Adalah Naneth alias Bernadetta Natalia Sari Pujiastuti, S.Psi., M.Si. Saya mengenalnya pertama kali pada tahun 1996 ketika sama-sama cuap-cuap di sebuah radio swasta di Semarang.
Pada tahun 2013 saya wawancarai dia sebagai salah satu narasumber dalam buku "38 Wanita Indonesia Bisa." Cerita tentang perjalanan karirnya mengalir bak air terjun. Salah satunya tentang ide awal membuat produk "Trasty." Apakah ia mampu mengembangkan bisnisnya?
Lima tahun kemudian, saya tahu jawabannya; Trasty sukses! Wakil Ketua Bidang UKM dan Ekonomi Kerakyatan Kadin Kota Semarang itu juga founder dari "Tangan Terampil Indonesia", komunitas yang didirikan bersama teman-teman untuk melakukan pemberdayaan perempuan agar mampu berwirausaha melalui pelatihan ketrampilan. Selain dua hal tersebut, Naneth juga seorang dosen tidak tetap dan trainer di bidang komunikasi dan kewirausahaan.
Penasaran bagaimana ia berangkat dari nol sampai meraih impiannya? Berikut hasil wawancara terbaru saya tentang produk UKM nya yang diberi nama Trasty.
Mengapa Trasty?
Merek tas, sepatu atau parfum terkenal dan mahal biasanya memakai nama Yunani kuno atau nama sang penggagas atau si pemilik produk. Sebut saja Viktoria Beckham. Saya bertanya pada Naneth, mengapa ia tidak memilih nama seperti "Naneth Bag", "Netta Bag" atau "Bernadetta."
Rupanya Naneth merasa bahwa bukan sebuah pribadi yang ingin ditonjolkan tetapi produk yang ditawarkan. Penerima Kartini Award "Wanita Hebat Semarang" tahun 2016 itu ingin orang mengenal produk trasty karena kualitasnya, karena visinya, bukan karena Naneth.
Alasan berikutnya, Trasty dibangun bukan karena keinginan Naneth untuk berbisnis. Sudah saya ceritakan di awal, bahwa latar belakangnya adalah psikologi dan komunikasi. Ditambah, keluarganya juga tidak ada yang terjun di dunia bisnis. Sehingga memang tidak ada cita-cita memiliki atau membangun sebuah kerajaan bisnis.
Menurutnya, Trasty lahir memiliki misi membantu orang lain. Sebagai trainer kewirausahaan, saat tahu ada seseorang yang mengalami masalah dalam mengembangkan usaha, muncul keinginan untuk terlibat langsung dalam operasional.
Trasty sendiri nama (brand) yang Naneth ciptakan karena asumsinya, trasty dari kata trust yang artinya kepercayaan atau amanah yang Tuhan beri. Naneth merasa ditunjuk Tuhan untuk menjadi jalan rejeki bagi mereka yang tergabung dalam Trasty.
Ia juga percaya bahwa dalam membangun bisnis harus berdasarkan asas kepercayaan, kepercayaan dari para pengrajin kepadanya dan sebaliknya, kepercayaan konsumen yang diperlukan dalam membangun usaha dan sepenuhnya percaya bahwa Tuhan akan membantu melancarkan usaha. Apalagi, produknya berbau perempuan, maka trust yang dipoles menjadi trasty, memiliki nama yang feminin. Pas.
Jika diamati, saya ingat kata pepatah "Apalah arti sebuah nama." Bagi saya nama adalah doa dan harapan, bisa terwujud! Naneth berhasil mendapat kepercayaan masyarakat atas produk dan jasanya, berkat nama produk yang ia pilih.
