saja tidak cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun