"Yes. Sure. Is that OK with you are all?" Sopir muda balik tanya pada para penumpang yang berbahasa Jerman apakah mereka nggak keberatan ada yang numpang. Ah, dari ngobrol ngalor-ngidul, jadi tahu kalau mereka orang Austria.
"Wie wars? Was denkst du?" Nggak ada hujan nggak ada angin, seorang pria berambut panjang berwarna putih di depan saya tiba-tiba tanya bagaimana perasaan setelah menonton tadi.
"Gut. Einmalig." Meski pertandingan Thai Boxing itu bagus tapi menurut saya sekali saja cukup melihatnya. Paling nggak tega lihat anak kecil bertarung.
"Hey, da bist du." Si pria menunjuk layar telepon genggam rekannya yang mengecek foto-foto yang diambil waktu pertandingan. Di sana, ada foto Danie dan Ninia. Rupanya di tengah-tengah mereka adalah saya. Hahahaha ... kok, bisa ya? Jadi waktu saya minta suami mengambil foto, ada yang ikutan jepret. Klik, tersimpan.
***
Itu tadi pengalaman kami nonton tinju tradisional rakyat Thailand untuk yang pertama kali dan semoga yang terakhir kali.
Dan tepat 14 November 2018, telah meninggal dunia seorang petinju Muay Thai yang masih berusia 13 tahun. Ia terkena pendarahan otak setelah bertanding di atas ring dan dirawat di sebuah rumah sakit di Bangkok.
Sebuah tamparan bagi orang tua di Thailand yang kabarnya sejak dulu mengirim anaknya yang masih TK untuk latihan tinju, dengan alasan masalah keuangan. Dikatakan dengan bertinju akan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Jika berjaya di atas ring, anak-anak itu disebut-sebut akan mampu meneruskan pendidikan tinggi menggunakan uang yang diraup.
Selain itu, sebenarnya tujuan orang tua Thailand adalah membekali diri anak-anak mereka dengan ilmu bela diri yang sudah turun-menurun ada di negara yang belum pernah jadi koloni negara lain itu. Ditambah mereka dilatih disiplin dan menjadi petarung tangguh dalam hidup. Sayang, tanpa alat pengaman seperti helm atau pelindung dada. Hidup memang keras, nak.
Sebagai orang tua, saya semangat mengarahkan anak-anak kami dalam mencari bakat dan minat tetapi tetap ingat resiko apa yang akan didapat si anak sebagai pelaku, selama mendalaminya. Anak polah, bapa kepradah. Toh, jika ada apa-apa, orang tua juga yang repot. Siap?
Kalau sudah kejadian seperti di Thailand itu, apa tindakan pemerintah kerajaan dan para orang tua di sana? Apa harus tetap mengarahkan atau mengijinkan anak-anak di bawah umur ke tinju ala Thailand? Bukankah masa anak-anak adalah masa belajar dan bermain? Tinju? Don't try this at home, it's dangerous. (G76)