Trasty berdiri pada tahun 2012, waktu itu produk yang ditawarkan ke pasar adalah tas batik exclusive yang hanya memiliki jumlah pengrajin terbatas. Saat ini, trasty telah berkembang menjadi berbagai produk kerajinan berbahan dasar kain perca batik. Diversifikasi produk menjadi bervariasi dengan tujuan agar semakin menguatkan potensi pengrajin sesuai kemampuan ketrampilan yang dimiliki. Trasty mempertahankan produksi dengan sistem pemberdayaan dengan tujuan agar semakin mampu melibatkan banyak orang, khususnya perempuan. Trasty juga tetap konsisten menggunakan bahan lokal yakni kain tradisional seperti batik ataupun tenun, dengan tujuan untuk memperkenalkan dan bercirikan khas Indonesia, seperti taglinenya yakni a handicraft of Indonesia.
Oh ya, untuk mengerjakan produknya, Naneth menerima siapa saja yang mau bekerjasama dengannya, dengan latar belakang pendidikan minimal apa saja, baik normal atau difabel. Ia percaya dengan menerapkan sistem seleksi alam, ia akan ditemukan dengan orang-orang yang baik seperti doanya.
Sebanyak delapan orang tim produksi di workshop dan belasan pengrajin binaan yang mayoritas (80%) adalah perempuan dari latar belakang keluarga pra sejahtera, seperti perempuan KDRT (korban kekerasan rumahtangga), penyapu jalan dan tukang sayur.
Baginya, tim adalah bagian dari kesuksesan. Mereka tidak bekerja untuk dirinya saja, tetapi mereka bekerja untuk keluarga mereka, untuk eksistensi mereka. Naneth percaya, bahwa penghasilan yang diperoleh karena bekerja dengan baik dengan niat baik, akan memberikan kesejahteraan yang baik tidak hanya untuk dirinya tapi juga bagi keluarga. Istilahnya, kalau upah yang diterima halal, maka lebih langgeng daripada upah besar tapi tidak barokah untuk dirinya dan keluarga.
Apa yang membedakan Trasty dengan merk produk yang sejenis?
Persaingan bisnis di tanah air pasti ketat. Naneth jitu berprinsip bahwa salah satu kunci penting dari bisnis handicraft adalah kreativitas. Mengingat produk handicraft memiliki potensi untuk bisa saling tiru, sehingga mereka berpacu untuk terus menghadirkan produk yang memiliki keunikan dan berciri khas. Itulah sebab mereka terus menciptakan produk-produk yang unik dan menarik, baik dari segi bahan, design ataupun fungsi produk. Dengan kata lain, Naneth yakin produk Trasty sangat tidak pasaran dan motif batik pilihannya menarik.
Sedangkan bahan-bahan untuk produknya, mereka harus mencari dari mana saja dan apa saja, dengan syarat; harus berciri khas kain tradisional Indonesia.
Naneth memiliki pendirian bahwa orang yang kreatif adalah orang yang memikirkan produk untuk pencapaian dirinya, bukan untuk bersaing yang lain. Trasty tidak terlalu pusing memikirkan pesaing, melainkan lebih konsentrasi dengan apa yang sedang menjadi tren atau diinginkan konsumen agar kami bisa terus update dengan produk yang dihasilkan. Mendapatkan "hati" konsumen itu jauh lebih penting daripada memperhatikan persaingan di sekitar.
Selain aktif berorganisasi di Kadin dan Tangan Terampil Indonesia, ia juga dosen tidak tetap sebuah universitas dan trainer di bidang komunikasi dan kewirausahaan.
Beberapa hal itu pastilah menjadi media yang bagus untuk memasarkan produknya. Selain itu,pameran masih kami anggap penting adalah Inacraft dan Indocarf. Kedua events tersebut seperti ujian kenaikan kelas. Saat pameran Trasty mengetes selera pasar terhadap produk. Sejauh ini respon konsumen cukup bagus, dan Tasty cukup bangga bahwa produk daerah bisa merebut hati konsumen di Jakarta ataupun juga warga negara asing.
Tidak heran jika Trasty sering mendapat pelanggan dari berbagai instansi seperti kementrian ataupun kantor dinas untuk membuat aneka tas seminar (seminar kit) dengan berbahan dasar kain lokal. Pelanggan Trasty antara lain dari Pertamina, Kantor Agraria Jawa Tengah, kementerian kesehatan, Bank Jateng, YDBA Astra, Dinas Perindustrian Jawa Tengah dan sebagainya.
Kemudian, Trasty juga mempertimbangkan pentingnya penjualan lewat on line. Pameran adalah ajang promosi dan ada kesempatan untjuk bisa berinteraksi langsung dengan konsumen. Sedangkan on line bersifat penjualan secara praktis, orang bisa melihat produk secara di internet di mana saja dan kapan saja. Untuk mengirim produk pesanan para konsumen, Trasty juga menggunakan jasa JNE, jasa pengiriman besar dan terpercaya di Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan bahwa konsumen on line mengunjungi stand Trasty saat pameran dan konsumen yang baru kenal saat pameran bisa menindaklanjuti lanjut pembelian serta menjaga silahturahmi secara online.
Marketing produk Trasty sendiri tidak hanya di dalam negeri karena juga dipasarkan di Malaysia, Singapura dan Australia.
Jika seseorang memiliki praktek dokter, toko atau sebuah perusahaan, ternyata tidak mesti harus anak-anaknya yang melanjutkan usaha itu. Setiap anak memiliki ketertarikan dan bakat yang berbeda.
Maka dari itu, Naneth tidak melibatkan anaknya sebagai bagian dari regenerasi. Anaknya bebas memilih masa depan yang dia inginkan. Memperkenalkan dan melibatkan dalam bisnis pasti iya, tetapi itu kepada sekedar untuk memperkenalkan nilai/arti bekerja keras, belajar menghargai orang tua (karyawan) dan tidak membedakan untuk berkumpul/bergaul dengan karyawan (dimana ibunya adalah pemilik usaha), memperkenalkan nilai uang, memperkenalkan bagaimana mengelola usaha, memperkenalkan permasalah dan solusi dalam usaha. Jikalau suatu hari ia berminat, bisa mengambil bagian, kalau tidak, ya tidak masalah.
Oleh karena itu, Naneth mempersiapkan bentuk usaha Trasty menjadi koperasi, agar setiap karyawan kelak mampu sebagai pemilik dari usaha (konsorsium).
Saat ini trasty semakin menguatkan diri untuk melakukan pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari proses produksinya. Salah satunya dengan berkolaborasi dan mengintensifkan peran dari Tangan Terampil Indonesia. Semakin intensif mengadakan kegiatan pelatihan agar semakin banyak memberdayakan sesama perempuan.
Trasty sedang dalam proses pembenahan managemen, agar lebih professional terkait dengan sistem internal seperti keuangan ataupun efisiensi produksi. Sebagai bukti pengakuan pasar terhadap Trasty, Trasty telah terpilih sebagai bagian dari 15 social entreprisependampingan dari Action Coach -- DBS Bootcamp. Keikutsertaan Trasty tentunya diharapkan dapat mampu meningkatkan produktivitas Trasty yang dapat berdampak pada peningkatkan kesejahteraan bagi tim dan mitra binaan.
Seperti curhatan Naneth bahwa merek dagang Trasty yang ada di bawah bendera CV Prawitanadi tidak hanya lekat dengan tas batik saja, tetapi kain-kain tradisional di tanah air seperti tenun dan lurik. Ia juga ingin mengajak kita untuk sadar mengapa harus lebih mencintai produk kreasi lokal. Toh mulai banyak produk lokal yang berkualitas, orang mulai bangga untuk menjadi berbeda, salah satunya dengan menggunakan produk lokal sebagai bentuk cinta dan bangga terhadap tanah air.
Jika wanita Indonesia suka memburu tas merek internasional, sudah saatnya juga memiliki dan mencintai tas merek Indonesia dengan bahan tradisional. Itulah sebabnya, saya pikir, produk UKM seperti Trasty ini harus menjamur, supaya bangsa kita lebih banyak melirik produk bangsa sendiri, bahkan yang berciri khas keindonesiaan. Jangan hanya tas merk dari luar negeri yang mahal atau yang KW saja yang diburu. Jika orang asing suka batik, kita harus lebih dari suka.
Saya sudah koleksi beberapa dan memakainya di Jerman, bagaimana dengan Anda? (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H